ARTIKEL SEJARAH TENTANG KABUPATEN KAMPAR

 

 

1.   Sejarah Singkat Kabupaten Kampar

 

            Pada awalnya Kampar termasuk sebuah kawasan yang luas, merupakan sebuah kawasan yang dilalui oleh sebuah sungai besar, yang disebut dengan Sungai Kampar. Berkaitan dengan Prasasti Kedukan Bukit, beberapa sejarahwan menafsirkan Minanga Tanvar dapat bermaksud dengan pertemuan dua sungai yang diasumsikan pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Penafsiran ini didukung dengan penemuan Candi Muara Takus di tepian Sungai Kampar Kanan, yang diperkirakan telah ada pada masa Sriwijaya.

            Berdasarkan Sulalatus Salatin, disebutkan adanya keterkaitan Malaka dengan Kampar. Kemudian juga disebutkan Sultan Malaka terakhir, Sultan Mahmud Syah setelah jatuhnya Bintan tahun 1526 ke tangan Portugal, melarikan diri ke Kampar, dua tahun berikutnya wafat dan dimakamkan di Kampar. Dalam catatan Portugal, disebutkan bahwa di Kampar waktu itu telah dipimpin oleh seorang raja, yang juga memiliki hubungan dengan penguasa Minangkabau.Tomas Dias dalam ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau tahun 1684, menyebutkan bahwa ia menelusuri Sungai Siak kemudian sampai pada suatu kawasan, pindah dan melanjutkan perjalanan darat menuju Sungai Kampar. Dalam perjalanan tersebut ia berjumpa dengan penguasa setempat dan meminta izin menuju Pagaruyung.

 

 

2.     Pariwisata dan Budaya

Kabupaten Kampar memiliki kawasan situs purbakala yang diperkirakan telah ada pada masa Sriwijaya yaitu Candi Muara Takus, kawasan ini selain menjadi kawasan cagar budaya juga menjadi tujuan wisata religi bagi umat Buddha. Selain itu masyarakat Kampar yang beragama Islam, masih melestarikan  tradisi  mandi balimau bakasai yaitu mandi membersihkan diri di Sungai Kampar terutama dalam  menyambut bulan Ramadhan. Kemudian terdapat juga tradisi Ma'awuo ikan yaitu  tradisi menangkap ikan secara bersama-sama (ikan larangan) setahun sekali, terutama pada kawasan Danau Bokuok (Kecamatan Tambang) dan Sungai Subayang di Desa Domo (Kecamatan Kampar Kiri Hulu).

Budaya masyarakat Kampar tidak lepas dari pengaruh Minangkabau yang identik dengan sebutan Kampar Limo Koto dan dahulunya merupakan bagian dari Pagaruyung. Limo Koto terdiri dari Kuok, Salo, Bangkinang, Air Tiris dan Rumbio. Terdapat banyak persukuan yang masih dilestarikan hingga kini, termasuk model kekerabatan dari jalur ibu (matrilineal). Konsep adat dan tradisi persukuannya sama dengan konsep Minang khususnya di Luhak Limopuluah. Bahasa sehari-hari masyarakat Kampar mirip dengan Bahasa Minangkabau, atau disebut dengan Bahasa Ocu salah satu varian yang mirip dengan bahasa digunakan di Luhak Limopuluah. Bahasa ini berlainan aksen dengan varian Bahasa Minangkabau yang dipakai oleh masyarakat Luhak AgamLuhak Tanah Datar maupun kawasan pesisir Minangkabau lainnya. Di samping itu, Kampar Limo Koto juga memiliki semacam alat musik tradisional yang disebut dengan Calempong dan Oguong.

Kampar bukan mengikuti minangkabau tapi minangkabau merupakan nenek moyang nya berasal dari kampar.awalnya kerajaan melayu terletak di minanga yaitu di 13 koto Kampar Minanga ini artinya menegah. ditengah pulau sumatera, kemudia kerajaan dibawah takluk sriwijaya yang sama2 berbahasa melayu. selanjutnya kerajaan ini menyebar kebarat membentuk kerajaan malayu/melayu,menyebar ke semenanjung sesuai prasasti grahi di thailan selatan, prasasti padang roco di sumbar juga ada, sila kan buka catatan kuno kerajaan sriwijaya, melayu dan letaknya..sesungguhnya menurut sebagian pendapat bahwa adat melayu kuno itu lah adat kampar sekarang karena menurut sejarah melayu dan kitab tun sri lanang dan juga tambo minagkabau bersasl dr india,sebab kita ketahui kebudayaan yang mensucikan kerbau adalah kebudayaan hindu makanya jgn heran adat rumah minang itu seperti kerbau..karena sebelum islam masuk kita meng agungkan kerbau.....coba baca sejarah lebih teliti lagi..karena jika hanya calempong ..maka..calempong itu sudah ada pada masyarkata dayak, champa, sulu, minandanao.

Kampar sangat identik dengan sebutan Kampar Limo Koto. Limo Koto terdiri dari XIII Koto Kampar, Kuok, Bangkinang, Air Tiris dan Rumbio. Terdapat banyak persukuan yang masih dilestarikan hingga kini. Konsep adat dan tradisi persukuannya sama dengan konsep adat dan persukuan minangkabau di sumatera barat. Tidak heran bila adat istiadat hingga bahasa sehari-hari warga Limo Koto agak mirip dengan Minang Kabau. Bahasa yang dipakai di Limo Koto, yang juga kemudian menjadi bahasa Kampar adalah bahasa Ocu. Di samping itu, Limo Koto juga memiliki semacam alat musik tradisional dan seni tradisisional seperti Calempong ,Oguong, bakayek (Hikayat) yang sangat khas 

Bahasa Ocu sangat lah unik dan maih dipengaruhi kebudayaan Arab Melayu , tandanya saja bahasa Ocu ini bisa ditulis dalam hurup Arab Melayu. Bagi suku suku lain yang ingin melafaskan bahasa Ocu sangat lah sulit . Walaupun bisa menggunakan bahasa Ocu ini harus menetap dalam sekian tahun dulu di daerah ini dan berbaur lansung dengan bahasa keseharian masyarakat kampar ini.

lain hal nya putra daerah kampar kemanapun pergi di daerah lainnya akan bisa mengikuti logat dan aksen dari bahasa dimana daerah yang ditinggalinya.

            Di samping julukan BUMI SARIMADU kabupaten Kampar juga terkenal dengan julukan SERAMBI MEKKAH di propinsi Riau. Ini disebabkan masyarakatnya yang 100% beragama Islam (etnis ocu), demikian juga dengan pakaian yang sehari-hari yang dipakai bernuansa muslim

            Kampar, Kabupaten kamparKampar adalah salah satu Kabupaten di propinsi Riau lahir pada tanggal 06 februari 1950, hal ini tertuang dalam Perda Kabupaten Kampar Nomor 02 tahun 1999 dengan rujukan peraturan undang-undang ketetapan Gubernur Militer Sumatera Tengah, Nomor : 3 / DC / STG / 50 tanggal 06 Februari 1950. dan secara administratif pemerintahan Kabupaten Kampar dipimpin oleh Bupati pertama pada tahun 1958.

            Jauh sebelumnya Kampar telah memiliki sejarah panjang dengan Limo kotonya, dimana daerah ini, dulunya adalah bagian dari persukuan Minangkabau di Sumatera Barat, semasa pemerintahan system adat kenegerian yang dipimpin oleh datuk atau ninik mamak, pemerintahan Kampar dikenal dengan sebutan “Andiko 44” yang termasuk kedalam wilayah pemerintahan Andiko 44 adalah XIII Koto Kampar, VIII Koto Setingkai (Kampar Kiri), daerah Limo Koto (Kuok, Bangkinang, Salo, Airtiris dan Rumbio), X Koto di Tapung ( Tapung Kiri VII dan Tapung Kanan III),II Koto Sibalimbiong (Siabu), Rokan IV Koto dan Pintu Rayo.

            Adat istiadat hingga bahasa sehari-hari (bahasa Ocu) hampir mirip dengan Minangkabau dan demikian pula semacam seni budaya, alat musik tradisional (calempong dan Oguong) dan beberapa kebiasaan lainnya.Kampar sebagai Kabupaten tertua di Propinsi Riau hingga hari ini (2008) memiliki luas 27.908.32 Km2, dengan beberapa kali pemekaran wilayah, seperti lahirnya Kabupaten Pelalawan dan Rokan Hulu, sementara jumlah penduduknya berkisar 750.000 jiwa / km2 dengan batasan-batasan wilayah, sebelah utara dengan Kabupaten Siak, sebelah Timur dengan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Pelalawan, sebelah Selatan dengan Kabupaten Kuantan Singingi dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Lima puluh Koto (Sumatera Barat).Baghandu Sudah menjadi pemandangan umum bagi masyarakat Limo Koto(Kampar) pada masa dahulu, bertani secara berpindah-pindah adalah rutinitas dalam menjalani kehidupan. Hal ini tentunya didukung oleh alam nan hijau luas terbentang. Ketika mentari pagi menyinsing menembus celah-celah dedaunan rimbunnya alam rimba. Langkah-langkah gontai akan berbondong menuju hamparannya masing-masing. Padi menguning sejauh mata memandang, mengikuti permukaan bumi, lekukan datar membukit, bergelombang seirama dengan kehidupan. Mentaripun membuntutinya selama menjalankan aktifitas. Siangpun tiba, pelangkah gontai tersebut mulai kelelahan dan semakin tanpak gontai. Seseorang, beberapa orang bergerak mencari tempat duduk diatas pematang, disanalah ia akan melepas kelelahan dengan Baghandu, melantunkan nyanyian dan nada-nada kehidupan.Salah satu baghandu yang melegenda adalah senandungan ibu-ibu meninabobokan buah hatinya. Hal ini diambil dari potongan Hadist Rasulullah Saw

 

”tuntutlah ilmu itu dari ayunan hingga ke liang lahat”.

Dengan dasar ini orang tua-tua Limo koto mengenalkan dasar Islam kepada anak-anak balitanya dengan dua kalimat syahadat melalui ayunan atau Baghandu, bait berikut merupakan penggalan dari kalimat baghandu.

                                      ”Laa ilaa ha illallaah,
                                     
Muhammaa dur-Rasulullaah,
                                     
Tiado tuhan salain AllahMuhammad du rasul Allah
                                     
Kok aghi ba bilang aghi,
                                     
Suda komi la jumat pulo,
                                     
Kok nak tontu nak agamo kami,
                                     
Namonyo Islam, Muhammad nabi nyo...”

Kampar memiliki catatan Sejarah yang membuktikan asal usul dan identitas diri masyarakatnya dengan adanya situs - situs kerajaan seperti terdapat di darussalam. 
Pemerintah Darussalam di Kabupaten Kampar, Riau, sampai saat ini masih menyisakan kejayaannya. Hal itu bisa terlihat dari masih berdirinya situs bersejarah Istana Kerajaan Darussalam hingga kini.

Istana Kerajaan Darussalam berdiri di Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar. Tidak ada keterangan pasti tentang kapan raja Darussalam pertama berkuasa. Literatur sejarah Melayu pun tidak banyak menjelaskan asal-usul kerajaan di pinggir Sungai Kampar ini. Hanya, para tokoh adat di Gunung Sahilan, memperkirakan Kerajaan Darussalam diperkirakan berdiri sekitar tahun 1901.

 

Selanjutnya, setelah Indonesia merdeka, kekuasaan raja diambil alih pemerintah Republik Indonesia. Sayangnya, meski bernilai sejarah tinggi, istana dan benda pusaka Kerajaan Darussalam, tidak terawat dengan baik. Beberapa bagian istana terlihat rusak. Bangunan yang sudah berdiri ratusan tahun ini lapuk dimakan usia.

Selain Kerajaan Darussalam, di Provinsi Riau, juga pernah berdiri sejumlah kerajaan Melayu, antara lain Kerajaan Siak, Kunto Darussalam, Indragiri dan Pelalawan. Umumnya, kekuasaan kerajaan-kerajaan ini berada di bawah pengaruh dua kerajaan besar, yakni Malaka dan Kerajaan Pagaruyung

  Seiring Putaran waktu tanpa terasa telah mengantarkan Kabupaten Kampar pada usia yang lebih dari setengah abad, tepatnya pada tanggal 6 Februari 2010 Kabupaten Kampar telah berusia 60 tahun. Dalam rentang waktu yang cukup panjang Kabupaten Kampar telah mengalami banyak perubahan dan kemajuan, yang tidak bisa kita pungkiri, merupakan hasil dari proses pembangunan selama ini.. Perubahan-perubahan itu dapat kita lihat dan rasakan pada hampir seluruh aspek kehidupan, tentunya sebagai bagian integral dari wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Perkembangan yang terjadi disini sangat dipengaruhi dan diwarnai pula oleh perkembangan Negara secara keseluruhan.Pembentukan Kabupaten Kampar tidak lepas dari proses sejarah yang cukup panjang yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi pada saat itu dimulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman pemerintahan Jepang, zaman kemerdekaan hingga era otonomi daerah.

 

*      Zaman Penjajahan Belanda.

            Pada zaman Belandsa ini pembentukan Kabupaten Kampar telah mulai terlihat, namun Kabupaten Kampar masih embrio, belum ada pengelompokkan biaya secara pasti yang dapat dijadikan cikal bakal berdirinya Kabupaten Kampar. Saat itu secara administrasi dan wilayah pemerintahannya, Kabupaten Kampar masih berdasarkan persekutuan hukum adat, yang meliputi beberapa kelompok wilayah yang sangat luas, seperti ; Pertama, Desa Swapraja meliputi : Rokan, Kuto Darussalam, Rambah, Tambusai dan Kepenuhan yang merupakan suatu Lanschappen atau raja-raja dibawah District Loofd Pasir Pengarayan yang dikepalai oleh seorang Belanda yang disebut Kontroleur (Kewedanaan) Aderah / wilayah yang termasuk residensi Riau. Kedua, Kedemangan Bangkinang, membawahi kenegrian Batu Bersurat, Kuok, Salo, Bangkinang dan Air Tiris termasuk residen Sumatra Barat, karena susunan masyarakat hukumnya sama dengan daerah Minang Kabau yaitu Nagari, Koto dan Teratak. Ketiga, Desa Swapraja Senapelan/ Pekanbaru meliputi kewedanan Kampar Kiri, Senapelan dan Swapraja Gunung Sahilan Singingi sampai kenegrian Tapung Kiri dan Tapung Kanan termasuk Kesultanan Siak (Residensi Riau). Keempat, Desa Swapraja Pelalawan meliputi : Bunut, Pangkalan Kuras, Langgam, Serapung dan Kualu Kampar (Residensi Riau).. Begitu luasnya cikal bakal wilayah Kabupaten Kampar, mengakibatkan belum sempat diresmikannya Kabupaten Kampar oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Tengah pada bulan Nopember 1948, disebabkan situasi diwaktu itu sudah genting antara Republik Indonesia dengan Belanda.

*      Zaman Pemerintahan Jepang

            Saat itu guna kepentingan militer Kabupaten Kampar dijadikan satu Kabupaten, dengan nama Riau Nishi Bunshu (Kabupaten Riau Barat) yang meliputi kewedanaan Bangkinang dan kewedanaan Pasir Pengaraian. Dengan menyerahnya Jepang ke pihak sekutu dan setelah proklamasi Kemerdekaan, maka kembali Bangkinang ke status semula, yakni Kabupaten Lima Puluh kota, dengan ketentuan dihapuskannya pembagian administrasi pemerintahan berturut-turut seperti : CU (Kecamatan), GUN (Kewedanaan), BUN (Kabupaten), Kedemangan Bangkinang dimasukan kedalam Pekanbaru BUN (Kabupaten) Pekanbaru.

*      Zaman Kemerdekaan

            Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, atas permintaan Komite Nasional Indonesia Pusat Kewedanaan Bangkinang dan pemuka-pemuka masyarakat Kewedanaan Bangkinang kepada pemerintah Keresidenan Riau dan Sumatra Barat agar kewedanaan Bangkinang dikembalikan kepada status semula, yakni termasuk Kabupaten Lima Puluh Kota Keresidenan Sumatra Barat dan terhitung mulai tanggal 1 Januari 1946 Kewedanaan Bangkinang kembali masuk Kabupaten Lima Puluh kota keresidenan Sumatra, dan Kepala Wilayah ditukar dengan sebutan Asisten Wedana, Wedana dan Bupati. Untuk mempersiapkan pembentukkan Pemerintah Provinsi dan Daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri maka Komisariat Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi menetapkan peraturan sementara daerah-daerah Kewedanaan dan daerah Kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Namun baru merupakan peraturan tentang pembentukan Kabupaten Kampar dalam Provinsi Sumatra Tengah, dengan pembagian 11 (sebelas) Kabupaten di Sumatra Tengah yakni:

 

§  Kabupaten Singgalang Pasaman dengan ibukota Bukit Tinggi.

§  Kabupaten Sinamar dengan ibukota Payakumbuh.

§  Kabupaten Talang dengan ibukota Solok.

§  Kabupaten Samudera dengan ibukota Pariaman.

§  Kabupaten Kerinci/Pesisir Selatan dengan ibukota Sei. Penuh.

§  Kabupaten Kampar dengan ibukota Pekanbaru, meliputi daerah Kewedanaan Bangkinang, Pekanbaru, kecuali Kecamatan Singingi, Pasir Pengarayan dan Kecamatan Langgam.

§  Kabupaten Indragiri dengan ibukota Rengat.

§  Kabupaten Bengkalis dengan ibukota Bengkalis. Meliputi Daerah Kewedanaan Bengkalis, Bagan Siapi-api, Selat Panjang, Pelalawan kecuali Kecamatan Langgam dan Kewedanaan Siak.

§  Kabupaten Kepulauan Riau dengan ibukota Tanjung Pinang.

§  Kabupaten Merangin dengan ibukota Muara Tebo.

§  Kabupaten Batang Hari dengan ibukota Jambi.

   Berdasarkan pembagian Kabupaten di Sumatra Tengah tersebut diketahui bahwa tanggal 1 Desember 1948 adalah proses yang mendahului pengelompokkan wilayah Kabupaten Kampar. Sementara tanggal 1 Januari 1950 adalah tanggal ditunjuknya DT. WAN ABDUL RAHMAN sebagai Bupati Kampar pertama, dengan tujuan untuk mengisi kekosongan Pemerintahan, karena adanya penyerahan Kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia hasil Konfrensi Meja Bundar.

Tanggal 6 Februari 1950 adalah saat terpenuhinya seluruh persyaratan untuk penetapan hari kelahiran, hal ini sesuai Ketetapan Gubernur Militer Sumatra Tengah Nomor. 3/DC/STG/50 tentang penetapan Kabupaten Kampar yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.

Mulai tanggal 6 Februari tersebut Kabupaten Kampar resmi memiliki nama, batas-batas wilayahya, rakyat/masyarakat yang mendiami wilayah dan pemerintah yang sah dan kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom Kabupaten dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatra Tengah

            Secara yuridis dan sesuai persyaratan resmi berdirinya suatu daerah, dasar penetapan hari jadi Kabupaten Kampar adalah pada saat dikeluarkannya ketetapan Gubernur Militer Sumatra Tengah nomor. 3/DC/STG/50 tanggal 6 Februari 1950, yang kemudian telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar Nomor. 02 Tahun 1999 tentang hari jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar, dan disahkan oleh Gubernur Kepala Tingkat I Riau 

Nomor : KPTS.60/II/1999 tanggal 4 Februari 1999 dan diundangkan dalam lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar tahun 1999 Nomor. 01 tanggal 5 Februari 1999.

            Dalam perkembangan selanjutnya sesuai dengan perkembangan dan aspirasi masyarakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 181) tanggal 4 Oktober 1999 Kabupaten Kampar dimekarkan menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hulu,. Dua Kabupaten baru tersebut yaitu Kabupaten Rokan Hulu dan Pelalawan sebelumnya merupakan wilayah Pembantu Bupati Wilayah I dan Pembantu Bupati Wilayah II dimana Kabupaten tersebut memperingati Hari Jadinya setiap tanggal 4 Oktober.

Sejak terbentuknya Kabupaten Kampar sampai dengan diperingatinya hari jadi Kabupaten Kampar ke-59 tahun 2009 yang Insya Allah akan digelar pada hari Jum’at tanggal 6 Februari 2009, pejabat yang pernah menjadi pimpinan daerah di Kabupaten Kampar adalah :

BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN KAMPAR  :

1.      DATUK WAN ABDUL RAHMAN (1 JANUARI 1950 S.D APRIL 1954)

2.      ALI LUIS (APRIL 1954 S.D MARET 1958)

3.      ABD.  MUIN DATUK RANGKAYO MAHARAJO (MARET  1956 S.D  SEPTEMBER 1958)

4.      DATUK WAN ABDUL RAHMAN (3 SEPTEMBER 1958 S.D  OKTOBER 1959)

5.      DATUK HARUNSYAH (2  JANUARI 1960 S.D 11 FEBRUARI 1965)

6.      TENGKU MUHAMMAD ( 11 NOVEMBER 1965 S.D 17 MEI 1967)

7.      R. SOEBRANTAS SISWANTO (18 MEI 1967 S.D 18 SEPTEMBER 1978)

8.      ABDUL MAKAH HAMID , SH (7 SEPTEMBER 1978 S.D  14 FEBRUARI 1979)

9.      SARTONO HAD I SUMARTO (14 FEBRUARI  1979 S.D 14 FEBRUARI 1984)

10.  SYARIFUDDIN ( 28 MEI 1984 S.D 3 OKTOBER 1985)

11.  H. IMAM MUNANDAR (PEJABAT BUPATI  1985 S.D  1986)

12.  H. SALEH DJASIT,SH ( 28 MEI 1986 S.D  3 APRIL 1996)

13.  H. M. AZALY DJOHAN, SH   (PEJABAT BUPATI 3 APRIL 1996 S.D  4 NOVEMBER  1996)

14.  DRS. H. BENG SABLI (4 NOVEMBER  1996 S.D  5 APRIL 2001)

15.  DRS. H. SYAWIR HAMID (PEJABAT BUPATI  5 APRIL 2001 S.D 23 NOVEMBER 2001)

16.  H. JEFRY NOER DAN WAKILNYA H. A ZAKIR, SH MM  (23 NOPEMBER 2001 S.D 25 MARET 2004)

17.  RUSLI ZAINAL PLT. BUPATI KAMPAR   ( 25 MARET  2004 S.D 23 SEPTEMBER 2005)

18.  JEFRY NOER DAN WAKILNYA H. A.