Membaca merupakan aspek terpenting dalam proses belajar mengajar seseorang terutama dalam kaitannya dengan 4 (empat) keterampilan berbahasa yaitu: menyimak/mendengar, berbicara/bercakap, membaca dan menulis. Dalam sejarah Islam, membaca merupakan amanat pertama kerasullan Muhammad dengan diturunkan Surat Al alaq di gua Hira sebagai perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril untuk membaca (iqro).
Aktivitas membaca memiliki peran penting sebagai cara untuk mentrasfer berbagai ilmu pengetahuan (konsep, teori, istilah) yang tersebar di berbagai tempat (tex book, virtual ) kepada si pembaca. Dalam rangka menuju masyarakat informasi (information society) ketrampilan membaca sebagai aspek penting pembelajaran perlu disosialisasikan dan perlu dikampanyekan di kalangan Arsiparis.
Hal ini penting karena sesuai laporan UNDP (2003) dalam kiatannya dengan HDI (human development index) : umur harapan hidup, GDP per kapita, literasi (kemampuan baca-tulis) terhadap 175 negara, Indonesia berada pada urutan paling bawah di antara negara-negara di Asia Tenggara, yaitu berada pada urutan 112 masih di bawah Vietnam yang menempati urutan 109, Philippines 85, Thaiand 74, Malaysia 58, Brunei Darussalam 31, Singapore 28. Masih berkaitan dengan indeks pembangunan manusia (human development index) dilaporkan pula oleh Buchori (1997) bahwa kemampuan membaca tulis anak SD di Indonesia melalui tes penilaian pendidikan internasional (International Education Assesment Test) berada pada urutan kedua terendah dengan nilai 36,0 % di atas Venezuela yang menempati nomor urut satu terendah dengan nilai 33,9 %.
Meskipun laporan Buchori berkaitan dengan fenomena yang terjadi di lingkungan pendidikan dasar , namun kurangnya minat baca mungkin juga terjadi di kalangan siswa SLTP/SLTA, mahasiswa, dosen, peneliti, Arsiparis dan para profesionalisme lainnya. Mengapa Budaya Baca ? Budaya dan membaca bagi Arsiparis menurut hemat penulis ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya dan saling melengkapi. Kenapa demikian?.
Karena melalui membaca, Arsiparis dapat memperkaya pengetahuannya sehingga mampu meningkatkan kemampuan diri, berinovasi atau melakukan penelitian (reseach) serta mengetahui informasi terkini dalam dunia kearsipan.
Membaca merupakan proses mengerti arti pesan yang tertulis dalam teks. Marie M. Clay (1989) mengatakan reading is a process by which people can , on the run, extract a sequence of cues from printed and relate these, one to another, so that they understand the precise, message of the text. Adapun ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan dari proses membaca selanjutnya dimaknai sebagai salah satu budaya yang berwujud material (physical culture/material culture). Seperti dikatakan oleh Koentjoroningrat (2000) budaya mempunyai tiga wujud, yaitu :
1) ide, gagasan, norma, peraturan;
2) aktivitas dan kelakuan;
3) benda hasil karya manusia. Dwigth Antro (1994) menyebutkan culture is what ever human do, learned behavior, way of life, life style. Demikian halnya dengan budaya tinggi yang melekat dalam diri Arsiparis yang disertai dengan rasa ingin tahu dapat menggugatnya untuk meningkatkan frekuensi membacanya. Seperti Maslow (1950) sebutkan bahwa tingkat kebutuhan manusia tertinggi (hierarchy of human needs) adalah aktualisasi diri. Bagaimana aktualisasi diri Arsiparis dapat terpenuhi tentunya dengan menumbuhkan kegemaran membaca yang tinggi. Dalam perspektif lain, Giddens (2002) menyebutkan bahwa budaya pada intinya mengacu pada pandangan hidup (way of life) anggota atau kelompok masyarakat yang mengajarkan tentang perihal mulai dari perilaku-perilaku dasar manusia seperti cara berpakain, norma dalam keluarga, pola kerja, hingga sampai pada pemenuhan kesenangan (leisure pursuit) (Giddens, 2002), yang oleh Maslow (1950) dimaknai sebagai pemenuhan kebutuhan yang paling tinggi
hirarkinya yaitu aktualisasi diri (selft actualization). Sutomo (2003) mengatakan akibat utama yang ditimbulkan dari masyarakat yang memiliki budaya baca rendah adalah masyarakat yang tidak produktif. Tidak produktifnya masyarakat sebagai akibat dari 3 (tiga) factor yaitu : sulit komunikasi, tidak bisa inovasi, sulit transfer dan pakai IPTEK. Ketiga faktor akibat tersebut disebabkan oleh permasalahan inti yaitu pada masyarakat yang bersangkutan membaca dan belajar belum menjadi budaya. Dan belum membudayanya membaca dan belajar di kalangan masyarakat kita disebabkan oleh 3 (tiga) hal yaitu : sistem pendidikan yang kurang efektif, masyarakat belum menyadari, budaya kurang kondusif. Manfaat Baca bagi Arsiparis Baca (membaca) berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (KBHI, 2002).
Bagi Arsiparis membaca itu sendiri bertujuan untuk memperkaya wawasan sehingga terampil menangani masalah-masalah kearsipan di lingkungan kerjanya sebagai seorang profesionalisme dan lebih siap untuk menghadapi berbagai problema hidup sebagai manusia. Dalam Surat Keputusan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 09/KEP/M.PAN/2/ 2002 tentang Jabatan Fungsional Arsiparis dan Angka Kreditnya terdapat 179 rincian kegiatan kearsipan yang menjadi kewenangan Arsiparis tingkat Ketrampilan dan 535 item kegiatan untuk Arsiparis tingkat Keahlian. Sesuai dengan jenjang kewenangan masing-masing Jabatan Fungsional Arsiparis, dari 714 item kegiatan kearsipan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menpan Nomor 09/KEP/M.PAN/2/ 2002 tersebut merupakan ladang subur bagi Arsiparis PNS untuk berkarier di jalur fungsional yang apabila dilakukan dengan serius akan mengantarkan seorang Arsiparis ke jenjang pangkat dan jabatan tertinggi sebagai PNS (IV e) dan tentunya juga meningkatkan "kesejahteraan Arsiparis" (poin,dan koin).
Lalu apa resepnya? Jawabannya hanya satu yaitu mau belajar dan suka membaca, baik pengetahuan yang berkaitan langsung dengan pengetahuan di bidang kearsipan maupun pengetahuan pendukung yang dapat membantu karier sebagai seorang profesional di bidang kearsipan. Belajar dan membaca yang positif dapat dilakukan di mana dan kapan saja oleh Arsiparis, baik secara formal ( dengan memperdalam pengetahuan secara akademis), dan secara non formal sekedar menambah wawasan sambil menikmati kesenangan atau mengisi waktu luang dengan mengikuti short course, membaca buku-buku fiksi/karya sastra, majalah-majalah yang menyuguhkan hobi kepada pembaca seperti olah raga, desain interior/arsitektur, mode dan lain-lain. Dengan demikian, maka budaya membaca sebagai karakter yang dimiliki bangsa Indonesia perlu ditumbuhkankembangkan dalam diri setiap Arsiparis sejak dini dalam lingkungan kerjanya.
Karena dengan budaya membaca yang tinggi Arsiparis akan mampu menangkap isu strategis yang muncul dari budaya globalisasi yang telah merambah seluruh pelosok negeri. Melalui membaca pula, maka Arsiparis dapat menilai konsep dan teori-teori kearsipan mana yang baik dan cocok untuk diterapkan di republik tercinta ini sebagai akibat globalisasi. Itulah sebabnya, di samping dasar penanaman nilai-nilai spiritual dalam diri Arsiparis penanaman nilai-nilai (values)/kode etik (code of ethics records manager and achivist) dalam diri Arsiparis amatlah penting dilakukan termasuk budaya baca. Hal ini dimaksudkan agar Arsiparis menjadi figur yang memiliki wawasan yang luas sebagai seorang professional yang mengelola informasi, seperti dikatakan Walne (1988) : 1) Records Manager a person professionally occupied in the conduct of records management programme. Also known as a records officier or records administrator. 2) Archivist is a person professionally occupied in the administration of archives.
Upaya membangun budaya baca di kalangan Arsiparis dimaksudkan untuk mewujudkan Arsiparis Indonesia yang berwawasan dan tanggap akan perubahan yang terjadi dilingkungan luar (eksternal) sehingga tercipta Arsiparis yang berpengetahuan " knowledge-base society". Kenapa demikian? Karena masa depan yang dibawa oleh proses globalisasi yang telah mengalir dalam setiap anak bangsa di muka bumi ini adalah masyarakat yang berdasarkan ilmu pengetahuan (knowledge-base society). Masyarakat (baca: Arsiparis) masa depan tersebut adalah masyarakat yang berubah dan didasarkan kepada penemuan-penemuan yang meningkatkan taraf dan derajat hidup yang lebih baik.
Least, kembali kepada budaya baca di atas, lima belas tahun lalu, harian Kompas dalam rangka ulang tahunnya melakukan saresehan tentang perlunya antisipasi terhadap perkembangan abad mendatang dan persiapan SDM untuk kebutuhan tersebut. Rekomendasi dari saresehan tersebut adalah untuk membangun manusia baru Indonesia, ada 3 (tiga) sifat utama yang harus dipenuhi: Pertama, serba tahu atau sadar akan ilmu pengetahuan dan teknologi, kedua, harus kreatif, dan ketiga, memiliki solidaritas dengan sesamanya dan memiliki kesadaran etis (Sukarman, 2005). Hipotesis yang dapat ditarik adalah budaya baca dan belajar merupakan faktor penting untuk mengetahui, menguasai, mentransfer, dan menerapkan IPTEK. Nah, bagi profesional kearsipan tentunya akan sepakat bahwa satu-satu cara untuk memiliki sifat-sifat tersebut di atas adalah melalui belajar dan membaca (iqro) sehingga Arsiparis memiliki misi yang jelas membangun bangsa melalui budaya baca dan belajar agar mampu mengetahui, menguasai, mentransfer, dan memanfaatkan IPTEK + IMTAK untuk memajukan dunia kearsipan Indonesia serta meningkatkan standar dan kualitas hidup Arsiparis.
Dengan telah terbentuknya Ikatan Arsiparis Indonesia (AAI) dan tersusunnya Pengurus Nasional AAI, yang diisi oleh orang-orang dari berbagai latar belakang (PNS Pusat/Daerah, BUMN, Swasta, Perguruan Tinggi) dan memiliki integritas tinggi terhadap kearsipan pada 18 Mei 2005, maka sudah saatnyalah untuk mensosialisasikan pentingnya" membangun budaya membaca" (lifetime reading) di kalangan komunitas profesional Arsiparis menuju knowledge- base society. Hidup Arsiparis
sumber : http://www.arsipdaerahntt.org/index.php/component/content/article/46-artikel/163-membangun-budaya-baca-arsiparis.html