Dunia Perpustakaan | Terkadang sangat miris jika melihat kondisi umat Islam sekarang.
Dahulu, saat puncak kejayaan Islam, para ulama dan ilmuwan muslim saat itu meyakini untuk bisa memajukan Islam, mereka para ulama meyakin dengan cara berjuang menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Akibat keyakinan para ulama terdahulu tersebut, maka saat kejayaan islam saat itu banyak perpustakaan di bangun oleh para ulama, yang kemudian diikuti oleh masyarakat muslim.
Masjid-masjid dipenuhi orang belajar ilmu pengetahuan tidak hanya ilmu agama melainkan berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan.
Effect positif dari cara ini yaitu lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim yang diakui dunia internasional hingga sekarang. Nama-nama besar seperti Ibnu Rusdy, Imam Ghozali, dan puluhan bahkan ratusan ilmuwan muslim ternama dikenal dunia.
Atas kondisi ini pula Islam menyebar ke penjuru dunia dan dikenal agung dan besar namanya serta ditakuti juga dikagumi dunia.
Namun sekarang!
Silahkan anda lihat sendiri, ulama saat ini ada yang sebagian [tidak semuanya] justru lebih meyakini untuk memajukan Islam harus dengan cara berpolitik aktif.
Kita bisa melihat ini dengan apa yang kita lihat beberapa ulama-ulama Islam di timur tengah, mungkin juga di Indonesia [tidak semuanya].
Akibatnya kita melihat misalnya di timur tengah, terkadang beberapa tokoh ulama saling bunuh, dan menghalalkan darah sesama muslim dan sesama saudara mereka untuk dibunuh atas nama berebut kekuasaan dan politik wilayah, suku, aliran, ras, golongan dan sejenisnya.
Akibatnya, apakah kita melihat Islam jadi maju dengan cara berebut kekuasaan dan berpolitik praktis?
Entahlah, mungkin karena begitu banyaknya orang yang “mengaku dan merasa sebagai orang cerdas”, maka setiap orang bisa berpendapat sesuai caranya.
Namun tentunya kami atas nama redaksi duniaperpustakaan.com tentunya mengajak kepada sejarah yang sudah MEMBUKTIKANYA.
Yaitu dimana ada sebuah sejarah yang pernah membuktikan bahwa memajukan Islam tidak harus dengan cara berebut kekuasaan dan berpolitik saja. Berpolitik dalam islam memang tidak dilarang.
Namun jangan karena sibuk berebut kekuasaan dan berpolitik praktis, maka umat islam sendiri justru melupakan, mengesampingkan, bahkan mengabaikan perintah ayat pertama turun dalam KITAB SUCI AL-QUR’AN YAITU, IQRA! BACALAH!
Berikut ini kami lampirkan tulisan yang ditulis oleh seorang pustakawan Moh Rif’an SIP, yang mengupas tuntas tentang Sejarah Perpustakaan Islam, mulai dari Perintisan, Peranan, Puncak Kejayaan, Hingga Kemunduran!
Pada masa kejayaan Islam, perpustakaan merupakan sarana untuk belajar, hingga ummat Islam mampu membangun peradaban besar yang bertahan beberapa abad lamanya. Banyak informasi dan ilmu pengetahuan yang tidak terdokumentasikan dengan baik oleh umat Islam dilupakan begitu saja.
Akibatnya tatanan umat Islam baik aspek ekonomi, politik, sosial, budaya dan aspek kehidupan yang lain mengalami stagnasi. Sehingga ahirnya umat Islam hanya menjadi umat pengikut dari bangsa maju, yang dalam hal ini adalah dunia barat.
Padahal kita menyadari bahwa kemajuan dunia barat dicapai dengan melalui penguasaan ilmu pengetahuan yang di ambil dari pusat-pusat ilmu pengetahuan musli seperti perpustakan.
Dari paparan diatas menunjukan betapa pentingnya perpustakaan dalam pengembangan suatu bangsa. Dalam hal ini banyak ilmu pengetahuan , informasi dan dokumentasi yang di sediakan perpustakaan memiliki peran yang sangat besar dalam pemberdayaan umat.
Banyak literatur yang mengungkapkan bahwa perpustakaan sebagai tempat aktivitas belajar, yang kegiatannya hampir sama dengan apa yang di lakukan di sekolah-sekolah. Fungsi dan peran perpustakaan ini banyak di adopsi oleh perpustakaan di negara maju seperti Inggris, Australia dan Kanada.
Banyak perpustakaan di ubah menjadi learning center atau resources center. Hal ini mengidentifikasikan bahwa perpustakaan yang di perankan pada masa kejaaan Islam sangat penting dan representatif untuk pengembangan dan memajukan masyarakat.
Masa Perintisan Perpustakaan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka
Pada masa Nabi Muammad SAW dan para sahabatnya, perpustakaan dalam pengertian di atas tidak di temukan. Tapi cikal bakal atau rintisan perpustakaan sudah ada, yaitu sebagai berikut:
- Wahyu Allah yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW ialah perintah kepada umat Islam untuk membaca (Iqra’).
- Rasulullah SAW mengangkat para sahabatnya, antara lain; Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, dan Khalid bin Walid sebagai penulis Al Qur’an.
- Perintah Rasulullah SAW kepada tawanan perang Badar untuk mengajari anak-anak Muslim membaca dan menulis.
- Pada masa Rasulullah SAW muncul keinginan menulis Al Qur’an dalam bentuk mushaf pribadi seperti Mushaf Ubay bin Ka’ab, Mushaf Ibnu Mas’ud, Mushaf Ibn Abbas dan pada ahirnya melahirkan Mushaf Utsmani yang di salin menjadi 4 Mushaf. Tetapi riwayat lain menebutkan lima salinan di sebarkan ke kota Madinah, Makkah, Kuffah, Basrah dan Damaskus. Dan Mushaf-mushaf tersebut di jadikan referensi oleh Umat Islam. Peristiwa diatas mendorong umat Islam gemar menulis dan membaca dan menulis dan semua itu merpakan semangat di dalam perpustakaan.
Masa Pembentukan dan Pembinaan Perpustakaan Islam
Ada beberapa hal yang melatar belakangi pembentukan dan pembinaan perpustakaan perpustakaan, di samping peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa perintisan, antara lain sebagai berikut.
- Setelah Al Qur’an dimodifikasi dalam bentuk mushaf timbul keinginan masyarakat muslim, terutama yang hidup jauh dari masa Rasulullah SAW untuk memahami Al Qur’an dan ajaran-ajaran Islam sesuai dengan yang di pahami dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. Muncul keinginan dari sebagian ulama untuk membukukan sabda-sabda Rasulullah SAW, sekalipun pada awalnya mendapatkan tentangan karena berpegang kepada Hadits yang melarang penulisan bersumber dari Rasul selain Al Qur’an. Namun pada masa Umar bin Abdul Aziz (wafat 675 M) beliau dengan otoritasnya memerintah Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri al-Madani (wafat 695 M) untuk menghimpun hadits dan menulisnya dalam sebuah buku. Dia beralasan bahwa Rasulullah melarang menulis hadits karena di khawatirkan akan tercampur dengan Al Qur’an. Padahal pada waktu ia memerintahkan menulis hadits tidak ada kehawatiran tercampur dengan Al Qur’an, karena Al Qur’an sudh di kodifikasikan dalam bentuk mushaf. Kemudian hadits-hadits tersebut ditulis dan disebarluaskan ke penjuru negeri untuk di jadikan referensi.
- Kepeloporan Ibn Syihab az-Zuhri di ikuti oleh ulama-ulma lainnya. Pada masa itu hadits menjadi primadona. Banyak ahli hadits yang rela melakukan perjalanan jauh dan melelahkan hanya demi mendapatkan sebuah hadits dan kemudian dihimpun dalam koleksi mereka masing-masing.ahirnya dikenal dengan koleksi Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Trmudzi, dan koleksi-koleksi linnya. Setiap koleksi bisa terdiri dari tiga jilid atau lebih bhkan sampai belasan jilid, sehingga menambah bahan rujukan Islam.
- Gerakan penerjemahan yang di pelopori oleh Khalifa al-Mansur dari Daulah Abbasiyah telah membantu dalam penambahan jumlah koleksi pustaka pd waktu itu. Dia memperkejakan orang-orang Persia yang baru masuk Islam untuk menterjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang astrolgi, ketatanegaraan dan politik, moral, seperti Kalila wa Dimma dan Sindhid di terjemahkankedalam bahasan Arab. Selain itu di terjemahkan dari bahasa Yunani seperti Logika karya Aristoteles, lmagest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomashus, Geometri kary Euclid. Gerakan penterjemahan dilanjutkan khalifah berikutnya, yaitu al-Al Makmun. Ia membayar mahal hasil penterjemahan.
Bahan pustaka yang cukup banyak tadi berupa mushaf Al Qur’an maun hadits dan karya-karya terjemahan mendorong penguasa pada waktu itu ntuk mendirikan perpustakaan. Perpustakaan yang resmi berdiri pertama kali ntuk publik adalah Baitul Hikmah.
Perpustakaan itu bukan saja berfungsi sebagai tempat penyumpanan buku, tetapi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun al-Rasyid intitusi perpustkaan bernama Khizanah al Hikmah berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.
Sejak tahun 815M, al-Makmun mengembangkan Lembga itu dengan mengubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa itu Bait al-Hikmh di gunakan secara lebih maju, yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, Bizantium, Etiopia, dan India.
Direktur perpustakaanya adalah seorang nasionalis persia dan ahli Pahlevi, yaitu Sahl ibn Harun. Pada masa al-Makmun, Bait al-Hikmah ditingkatkan lagi fungsinya menjadi pusat kegiatan studi, riset astronomi dan matematika.
Untuk mengetahui perpustakaan pada waktu itu kita tinjau sekilas berdasarkan jenisnya, yaitu sebagai berikut;
Perpustakaan Umum
Perpustakaan jenis ini biasanya didirikan di masjid–masjid agar orang–orang yang belajar di masjid dan pengunjung dapat membaca buku–buku yang mereka perlukan. Kadang – kadang perpustakaan didirikan di masjid dengan maksud agar lembaga pendidikan dapat menampung pelajar–pelajar yang dating untuk mencari ilmu pengetahuan.
Perpustakaan umum sangat banyak jumlahnya, barang kali untuk menemukan suatu masjid atau sekolah–sekolah yang tidak memiliki perpustakaan dengan koleksinya yang siap di tela’ah dan muraja’ah bagi pelajar dan peneliti yang sedang mengadakan penelitian.
Yang termasuk perpustakaan umum saat itu adalah sebagai berikut :
- Baitul Hikmah
- Al-Haidariyah di An-Najaf
- Ibnu Sawwar di Basrah
- Sabur
- Darul Hikamah di Kairo
- Perpustakaan-perpustakaan sekolah
Perpustakaan Semi Umum
Perpustakaan semi umum didirikan oleh para khalifah dan raja–raja untuk mendekatn diri kepada ilmu pengetahuan. Adupan perpustakaan semi umum antara lain;
- Perpustakaan An-Nashir Li Dinillah
- Perpustakaan Al-Muzta’sim Billah
- Perpustakaan Khalifah–Khalifah Fathimiyah
Perpustakaan Pribadi
Perpustakaan ini didirikan oleh ulama–ulama dan para sastrawan, khusus untuk kepentingan mereka sendiri. Perpustakaan ini sangat banyak karena hampir semua ulama dan sastrawan memiliki perpustakaan untuk menjadi sumber dan referensi bagi pembahasan dan penelitian mereka. Perpustakaan jenis ini antara lain;
- Perpustakaan Al-Fathu Ibnu Haqam
- Perpustakaan hunain Ibnu Ishaq
- Perpustakaan Ibnul Harsyab
- Perpustakaan Al Muwaffaq Ibnul Mathran
- Perpustakaan Al-Mubasysir Ibnu Fatik
- Perpustakaan Jamaluddin Al Qifthi
Peranan Perpustakaan pada Peradaban Islam
Perpustakaan pada awal kejayaan Islam menunukkan perannya dalam mennjang pendidikan umat.
Perpustakaan yang di kelola oleh orang-orang Islam tidak hanya memperhtikan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan, seperti msalah ibadah dan teologi, tapi juga mengelola disiplin ilmu yang lain seperti kedokteran, sosial, politik dan sebagainya.
Berbagai peran perpustakaan pada masa peradaban Islam yaitu sebagai berikut,
#1. Pusat Belajar (Learning Center)
Setelah masa Khulafaur-Rasyidin, peradaban Islam berkembang dengan pesat. Perkembngan itu antara lain adalah proses pendidikan tertama pada masa Umaiyah dan Abbasiyah.
Pada masa ini gairah dan apresiasi umat pada perpustakaan sangat tinggi. Mereka membangun perpustakaan, baik umum, khusus maupun perpustakaan pribadi. Sehingga tidak heran banyak masjid dan sekolah memiliki perpustakaan. Mereka menganggap bahwa perpustakaan sama pentingnya dalam membangun ilmu pengetahuan.
Bahkan fungsi perpustakaan kadang-kadang tidak dapat di bedakan dengan fungsi lembaga pendidikan karena sama-sma memberikan smbangan dalam pengajaran kepada umat.
#2. Pusat Penelitian
Sesungguhnya peran penelitian yang dilakukan oleh perpustakaan pada masa awal Islam sangat signifikan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa, misalnya utusan khalifah-khalifah atau raja-raja untuk membahas suatu bidang ilmu tertentu di perpustakaan-perpustakaan yang terkenal memiliki koleksi yang cukup besar dan lengkap seperti Baitul Hikmah dan Darul Hikmah.
Disamping itu, para peneliti dan cendekiawan yang mencoba mengembangkan suatu ilmu yang berkaitan dengan keahliannya.
Banyak di antara mereka yang melakukan perjalanan dari suatu perpustakaan ke perpustakaan lain untuk merumuskan dan melakukan penemuan-penemuan baru. Tentu saja aktivitas semacam ini tidak pernah terhenti sampai sekarang dan begitu pula pada masa datang selama perpustakaan menjalankan fungsinya sebagai sumber informasi.
#3. Pusat Penerjemahan
Suatu hal yang amat menarik adalah di mana perpustakaan pada masa itu menjadi jembatan dari kebudayaan. Misalnya, kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yunani Kuno diterjemahkan ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari oleh masyarakat.
Dalam konteks ini perpustakaan menjadi sponsor atas semua kegiatan tersebut. Aktivitas semacam ini telah mendapatkan respon positif sehingga para penerjemah memperoleh status yang baik dalam masyarakat. Situasi ini mulai pada saat didirikannya perpustakaan yang pertama dalam dunia Islam.
Menurut Kurd Ali, orang yang pertama kali menekuni bidang ini ialah Chalid Ibnu Jazid (meninggal tahun 656 M). Di lain sumber dikatakan bahwa Ibnu Jazid telah mencurahkan perhatiannya terhadap buku lama, terutama dalam ilmu kimia, kedokteran dan ilmu bintang.
#4. Pusat Penyalinan
Salah satu hal yang dapat dibanggakan oleh kaum Muslimin yaitu sejak dari abad pertengahan telah dirasakan pentingnya bagian percetakan dan penerbitan dalam suatu perpustakaan.
Oleh karena itu alat-alat percetakan sebagaimana yang kita lihat di abad modern ini belum ada di masa itu, maka untuk mengatasi hal ini mereka adakan seleksi penyalinan pada tiap-tiap perpustakaan. Penyalinan buku itu diselenggarakan oleh penyalin-penyalin yang terkenal kerapihan kerja dan tulisannya
Masa Kemunduran dan Kehancuran Perpustakaan Islam
Kemunduran dan kehancuran perpustakaan di era peradaban Islam mengikuti kejatuhan wilayah-wilayah muslim setelah pertarungan fisik melawan musuh-musuhnya.
Misalnya perpustakaan di Tripoli dihancurkan oleh tentara perang Salib atas komando seorang rahib yang tak senang saat melihat banyak Al Qur’an di perpustakaan tersebut.
Di samping itu perpustakaan terkenal lainya, seperti milik Sultan Nuh Ibn Mansur yang dibakar setelah filosuf besarnya menyelesaikan penelitiannya di tempat itu.
Kenyataan itu menimbulkan tuduhan bahwa cendikiawan sendiri yang membakar perpustakaan setelah menguasai isi keilmuan yang terkandung dalam perpustakaan tersebut. Peristiwa lainya terjadi pada tahun 1258M ketika sekelompok bangsa Mongol dan Tartar menjarah kota Baghdad dan membakar perpustakaanya.
Demikianlah umat Islam berkembang dengan pesat pada awalnya seiring dengan perkembangan perpustakaan dan mundurnya umat Islam bersamaan dengan mundurnya perpustakaan.
Dengan demikian cara untuk memajukan peradaban umat Islam adalah salah satunya dengan memajukan perpustakaan yaitu dengan membina perpustakaan dan meningkatkan kesadaran umat Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
Sumber : http://duniaperpustakaan.com/