Bibit Samat Rianto mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga kita yang mengamati perkembangan politik dan hukum di tanah air. Beliau adalah salah satu pimpinan KPK lembaga paling garang yang ada di tanah air ini. Pada waktu akhir tahun 2009 kemarin beliau bersama Chandra Hamzah terjerat kasus penyuapan yang sama sekali tidak terbukti. Bibit Samat Rianto merupakan seorang yang jujur, penuh pengabdian dan sangat sederhana untuk seukuran Jendral seperti beliau. Negara Indonesia membutuhkan tokoh seperti Bibit Samat Riyanto lebih banyak lagi yang anti suap, anti korupsi dan penuh kesderhanaan. Bagaimana kisah perjalanan hidup beliau, berikut adalah biografinya yang sangat inspiratif dan patut kita teladani.
Bibit Samat Riyanto dari Kuli Tenun Menjadi Pimpinan KPK
Irjen (Purn) Dr. Bibid Samad Rianto, MM lahir pada 3 November 1945 di Kediri – Jawa Timur. Beliau hidup dan dibesarkan dikeluarga sederhana. Orang tuanya bekerja dipasar sebagai tukan jahit, sehingga membuat bibit kecil tidak asing lagi dengan kehidupan pasar, dia sering berkelahi dan menjadikannya layaknya preman pasar.
Kehidupan Bibit Samat Riyanto amatlah berliku. Orang tua beliau hanya mampu menyekolahkan sampai tamat SMP, akan tetapi bibit tidak mau pustus sekolah sehingga alhasil bibit berusaha sendiri untuk membiayai sekolahnya dengan cara bekerja sebagai kuli tenun. Setelah menyeleseikan pendidikan SMA beliau melanjutkan ke Akademi Kepolisian (Akpol) dan lulus pada tahun 1970. setelah lulus beliau langsung mengapdikan dirinya selama 30 tahun kepada kepolisian. Selama menjabat dikepolisian beliau banyak menempati kedudukan yang prestisius diantaranya : Kapolres Jakarta Utara, Kapolres Jakarta Pusat, Wakapolda Jawa Timur, dan Kapolda Kalimantan Timur. Bibit pensiun dari kepolisian pada 15 Juli 2000 dengan pangkat terakhir Inspektur Jenderal. Atas jasa dan pengabdiannya selama bertugas, beliau mendapatkan berbagai bintang jasa dan penghargaan. Di antaranya: Satya Lencana Kesetiaan, Satya Lencana Dwidya Sista, Bintang Bhayangkara Nararya, Bintang Yudha Dharma Nararya, Bintang Bhayangkara Pratama.
Jendral Polisi Anti Suap
Selama menjadi Kapolda Kalimantan Timur di penghujung tahun 1990-an, Bibit dikenal tegas terhadap kasus illegal logging. Selama itupula ia sering digoda suap menyuap oleh para cukong kayu. Kala itu ia pernah ditawari uang suap puluhan miliar. Tapi tegas-tegas Bibit menolak suap tersebut. Bibit ‘lulus dari godaan’ suap.
Bibit setidaknya berhasil menangani 234 kasus ilegal logging. Bibit mengaku bahwa sebagian besar dari kasus yang ditangani berani menyuap rata-rata Rp 500 juta per kasus. Namun, semua suap ditolak mentah-mentah oleh Bibit, karena bertentangan dengan hukum dan hati nuraninya. Bayangkan, Andai saja ia mau menerima suap setengah kasus yang ia tangani, maka Bibit bisa meraup Rp 58.5 miliar dan menjadi jenderal polisi yang kaya. Namun Bibit lebih memilih hidup sederhana. Bekerja selama hampir 37 tahun (polisi selama 30 tahun + dosen selama 7 tahun), pada 2007 seluruh harta kekayaan (rumah, tanah, kendaraan, tabungan) tidak lebih dari Rp 1,9 miliar. Angka total kekayaan ini tergolong kecil dibanding jenderal polisi lainnya, sehingga Bibit dapat disebut “jenderal kere”.
Pensiunan Jenderal yang Hidup Sederhana
Meskipun pensiunan jenderal polisi berbintang dua dan kemudian menjadi dosen dan terakhir menjadi Wakil Ketua KPK, Bibit dan keluarganya hidup sederhana. Dengan pangkat setinggi itu, mestinya dia bisa tinggal di perumahan elite. Tapi, tidak demikian Bibit. Pecinta kesenian keroncong ini ter¬nyata hidup sederhana di perumahan biasa. Kediaman Bibit terletak di kampung Pedu¬renan, belakang Perumahan Griya Kencana I, Ciledug, Tangerang. Berikut ulasan kisah Bibit (khususnya istrinya) dari hasil wawancara Wartawan Jawapos pada 17 Oktober 2009.
Dari jalan raya, kampung itu tidak memiliki pintu masuk sendiri. Untuk mencapainya, ha¬rus nebeng pintu masuk perumahan, kemudian melewati jalan sempit yang hanya cukup dilalui satu mobil. Setelah itu, baru sampai di perkampungan pa¬dat penduduk, tempat keluarga Bibit tinggal. Di depan rumah Bibit yang menghadap ke barat tersebut terdapat tanah kosong yang bia¬sa dipakai warga untuk membakar sampah. Jadilah asap dan bau bakaran sampah familier dengan keluarga Bibit.
Di samping kanan rumahnya tersebut terdapat bekas kolam yang kini ditumbuhi rumput liar. Berimpitan de¬ngan rumah itu, ada bangunan tak seberapa luas. Tempat tersebut dimanfaatkan untuk pe¬nitipan gerobak PKL para tetangga yang ber¬dagang makanan keliling.
Sebenarnya, rumah yang ditinggali Bibit se¬jak 1992 tersebut cukup luas. Rumah itu ber¬diri di atas lahan seluas 600 meter persegi. Ada halaman lumayan luas di depan rumah. Du¬lu, halaman tersebut kerap dimanfaatkan para tetangga untuk berlatih musik keroncong.
Namun, seluruh bangunannya jauh dari kesan mewah. “Ya, gimana? Meskipun polisi, mam¬pu belinya ya yang segini,” kata Sugihar¬ti isitri Bibit Samat Rianto kepada Jawa Pos di kediaman tersebut Sabtu lalu (17/10). Tanah itu dibeli Bibit dari seorang anak buahnya seharga Rp 2 ribu per meter persegi pada 1989. Saat itu Bibit sudah menjadi perwira menengah.
Menurut Sugiharti, sebelum tinggal di tempat tersebut, keluarga mereka tinggal di Perumah¬an Cicurug Indah, tak jauh dari rumah sekarang. Rumahnya tipe 45. Tapi, karena berdiri di kawasan aliran sungai, perumahan itu sering kena banjir. “Dulu kami tinggal di sana. Kalau banjir, (genangan air, Red) bisa tiga meter,” terangnya. Akhirnya, pada 1991 mereka memutuskan untuk pindah ke rumah sekarang.
Hidup pak Bibit teruskan perjuanganmu jangan biarkan korupsi merajalela ditanah air yang kita cintai ini. Indonesia membutuhkan bibit-bibit muda seperti Bibit Samat Rianto yang lebih banyak lagi untuk menjadi Negara yang bebas dari korupsi. Kesederhanaanmu, kejujuranmu, ketegasanmu mengispirasi kita sebagai generasi muda untuk membangun bangsa lebih baik lagi.
Sumber : http://info-biografi.blogspot.com/