Tuhfah ra., Sufi Wanita sezaman Dengan Sari As-Saqati ra.

Tuhfah ra., Sufi Wanita sezaman Dengan Sari As-Saqati ra.

Begitu taatnya kepada Allah, akhirnya Tuhfah dianggap gila oleh majikannya. Sehingga, ia dimasukkan di RS jiwa. Tiba-tiba seorang sufi ingin menebusnya, tapi majikan Tuhfah yang semula menjual harga tinggi, akhirnya malah membebaskannya. Bahkan, mereka akhirnya menjalankan ibadah haji bersama-sama sampai Tuhfah meninggal dunia.

Budak Yang Sufi
Susi wanita, Tuhfah, hidup sezaman dengan sufi Sari as-Saqati (sekitar tahun 250 H/853 M). Tuhfah seorang budak yang tidak mengenal tidur maupun makan, sepanjang hari menangis serta merintih dalam mengabdi kepada Allah. Akhirnya ketika keadaan sudah demikian gawat untuk ditangani keluarga majikannya. Mereka pun mengirim ke rumah sakit jiwa.

Sufi yang banyak bercerita tentang Tuhfah adalah Sari al-Saqati. Menurut al-Saqati, dia pergi ke rumah sakit karena kesumpekan hati nya. Di suatu kamar, ia mendapati seorang gadis, hanya saja kedua kakinya dirantai. Air matanya berlinangaan sepanjang hari ia selalu melantunkan syair.

Ketika ingin tahu identitas gadis itu, seorang perawat mengatakan ia seorang budak yang gila dan bernama Tuhfah. la dikirim oleh seseorang yang rupanya majikannya. Ketika perawat itu menerangkan kepada as-Saqati perihal dirinya. Sari as-Saqati pun berlinang matanya.

Tuhfah berkata, “Tangisanmu ini, lahir dari pengetahuanmu tentang sifat-sifat Allah. Bagaimana jadinya jika engkau benar-benar mengenal-Nya sebagaimana  makrifat hakiki?” Setelah berkata begitu Tuhfah pingsan satu jam. Sesudah itu ia bersyair kembali.

Saqati menganggap, Tuhfah sebagai saudara. Ketika Saqati bertanya siapa yang memenjarakan (maksudnya mengirim) ke rumah sakit ini?” Orang-orang yang iri dan dengki,” jawabnya. Mendengar jawaban itu, Saqati menganjurkan kepada petugas rumah sakit itu agar Tuhfah dilepas saja dan membiarkan ia pergi ke mana saja. Melihat gelagat itu Tuhfah bereaksi.

Sari as-Saqati BERDOA
Mendadak seseorang muncul di rumah sakit. Menurut seorang perawat, dia adalah majikan Tuhfah. Ada yang memberi tahu, kalau budaknya yang gila itu sudah bersama as-Saqati, seorang syaikh. la sangat gembira dan mengatakan barangkali Sufi yang datang itu bisa menyembuhkan budaknya. la mengaku bahwa dirinya yang mengirim ke rurnah sakit. Seluruh hartanya sudah ludes untuk membiayai pengobatannya. Katanya budak itu dibeli dengan harga 20.000 dirham.

Saqati tertarik membeli karena ketrampilannya sebagai penyanyi, sementara alat musik yang sering ia pakai adalah harpa. la seorang sufi wanita yang begitu kuat cintanya kepada Allah.

Mendengar kisah itu Saqati kemudian dengan berani menawar berapa saja uang yang diminta jika sang majikan menjualnya. Sang majikan menukas, “Wahai Saqati, engkau benar seorang sufi, dan engkau sangat fakir, tidak bakalan bisa menebus harga Tuhfah,” tukasnya.

Benar apa yang dikatakan majikan Tuhfah. Kala menawar, Saqati tak memiliki uang sedirham pun. Saqati pulang dengan hati menangis. Tekadnya untuk membeli Tuhfah begitu besar dan menggebu-gebu, namun apa dikata, uang pun ia tak mengantungi. Kemudian ia berdoa, “Ya Allah, Engkau mengetahui keadaan lahiriah dan batiniahku. Hanya dalam rahmat dan anugerah-Mu aku percayakan diriku. Janganlah Engkau hinakan diriku kini!”

Selesai berdoa tiba-tiba pintu diketuk orang. Saqati pun membuka pintu. Didapati seseorang yang mengaku bernama Ahmad Musni dengan membawa empat orang budak yang memanggul pundi-pundi. Musni mendengar suara gaib, agar ia membawa lima pundi-pundi ke rumah Sari as-Saqati, supaya sufi fakir itu memperoleh kebahagiaan untuk membeli Tuhfah. Itulah salah satu karomah yang dimiliki al-Saqati.

HAJI BERSAMA
Mendengar cerita Musni itu, Saqati langsung sujud syukur, dilanjutkan dengan shalat malam, dan bangun sampai pagi. Ketika matahari sepenggalah, Saqati mengajak Musni ke rumah sakit. Majikan Tuhfah yang mengejeknya itu sudah
berada di rumah sakit lebih dahulu. Ketika hendak dibayar berapa saja harga yang diminta, majikan itu malah mengelak, “Tidak Tuan, sekiranya Anda memberiku seluruh dunia ini untuk membelinya, aku tidak mau menerimanya. Aku telah membebaskan Tuhfah. la henar-benar bebas untuk mengikuti kehendak Allah,” tuturnya.

Mendengar kata-kata majikan itu, Ahmad Musni yang memberi Saqati lima pundi-pundi ikut menangis. Musni menangis karena terharu kepada majikan itu yang sudah meninggalkan duniawi, melepaskan hartanya seperti dirinya juga.” Betapa agung berkah yang diberikan Tuhfah, kepada kita bertiga ini” ujar Musni sambil menatap Sari Al Saqati dan majikan Tuhfah.

Ketiga orang itu pun kini berperilaku seperti sufi. Ketiganya pergi haji ke Makkah Dalam perjalanan Baghdad-Makkah Musni meninggal dunia Ketika sampai di Baitullah dan keduanya thawaf, Ketika saqati memberi tahu, bahwa Musni sudah meninggal Tuhfah berkomentar, “Di surga ia akan menjadi tetanggaku, Belum ada seorang pun yang melihat nikmat yang diberikan kepadanya”.

Ketika Saqati memberi tahu bahwa majikannya juga melaksanakan haji bersamanya, Tuhfah hanya berdoa sebentar, sesudah itu ia roboh di samping Kakbah. Ketika majikannya datang dan melihat Tuhfah sudah tak bernyawa, ia sangat sedih dan roboh di sampingnya. Saqati kemudian memandikan, mengkafani, menyalati dan menguburkan Tuhfah dan majikannya. Saqati selesai berhaji pulang sendirian ke Irak.

Syair-Syair Mahabbah Tuhfah kepada Allah

Aku bahagia berada dalam jubah Kesatuan

yang Engkau kenakan pada diriku

Engkaulah Tuhanku, dan Tuhan dalam kebenaran, seluruhnya

Hasrat-hasrat sekilas mengepung qalbuku

Namun, setiap dorongan berhimpun dalam diri-Mu

bersama-sama, saat kutatap diri-Mu

Segenap tenggorokan tercekik kehausan pun

terpuaskan air minuman

Tapi, apa yang terjadi atas orang orang yang kehausan oleh air?

Qalbuku pun merenungkan dan merasa sedih atas segenap dosa dan kesalahan di masa lalu

Sementara jiwa yang terikat raga ini pun menanggung derita kepedihan

Jiwa dan pikiranku pun kenyang dengan kerinduan

Ragaku pun sepenuhnya bergelora dan membara

Sementara dalam relung qalbuku, cinta-Mu pun tertutup rapat-rapat

Betapa sering aku kembali menghadap kepada-Mu

seraya memohon ampunan-Mu

Wahai junjunganku, wahai Tuhanku,

Engkau tahu apa yang ada dalam diriku

Kepada orang banyak telah kuserahkan dunia dan agamanya

Dan aku sibuk terus menerus mengingat-Mu

Engkau, yang  merupakan agama dan duniaku

Sesudah mencari-Mu dengan kecemburuan liar seperti ini,

kini akyu dibenci dan didengki

Karena Engkau adalah Tuhanku

kini akulah kekasih di atas segalanya

Ada lagi syair Tuhfah ra. lainnya

Qalbuku, yang mabuk oleh anggur lembut kasih sayang dan cinta,

kembali merindukan kekasihnya

Wahai, menangislah! Bebaslah dalam menangis di Hari Pengasingan

Air mata berlimpah yang jatuh berderai sesungguhnya baik semata

Betapa banyak mata yang dibuat Allah menangis ketakutan dan merasa risau kepada-Nya

kemudian merasa lega dan tentram

Sang budak yang tak sengaja berbuat dosa tapi menangis penuh penyesalan tetaplah seorang budak

Sekalipun ia kebingungan dan begitu ketakutan

Dalam qalbunya lampu terang pun bersinar cemerlang.

Pustaka :

1. Nurani 199, 6 – 12 Oktober 2004

2. Javad Nurbakh, Wanita-wanita Sufi, Penerbit Mizan, Bandung, 1983.

3. http://oryza.blogsome.com/2006/05/22/tuhfah-sufi-wanita-dari-irak/