Pernah dengar kata Ocu? Mungkin bagi anda yang berasal dari Provinsi Riau kata ini sudah akrab ditelinga anda. Atau bagi anda yang berasal dari provinsi-provinsi di pulau Sumatera, khususnya di Sumatera bagian Tengah, seperti Sumatera Barat, dan tetangga Riau.
Ocu adalah salah satu suku yang tidak terlalu besar di Riau salah satu suku dari Melayu. Orang-orang dari suku ...ini berasal dari Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Memang hingga saat ini banyak kontroversi tentang asal-usul dari suku ini. Seperti, ada yang mengatakan orang-orang Ocu berasal dari Sumatera Barat, karena memang Kabupaten Kampar sendiri berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat.
Pendapat pertama ini memang punya alasan sendiri karena budaya, adat istiadat, bahasa, struktur pemerintahan, hingga gaya bangunan agak memiliki kemiripan dengan budaya Sumatera Barat. Selain itu dalam sejarah daerah ini juga merupakan wilayah kerajaan Pagaruyung. Akan tetapi, hingga saat ini, belum ada satu orang anak keturunan Ocu yang mau disebut sebagai orang Minang. Entah apa sebabnya, kemungkinan juga karena beberapa sifat antara Orang Ocu dengan Minang agak berbeda ditambah lagi dipengaruhi oleh faktor masa lalu dan sejarah. Selain ada yang mengatakan dari Sumatera Barat, juga ada yang menyebutkan orang Ocu asli orang Melayu Daratan.
Hal ini disebabkan di daerah Riau sendiri sifat dan karakteristik yang dimiliki oleh wilayah Kampar juga persis seperti adat dan kebudayaan di beberapa Kabu’paten di Riau seperti Kabupaten Kuantan Singingi. Ada juga yang mengatakan Kampar atau negeri Ocu merupakan wilayah atau kerajaan yang berdiri sendiri, karena memiliki kerajaan tersendiri. Apapun pendapat tersebut mesti dipastikan kebenarannya.
Kembali kepada Ocu. Selain sebuah suku, kata Ocu juga bisa disebut sebagai sebuah bahasa, yaitu bahasa Ocu – percampuran bahasa Melayu dengan bahasa Minang, dan mirip seperti bahasa Kuantan. Memang dalam kosa kata bahasa Ocu banyak yang sangat mirip dengan bahasa Melayu. Selain bahasa, Ocu juga bisa digunakan untuk sebutan sebuah wilayah, dan sebutan bagi saudara atau anak yang ke empat hingga selanjutnya. Dalam adat Kampar, anak pertama oleh saudara-saudaranya dipanggil dengan sebutan Uwo (berasal dari kata Tuo, Tua, yang paling tua). Anak kedua dipanggil oleh adik-adiknya dengan kata Ongah, yang berasal dari kata Tengah, artinya anak yang paling tengah, atau anak ke dua. Sedangkan anak yang ke tiga dipanggil oleh adik-adiknya dengan nama Udo, atau anak yang paling Mudo atau yang paling Muda. Untuk anak yang ke empat baik laki-laki maupun perempuan, juga dipanggil dengan Ocu, yang kemungkinan besar juga berasal dari kata Ongsu, yang dalam bahasa Indonesianya berarti Bungsu atau anak yang bungsu (terakhir). Anak ke lima dan seterusnya juga berhak untuk disapa dengan Ocu.
Tidak hanya dalam struktur kekeluargaan saja kata Ocu ini digunakan, tapi juga digunakan bagi anak-anak yang lebih muda kepada teman, kerabat dan sanak keluarga. Seperti anak muda kepada yang sedikit lebih tua dari pada dirinya. Kata ini juga dipakai sebagai panggilan kehormatan dan kebanggaan (bukan panggilan kebesaran seperti gelar adat) bagi orang Kampar. Jadi Ocu adalah sebuah wilayah, suku, bahasa, adat, sebutan atau nama panggilan, dan panggilan kebanggaan bagi orang-orang di Kampar.***
v Syarat dan Kondisinya Tanggalnya Jabatan Ninik Mamak
Penghulu dan perangkat adat lainnya di Kampar akan memegang jabatan selama hidupnya, Namun ada lima alasan atau kondisi yang menyebabkan seorang Penghulu/Ninik mamak kehilangan jabatannya. Lima hal itu adalah:
Pertama Meninggal Dunia atau Osongan Terangkat, Golau Tatenggek (talotak)
Sebagai manusia Datuk sebagai seorang Penghulu tidak akan hidup selamanya, sehingga gelar tersebut tidak akan disandangnya lagi begitu ia meninggal dunia. Namun adat menyatakan ‘Datuk Mati Penghulu bagolau salamonyo, artinya seorang Datuk sebagaimana manusia lainnya tentu akan mengalami kematian namun jabatanya sebagai Penghulu akan tetap hidup, karena begitu ia meninggal maka jabatan akan dipindahkan ke lain sesuai dengan alur dan patut. Ramo-ramo sikumbang Jati, khotib ondah bakudo, patah tumbuo hilang bagonti, pusako lamo dipakai juo.
Pemilihan Penghulu pengganti dilaksanakan sebelum keranda diangkat ke pemakaman, biasanya digantikan langsung oleh Tungkatan/bayang-bayang yang sudah dipersiapkan namun kalau tidak ada maka anak kemenakan akan bermusyawarah mencari penghulu sementara hingga terpilihnya Datuk yang defenitif.
Kedua, Usia Lanjut (Tua) atau Ponek Bapa’ontian, Potang Bapamalaman
Seorang Penghulu mempunyai tugas mengayomi dan melindungi masyarakatnya, namun ada kondisi dimana seorang Penghulu tidak dapat melaksanakan tugas tersebut karena kondisi usia, dimana Bukik sudah indak tadaki, lurah indak taturuni, maka Ponek bapa’ointian dan Potang bapamalaman. Maka jabatan tersebut diserahkan kepada penggantinya, apakah itu tungkatan/bayang-bayang yang sudah dikaderkan atau kapak gadai yang sudah ditentukan sesuai dengan alur dan patut.
Ketiga, Hidup Batungkek Bodi
Seorang Penghulu juga masyarakat yang mempunyai pekerjaan untuk menghidupi keluarganya, dan kadang-kadang pekerjaan itu mengharusnnya merantau ke negeri orang atau meninggalkan kampong halamannya. Dalam kondisi ini tugas dan tanggung -jawabnya dapat diwakilkan kepada tungkatan/bayang-bayang atau kapak gadai yang ditunjuk sebagai wakilnya, ini disebut dengan Hidup Batungkek Bodi, bapanjang jari.
Namun walaupun tugas dan kerjaannya sudah dilaksanakan wakilnya tersebut namun apabila ada masalah yang penting yang dikenal dengan Biang nan Manumbuok, Gontiong Nan Mamutuikan artinya ada masalah penting yang harus diputuskan maka wakilnya tersebut tidak dapat mengambil keputusan, wakil tersebut harus tetap mengirimkan surat atau mendatangi Datuk /Penghulu yang sebenarnya untuk meminta keputusan.
Keempat Hidup Bakarelaan
Walaupun pengangkatan Penghulu dipilih berdasarkan alur yang patut salah satunya Botuong tumbuoh dimato (berdasarkan garis keturuna), namun tidak mesti yang patut tersebut menjadi Ninik mamak. Karena kadang dalam alur keturunan tersebut tidak ada butuong tumbuoh dimato atau kalaupun ada tidak sanggup atau tidak bersedia dicalonkan menjadi penghulu dengan alasan yang tepat, maka dipindahkah ke perut yang lain dalam suku yang sama dengan catatan ada keikhlasan (kerelaan) dari anak kemenakannya dan sudah dimusyawarahkan, sehingga tidak ada muncul kondisi: umah sudah tokok pa’ek babunyi.
Kelima: Mencoreng Kening Sendiri
Jabatan Ninik mamak atau Penghulu dapat tanggal (lepas) karena Penghulu tersebut melakukan kesalahan, ada empat kesalahan yang bisa membuat lepasnya jabatan ini:
a. Tapijak dibenang arang
Penghulu melakukan kesalahan yang menimbulkan maluyang berhubungan dengan agama dan moral seperti melakukan syirik, murtad dari agama Islam, melawan orang tua.
b. Tatarung di Galah Panjang
Penghulu melakukan kesalahan yang menimbulkan maluyang berhubungan dengan manusia dan norma masyarakat dan hokum Negara, seperti berzina, merampok, berjudi, mabuk-mabukan, meremehkan/menodai kehormatan wanita, korupsi, fitnah, tidak adil, menikahi/melarikan istri orang, kemenakan kawin sesuku.
c. Takurung dibilik dalam
Penghulu dihukum penjara karena perbuatan criminal dan melanggar dua point diatas.
d. Tamandisi Pincuan Godang
Penghulu mengalami stresss, gila atau gangguan jiwa yang istilahnya disebut juga: Tapasontiong bungo nan kombang, tapanjiek lansek nan masak.
Inilah sebab/alasan yang menyebabkan seorang penghulu harus melepaskan gelarnya, namun selama lima hal ini tidak dilaksanakan maka jabatan itu akan dipegangnya seumur hidupnya.
“Saadat saandiko, Saluki Salimbago, sapayuong Sapatogak ,Sapondam sapakubuan. Salam sombah ambo haturkan pada dunsanak dan pembaco blog amboko. Adat Lamat Pisako usang nan basandikan kapado syorak dan syorak basondikan kitabullah, nan kaate indak bapucuok, kabawah indak bauwek ditongah-tongah dilayok kumbang”
“Kampar dengan tatanan masyarakat dibingkai dalam aturan dan budaya adat istiadat, yang tali bapilin tigo dan tungku tigo sajorangan, hingga saat.masih dipegang erat masyarakat walaupun sudah mulai terpupus sana sini”
Sumber : http://rinahasan-adat.blogspot.co.id/