September Bulan Gemar Membaca Nasional

September Bulan Gemar Membaca Nasional, Namun Indonesia Masih Krisis Minat Baca dan Revitalisasi Peran Perpustakaan Bagi Masyarakat.

Dunia Perpustakaan | Kegemaran masyarakat Indonesia dalam membaca masuk kategori sangat kecil. Hal ini tercermin dari data yang dikeluarkan Unesco yang menyatakan, indeks minat baca di Indonesia hanya mencapai angka 0,001.

Artinya, dari setiap 1.000 orang di Indonesia hanya ada satu orang saja yang mempunyai minat baca. Selaras dengan Unesco, Badan Pusat Statisitik (BPS) juga melansir pada 2012 sebanyak 91,68 persen penduduk yang berusia 10 tahun ke atas lebih suka menonton televisi, dan hanya sekitar 17,66 persen yang menyukai membaca,  baik itu surat kabar, buku , maupun majalah.

Indeks minat baca yang sangat kecil ini sangat ironi, padahal sejak Era Presiden Soeharto sejak Tahun 1995 telah mencanangkan Bulan Gemar Membaca Nasional pada bulan September, dan pada tanggal 14 September ditetapkan sebagai Hari Kunjung Perpustakaan Nasional.

Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah SP Andriani SSH mengatakan kegemaran membaca berawal dari lingkungan keluarga.

Dikutip dari suaramerdeka.com, [20/09/16]. “Minat baca di tumbuhkan dari strata sosial pertama dan  utama yaitu keluarga. Orang Tua harus selalu mengajak putra-putrinya untuk membaca, kemudian baru lingkungan sekitar dan sekolah.” jelasnya.

Untuk mendongkrak minat baca, Perpustakaan Daerah (Perpusda) Prov Jateng lebih mengoptimalkan pelayanan tidak hanya bertumpu pada gedung perpustakaan saja, namun juga mengoperasikan mobil pintar atau yang sering disebut perpustakaan berjalan.

Dunia Perpustakaan | Buku dan Perpustakaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari peradaban umat manusia. Hampir semua bangsa-bangsa yang memiliki peradaban yang termasyur, memiliki budaya baca tulis yang sangat tinggi. Mereka memiliki kebudayaan yang tinggi karena mau menempatkan buku atau pustaka pada kedudukan yang penting dalam kehidupan mereka.

Perpustakaan sebagai bagian dari masyarakat dunia ikut serta membangun masyarakat informasi berbasis TIK sebagaimana dituangkan dalam Deklarasi World Summit of Information Society-WSIS, 12 desember 2003.

Pada peradaban yunani, romawi, arab, maupun cina, bangsa-bangsa besar tersebut telah memiliki budaya baca tulis sudah sejak lama, sehingga banyak peninggalannya yang dapat kita kenang dan pelajari hingga kini.

Buku sebagai pengusung peradaban wajib dibaca.  Tanpa buku,  sejarah akan diam, sastra akan bungkam, sains lumpuh, pemikiran macet, karena buku adalah mesin perubahan, jendela dunia, mercusuar yang dipancangkan disamudra waktu (barbara Tuchman, 1989).

Fungsi perpustakaan adalah sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi sehingga  sesuai fungsinya, perpustakaan dapat mengandalkan koleksinya sebagai bahan  dalam penyampaian informasi kepada pemustaka, dan kini pada umumnya koleksi perpustakaan bisa diperoleh  melalui pembelian, penukaran, ataupun hadiah.

Dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan pada Bab I pasal 1 salah satunya berbunyi perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Meskipun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dioperasikan di daerah kabupaten/ kota baik di pedesaan maupun kelurahan yang dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat  untuk kebutuhan mereka.

Mengingat pentingnya keberadaa suatu perpustakaan sebagai suatu lembaga, yang berperan sebagai sarana informasi yang bertanggung jawab atas penyediaan, pengelolaan dan penyebarluasan informasidalam suatu bidang ilmu atau yang berhubungan dengan bidang garapan lembaga penaung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna secara langsung maupun tidak langsung.

Ddengan memanfaatkan koleksi atau sumber-sumber bacaan dan fasilitas lainnya yang ada dan tersedia untuk tujuan-tujuan ilmiah, sosial dan praktis, maka keberadaan perpustakaan ditengah-tengah masyarakatmutlak adanya, sungguhpun keadaannya masih relatif sederhana dan belum berkembang maju.

Masyarakat tentunya memiliki beragam kebutuhan dan motivasi yang berbeda, apalagi keperluan perorangan/individu, seperti pelajar dan para pendidik berbeda sehingga bahan bacaan yang disajikan dapat dipergunakan secara maksimal mungkin sesuai dengan kebutuhan penggunanya.

Dengan demikian jelas sudah bahwa peran bacaan diperpustakaan begitu penting bagi kehidupan masyarakat, terlebih pada mereka yang begitu sering memanfaatkan keberadaan perpustakaan.

Upaya revitalisasi peran perpustakaan merupakan
suatu langkah kearah yang lebih baik mengenai pengakuan keberadaan perpustakaan di lingkungan  masyarakat. Hal ini tentunya harus didukung oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Sarana gedung merupakan unsur utama sebagai sarana untuk pelaksanaan sebuah perpustakaan. Hal ini sangat menggembirakan jika peranan pemerintah begitu tinggi akan pentingnya pembangunan suatu perpustakaan berskala standar untuk kepentingan masyarakat dalam mendukung pembangunan nasional.

Salah satu upaya revitalisasi peran perpustakaan dipandang perlu adanya campur tangan pemerintah dalam hal standarisasi perpustakaan. Peran pimpinan dalam mengambil tindakan merupakan langkah kongkrit demi berdirinya suatu gedung perpustakaan. Hal ini tentunya mengorbankan tenaga, pikiran, dan biaya untuk melangkah kearah yang lebih baik sehingga pendirian gedung perpustakaan tidak tertinggal dengan daerah lain.

Peran pemerintah diharapkan tidak sekedar memberikan dukungan moral dan material saja demi membangun perpustakaan, akan tetapi dukungan yang berkelanjutan baik jangka panjang maupun jangka pendek sehingga revitalisasi peran perpustakaan lebih optimal dalam memberikan layanan ke masyarakat.

Penulis: Dian Ekatama [sumber: babelprov.go.id]