Dunia Perpustakaan | Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) Muhammad Syarif Bando mengatakan, pihaknya bertanggung jawab dalam pelestarian naskah kuno warisan nusantara. Saat ini ada sekitar 66.409 naskah kuno yang masih ada di Indonesia.
Syarif menuturkan, PNRI sendiri kini menyimpan sebanyak 11.409 judul naskah kuno. Sementara, sebanyak 50 ribuan judul naskah kuno lain tersebar di beberapa lembaga dan koleksi pribadi milik peneliti atau akademisi.
“Selain naskah kuno, kami pun menyimpan koleksi buku langka yang kini sudah tidak diterbitkan lagi. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah naskah kuno ditulis dengan tulisan tangan dengan medium noncetak dan disampaikan dalam berbagai bahasa nusantara. Sementara itu, buku langka merupakan buku yang dicetak baik dalam bahasa Belanda maupun bahasa Inggris dan berisi informasi mengenai Indonesia,” ujar Syarif.
Naskah kuno yang ada di Indonesia, lanjut dia, berisi ragam informasi yang cukup lengkap. Beberapa informasi di antaranya sistem kerajaan di Indonesia, tata cara perkawinan, pembagian kekuasaan pada masa kerajaan, kepercayaan masyarakat Indonesia, mantra-mantra, perihal kemaritiman, dan sebagainya.
Naskah tersebut ditulis sedikitnya dalam 20 kelompok bahasa nusantara, mulai dari Aceh, Batak, Sansekerta, Bali, Sunda, Bugis, Walio, dan beberapa bahasa nusantara lain. Selain PNRI, beberapa instansi yang kini menyimpan naskah kuno adalah UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas Sastra Universitas Udayana, Kesultanan Siak Sri Inderapura-Riau, dan Pusat Dokumentasi Provinsi Bali.
Syarif mengakui, memang ada sejumlah koleksi naskah kuno yang kini tersimpan di luar negeri, di antaranya di British Library, Inggris, dan perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Ia menyebut naskah kuno asli yang kini tersimpan di Inggris dan Belanda, yakni naskah kuno tertua Indonesia, naskah asli Babad Diponegoro, dan naskah asli I La Galigo, sebuah kisah mitologi rakyat Sulawesi Selatan.
Meski demikian, pihaknya menampik jika jumlah naskah kuno yang tersimpan di Belanda dan Inggris lebih banyak jika dibandingkan dengan yang tersimpan di Indonesia. Dia menjelaskan, di Universitas Leiden ada sekitar 26 ribu naskah kuno yang tersimpan. Sementara, koleksi naskah kuno di British Library sekitar 500 naskah.
“Menurut kami, kondisinya tidak bisa diperbandingkan. Sebab, yang ada di Leiden itu memang berada di satu lokasi. Pengarsipannya baik sehingga memudahkan orang untuk mencari referensi. Naskah kuno yang ada di Indonesia masih banyak yang tersebar. Itulah sebabnya mengapa seolah naskah yang berada di Leiden lebih lengkap,” jelas Syarif.
Untuk melestarikan koleksi naskah kuno, pihak PNRI mengaku sangat berlomba dengan waktu. Kondisi naskah yang sudah berusia ratusan tahun menjadi salah satu kendala dalam perbaikan ataupun proses digitalisasi.
Dari segi teknologi, PNRI telah mengembangkan sarana teknologi konservasi, preservasi, dan digital archive systems sejak 2001 lalu. Saran yang digunakan untuk pelestarian naskah kuno, seperti leaf casting, chumber machine, sarana penjilidan, dan desidifikasi terus ditambah meski harus impor dari luar negeri. Untuk alih media, Pnri telah memiliki sarana bentuk mikrofilm dan format digital. (Republika.co.id)
http://duniaperpustakaan.com/