I. DEFINISI
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang disebut jeli. (FI IV, hal 7)
Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315)
II. TEORI
Pengolongan (Disperse Sistem), (Lachman, hal 496)
A. Berdasarkan sifat fasa koloid :
1. Gel anorganik, contoh : bentonit magma
2. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
B. Berdasarkan sifat pelarut :
Hidrogel (pelarut air).
Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel; hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel biological, sel dan jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat lembut/lunak, elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada jaringan sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang rendah setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin
Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan dispersi logam stearat dalam minyak.
Xerogel.
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai xerogel. Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa – sisa kerangka gel yang tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh : gelatin kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan polystyrene.
C. Berdasarkan bentuk struktur gel:
1. Kumparan acak
2. Heliks
3. Batang
4. Bangunan kartu
D. Berdasarkan jenis fase terdispersi (FI IV, ansel):
1. Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misal karbomer) atau dari gom alam (misal tragakan). Molekul organik larut dalam fasa kontinu.
2. Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yangterpisah. Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, masa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma. Partikel anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan terdispersi pada fasa kontinu.
Kegunaan (Lachman,1989. Pharmaceuitical Dosage System. Dysperse system. Volume 2, hal 495 – 496)
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long – acting yang diinjeksikan secara intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit – dan sediaan perawatan rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril) (FI IV, hal 8)
Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Gel.
Keuntungan sediaan gel :
· Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan air; pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
Kekurangan sediaan gel :
1. Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
2. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi.
3. Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.
Sifat / Karakteristik Gel (lachman, 496 – 499)
· Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain
· Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal.
· Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.
· Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan).
· Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi satelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel.
· Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation
Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut (Disperse system):
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
2. Sineresis.
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam formulasi
1. Penampilan gel : transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi.
2. Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang bersifat anionik (terjadi inaktivasi atau pengendapan zat kationik tersebut).
3. Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam formulasi.
4. Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida bersifat rentan terhadap mikroba.
5. Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan topikal.
6. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan viskositas saat disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.
7. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan dapat terjadi penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis (air mengambang diatas permukaan gel)
8. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.
Komponen Gel
1. Gelling Agents (Pustaka : Dysperse System, vol. II, page 499-504)
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gum alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan nonpolar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari beberapa surfaktan nonionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang jernih di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.
Berikut ini adalah beberapa contoh gelling agent :
A. Polimer (gel organik)
a. Gum alam (natural gums)
Umumnya bersifat anionik (bermuatan negatif dalam larutan atau dispersi dalam air), meskipun dalam jumlah kecil ada yang bermuatan netral, seperti guar gum. Karena komponen yang membangun struktur kimianya, maka natural gum mudah terurai secara mikrobiologi dan menunjang pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, sistem cair yang mengandung gum harus mengandung pengawet dengan konsentrasi yang cukup. Pengawet yang bersifat kationik inkompatibel dengan gum yang bersifat anionik sehingga penggunaannya harus dihindari.
Beberapa contoh gum alam :
1. Natrium alginate
Ø Merupakan polisakarida, terdiri dari berbagai proporsi asam D-mannuronik dan asam L-guluronik yang didapatkan dari rumput laut coklat dalam bentuk garam monovalen dan divalen. Natrium alginat 1,5-2% digunakan sebagai lubrikan, dan 5-10% digunakan sebagai pembawa.
Ø Garam kalsium dapat ditambahkan untuk meningkatkan viskositas dan kebanyakan formulasi mengandung gliserol sebagai pendispersi.
Ø Tersedia dalam bebrapa grade sesuai dengan viskositas yang terstandardisasi yang merupakan kelebihan natrium alginat dibandingkan dengan tragakan.
2. Karagenan
Ø Hidrokoloid yang diekstrak dari beberapa alga merah yang merupakan suatu campuran tidak tetap dari natrium, kalium, amonium, kalsium, dan ester-ester magnesium sulfat dari polimer galaktosa, dan 3,6-anhidrogalaktosa.
Ø Jenis kopolimer utama ialah kappa, iota, dan lambda karagenan. Fraksi kappa dan iota membentuk gel yang reversibel terhadap pengaruh panas.
Ø Semua karagenan adalah anionik. Gel kappa yang cenderung getas, merupakan gel yang terkuat dengan keberadaan ion K. Gel iota bersifat elastis dan tetap jernih dengan keberadaan ion K.
3. Tragakan
Ø Menurut NF, didefinisikan sebagai ekstrak gum kering dari Astragalus gummiferLabillardie, atau spesies Asia dari Astragalus.
Ø Material kompleks yang sebagian besar tersusun atas asam polisakarida yang terdiri dari kalsium, magnesium, dan kalium. Sisanya adalah polisakarida netral, tragakantin. Gum ini mengembang di dalam air.
Ø Digunakan sebanyak 2-3% sebagai lubrikan, dan 5% sebagai pembawa.
Ø Tragakan kurang begitu populer karena mempunyai viskositas yang bervariasi. Viskositas akan menurun dengan cepat di luar range pH 4,5-7, rentan terhadap degradasi oleh mikroba.
Ø Formula mengandung alkohol dan/atau gliserol dan/atau volatile oil untuk mendispersikan gum dan mencegah pengentalan ketika penambahan air.
4. Pektin
Ø Polisakarida yang diekstrak dari kulit sebelah dalam buah citrus yang banyak digunakan dalam makanan. Merupakan gelling agent untuk produk yang bersifat asam dan digunakan bersama gliserol sebagai pendispersi dan humektan.
Ø Gel yang dihasilkan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat karena air dapat menguap secara cepat sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya proses sineresis.
Ø Gel terbentuk pada pH asam dalam larutan air yang mengandung kalsium dan kemungkinan zat lain yang befungsi menghidrasi gum.
b. Derivat selulosa
· Selulosa murni tidak larut dalam air karena sifat kristalinitas yang tinggi. Substitusi dengan gugus hidroksi menurunkan kristalinitas dengan menurunkan pengaturan rantai polimer dan ikatan hidrogen antar rantai.
· Derivat selulosa yang sering digunakan adalah MC, HEMC, HPMC, EHEC, HEC, dan HPC.
· Sifat fisik dari selulosa ditentukan oleh jenis dan gugus substitusi. HPMC merupakan derivat selulosa yang sering digunakan.
· Derivat selulosa rentan terhadap degradasi enzimatik sehingga harus icegah adanya kontak dengan sumber selulosa. Sterilisasi sediaan atau penambahan pengawet dapat mencegah penurunan viskositas yang diakibatkan oleh depolimerisasi oleh enzim yang dihasilkan dari mikroorganisme. Misalnya : MC, Na CMC, HEC, HPC
· Sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil, resisten terhadap pertumbuhan mikroba, gel yang jernih, dan menghasilkan film yang kuat pada kulit ketika kering. Misalnya MC, Na CMC, HPMC
c. Polimer sintetis (Karbomer = karbopol)
· Sebagai pengental sediaan dan produk kosmetik.
· Karbomer merupakan gelling agent yang kuat, membentuk gel pada konsentrasi sekitar 0,5%. Dalam media air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam bebasnya, pertama-tama dibersihkan dulu, setelah udara yang terperangkap keluar semua, gel akan terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai.
· Dalam sistem cair, basa anorganik seperti NaOH, KOH, dan NH4OH sebaiknya ditambahkan.
· pH harus dinetralkan karena karakter gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses netralisasi atau pH yang tinggi.
· Viskositas dispersi karbomer dapat menurun dengan adanya ion-ion.
· Merupakan gelling agent yang kuat, maka hanya diperlukan dalam konsentrasi kecil.
B. Polietilen (gelling oil)
Digunakan dalam gel hidrofobik likuid, akan dihasilkan gel yang lembut, mudah tersebar, dan membentuk lapisan/film yang tahan air pada permukaan kulit. Untuk membentuk gel, polimer harus didispersikan dalam minyak pada suhu tinggi (di atas 800C) kemudian langsung didinginkan dengan cepat untuk mengendapkan kristal yang merupakan pembentukan matriks.
C. Koloid padat terdispersi
· Mikrokristalin selulosa dapat berfungsi sebagai gellant dengan cara pembentukan jaringan karena gaya tarik-menarik antar partikel seperti ikatan hidrogen.
· Konsentrasi rendah dibutuhkan untuk cairan nonpolar. Untuk cairan polar diperlukan konsentrasi yang lebih besar untuk membentuk gel, karena adanya kompetisi dengan medium yang melemahkan interaksi antar partikel tersebut.