Pejuang Utama Kampar, Mahmud Marzuki


 A.        Kelahiran Dan Pendidikannya

Mahmud Marzuki dilahirkan dikampung  Kumantan, Bangkinang dalam daerah provinsi Riau pada tahun 1915. Ayahnya bernama Pakih Rajo, bekerja sebagai Andemar dan disamping itu anggota partai Serikat Islam. Ia berasal dari Kubang Putih-Bukittinggi. Ibunya bernama Hainah, pekerjaan dagang beras dipasar Bangkinang. Mahmud Marzuki adalah anak tunggal yang hidup dalam kesederhanaan. Ayahnya meninggal dunia sewaktu ia berumur dua tahun. Masih kecil Ia telah yatim.

Pada tahun 1922 sewaktu ia berumur 7 tahun, ia dimasukkan ibunya kesekolah Desa Bangkinang sampai ia menduduki kelas empat. Kemudian ia mengikuti mamaknya Engku Kadhi Rajo bekerja disimpang tiga Pekanbaru selama dua tahun. Kemudian timbul kembali minatnya untuk belajar, maka dari tahun 1927 sampai tahun 1934 ia masuk mengaji disekolah Tarbiyatul Islamiyah dibawah pimpinan guru Abdul Malik, Mahmud Marzuki meneruskan pelajarannya sehingga sampai menamatkan kelas tujuh. Oleh karena ia bercita-cita tinggi, terutama ia ingin melihat rakyat terlepas dari belenggu kejahilan dan dari kezaliman penjajah, maka ia bertekad hendak melanjutkan sekolahnya. Dan pada pertengahan tahun 1934 berangkatlah ia (maksudnya) ke India . baru saja sampai ke Selat Panjang, ia telah terlantar karena kehabisan uang biaya perjalanan. Untunglah ada mamaknya didaerah ini yang bekerja sebagai tukang pangkas rambut. Dua bulan ia disini mencari bersama mamaknya. Selama itu sempat pula ia ditangkap polisi karena dituduh menjual korek api tanpa surat izin. Kemudian dengan bantuan uang biaya yang diberikan mamaknya ia meneruskan perjalanan ke Singapura. Di sini Mahmud Marzuki disambut dan dibantu oleh Abu Bakar yakni salah seorang orang yang berasal dari kampungnya, yang kemudian bermukim di Pekanbaru yang terkenal sebagai H. Abu Bakar pengusaha motor Batang Kampar. Dengan uang bantuan uang yang diberikan abu bakar tersebut Mahmud Marzuki meneruskan perjalanannya ke parit di Malaysia. Penduduk parit itu pada umumnya berasal dari Kuok, justeru itu mereka menyambut dan melayani Mahmud Marzuki sebagai family mereka sendiri. Di Parit ini sempat Mahmud Marzuki melanjutkan sekolahnya selama setahun.

Tatkala Mahmud Marzuki melihat prestasinya dan menyatakan keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke India, maka oleh masyarakat Kuok (Kampar) disana, menyanggupi membantu biaya perjalanan dan selama berlayar di India. setibanya di India, pertama-tama Mahmud Marzuki memasuki kursus bahasa Undu dan bahasa Arab. Setelah itu barulah ia memasuki salah satu perguruan tinggi di Lahore yakni sejenis sekolah yang didirikan oleh orang kaya India.

 

B. KARIERNYA

Setelah ia menamatkan sekolahnya pada tahun 1936, berangkatlah Mahmud Marzuki meninggalkan India menuju Indonesia. Sesampainya di Bangkinang, ia disambut baik oleh bekas gurunya dulu yakni H. Abdul Malik, seraya mengangkat Mahmud Marzuki menjadi muptis atau pemilik sekolah bagi sekolah-sekolah Tarbiyah Islamiyah yang telah banyak berdiri dikenegrian Air tiris dan Kuok. selain Mangku pemilik sekolah agama, maka untuk perbaikan masyarakat ia bertindak sebagai juru dakwa. Demi belanda memperhatikan bahwa pengaruh mahmud marzuki ini semakin besar,menyebabkan ia curiga, maka jejak langkahnya selalu diikuti oleh reserse belanda.

Sekali peristiwa, belanda mencoba menjebak Mahmud Marzuki. kepada kepala negeri Bangkinang diperintahkan untuk mengundang Mahmud Marzuki dalam rangka memberikan uraian Isra’ dan Mi’raj. Justeru ada alasan bagi Belanda untuk menjerat lehernya. seTelah selesai pertemuan itu, kontler Belanda memanggil Mahmud Marzuki kekantornya dan menasehatkan agar Mahmud Marzuki jangan terlalu banyak berpidato. Mengingat oleh karena itu sempitnya jalan memberikan pengajian didaerah Bangkinang pada masa itu, maka Mahmud Marzuki lebih mengarahkan dakwahnya kedaerah Airtiris. Lagipula disini banyak teman seperjuangannya seperti ; H. Mhd. Khatib, H.Jaafar, Engku Malik Yahya, Engku Mudo Hamid dan pemimpin-pemimpin Muhammadiyah lainnya. Mahmud Marzuki sangat tertarik kepada Muhammadiyah karena amal bakti dibidang : Sosial, Agama dan Pendidikan yang diselenggarakan dalam organisasi ini. Justeru itu penghujung tahun 1939 ia diangkat menjadi ketua Muhammadiyah cabang kewedanaan Bangkinang.

Dalam kegiatan selanjutnya, pada tahun 1940 Mahmud Marzuki mendirikan sekolah Muhammadiyah di Kumantan Bangkinag. Tapi sayangnya, usaha beliau tersebut kurang mendapat sokongan dari masyarakat kampungnya itu. Pada tahun 1941 Mahmud Marzuki pidah ke Payakumbuh, disamping sebagi guru ia berfungsi sebagai mubaligh sambil terus mendalami ke Muhammadiyahannya, ia bertabligh keberbagai negeri di Sumbar seperti : Payakumbuh, Sliki, Solok, Sulit Air, Pariaman, Bukittingi dan Padang Panjang.

Semakin lama namanya semakin tenar dan sangat digemari orang, sehingga jadilah ia seorang mubakigh yang ulung. Hampir diseluruh Sumatera Barat namanya dikenal orang, lebih-lebih karena isi pidatonya menarik hati, tata bahasanya sederhana dan mempunyai falsafah yang dalam. Adapun teman-teman seperjuangannya di Sumbar ialah : Buya Zulkarnaini, Buya Alimin dan Buya Rasyid. Akan kedudukannnya di Payakumbuh itu tidaklah menyebabkannya mengabaikan tugasnya didaerah Bangkinang (Riau). Kemudian oleh karena situasi dan keadaan masyarakat di kewedanaan Bangkinang menghendaki tenaganya, maka Mahmud Marzuki diminta kembali kedaerah Limo Koto, kiranya beliau berkenan dan dengan aktif mencurahkan tenaganya. Dengan demikian Muhammadiyah yang tadinya terdiri dari beberapa ranting, sekarang semenjak dibawah pimpinannya dalam waktu relatif singkat telah menjadi 47 ranting, meliputi daerah Limo Koto, terutama di Airtiris, Bangkinang dan Kuok. Hanya sebagai partnertnya yang ideal dibidang politik, Mahmud Marzuki selalu didampingi oleh H. Mhd. Amin yang pernah menjabat sebagai ketua partai Muslimin indonesia (Parmi) dan kemudian beliau disebut-sebut sebagai salah satu seorang perintis kemerdekaan RI didaerah Kampar. Namun, karena pengurusan untuk mendapat pengakuan resmi dari kantor sosil (yang berwenang memberikan gelar itu), maka sampai saat ini kepada Buya Mahmud Marzuki maka dapat disandangkan prediket “ Perintis Kemerdekaan ” itu. Menyadari hal yang demikian, waktu belakangan ini, anak dan sanak keluarganya, sedang berupaya aktif mengurus pencapaian gelar Perintis Kemerdekaan RI bagi Mahmud Marzuki.


C. Perjuangan Dibidang Politik dan Fisik

Kedatangan tentara Jepang memasuki daerah Bangkinang tidkalah menggemparkan masyarakat, karena Jepang jauh sebelumnya telah memberikan bukujan dan janjji-janji yang muluk-muluk kepada pihak kita Indonesia. Seakan-akan ia tidak hendak memusihi kita, malah hendak bekerja sama dalam menghadapi tentara sekutu, termasuk Belanda yang sedang menjajah kita. Akan tetapi, setelah memperhatikan bahwa janji Jepang yang muluk itu kenyataannya busuk. Katanya bekerja sama, tapi prakteknya kontra bahkan telah memperlihatkan sikap zalimnya karenanya. Pemimpin-pemimpin didaerah Kampar mulai mengadakan perlawanan lewat organisasi Muhammadiyah, antara lain dengan memberikan Latihan Keterampilan Kepanduan (HW) dan lain-lain.

Dalam hal ini Mahmud Marzuki terus menjalankan perlawanannya. Dapat kita kemukakan bahwa sewaktu penjajahan Jepang ini ada suatu badan yang bernama Cu saniin. Badan badan ini beranggotakan  200 orang Ulama dan berkantor di Pekanbaru. Sebagai mewakili ulama dari daaerah Limo Koto, Ninik-Mamak menunjuk Mahmud Marzuki. Dengan jatuhnya bom atom di Hirosima dan Nagasaki Jepang mengaku kalah kepada tentara sekutu. Maka pada tanggal 17 agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaan. Oleh karena hubungan diwaktu itu sulit, maka berita tentang Kemerdekaan RI lambat dan sulit diketahui rakyat di daerah-daerah. Tapi dalam pada itu sewaktu Mahmud Marzuki dan Mhd. Amin akan sembahyanhg hari Raya, di Simpang Kubu, Airtiris, mereka berdialog sebagai berikut ;

H. Mhd.Amin     : “Sejak sehari dua ini saya merasa heran”
Mahmud Marzuki    : “Kenapa ? apa betul yang mengherankan ?
apa gerangan yang terjadi?
H. Mhd. Amin       : “Bila kita perhatikan sikap Jepang, yang biasanya bersemangat, sekarang kelihatannya lesu dan murung. begitupun mereka biasanya  “ bersorak-sorak dan menepuk-nepuk motor bila ia lalu dijalan raya. Tapi sehari dua ini tidaklah demikian halnya. Saya mengira tentulah mereka ditimpa malapetaka dan kekecewaan yang besar. Jangan-jangan jepang sudah kalah sekarang.
Mahmud Marzuki    : “ kalau Jepang kalah, kita naik lagi!
h. mhd. amin        : ‘ Jadi bagaimana akal? hendaknya kita tahu dalam hal ini”.
Mahmud Marzuki    : “ Menurut hemat saya baiklah kita berangkat ke Bangkinang sekarang”.

Demikianlah dialog mereka dan untuk meyakinkan bagaimana keadaan yang sebenarnya, maka berangkatlah kedua orang pemimpin itu ke Bangkinang. Setibanya didepan kantor Muhammadiyah cabang Bangkinang, maka disonsong  oleh Hasyim yang menjabat sebagi pejabat Muhammadiyah. Ia menjelaskan bahwa ada teks Proklamasi yang ditempelkan orang dimuka kantor. Dalam beliau asyik melihat pengumuman itu dengan tergopoh-gopoh datang menteri pos yang bernama datuk poyok. Secara berbisik-bisik ia menyampaikan kedua pemimpin tadi bahwa ia telah menerima kawat yang menyatakan Indonesia telah merdeka, dan diumumkan oleh Soekarno dan muhammad. Hatta. Selanjutnya datuk poyok itu berkata : “ kawat ini disuruh sampaikan kepada tuan-tuan”. Dengan demikian jelaslah kepada mereka bahwa Indonesia telah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dah Syahlah tentara Jepang telah kalah.

Selanjutnya mahmud marzuki bersama pemimpin-pemimpin lainnya mengambil inisiatif akan mengatakan Komperensi. Rapat tersebut diadakan pada hari Kamis , 21 Agustus 1945 bertempat disekolah Muhammadiyah di Muara Jalai. Semua pemimpin Muhammadiyah ranting ( dari Terantang sampai ke Kuok) di undang hadir, ternyata berjumlah 150 orang. Salah satu isi rapat yang terpenting ialah  supaya besok serentak menaikkan bendera merah putih di tempat masing-masing, selanjutnya dan tanggal 24 Agustus 1945 bersama-sama mengibarkan sand dwi warna di muka kantor kontler Bangkinang. Selain daripada itu, rapat juga memutuskan mengutus H.Mhd. Amin dan Mahmud Marzuki untuk meninjau situasi dan kondisi didaerah Pekanbaru dan Sekitarnya.

Sedangkan musyawarah itu berlansung, sekonyong-konyong tentara Jepang datang beserta dengan beberapa orang polisi yang ditaksir berjumlah 30 orang dibawah komandannya Yamamoto. Mereka berhenti diseberang sungai Kampar dekat pasar Airtiris, seraya mengirimkan 2 orang utusan untuk memanggil H.Mhd. Amin dan Mahmud Marzuki yang sedang memimpin rapat. Atas perundingan mereka, sesuai dengann profesi dibidang politik, maka Mahmud Marzuki mempercayakan H. Mhd. Amin untuk menemui dan memutuskan perundingan dengan sang Jepang itu. Setibanya H. Mhd. Amin dekat Jepang itu, Yamamoto tampil dan lansung menanyakan apa maksud rapat itu diadakan. H. Mhd. Amin dengan terus terang menyatakan isi rapat tersebut, yakni besok serentak mengibarkan bendera merah-putih diseluruh Bangkinang. Dan selambat-lambatnya pada tanggal 4 Agustus 1945 telah menengakkan bendera merah-putih dimuka kantor Bangkinang. Yamamoto berusaha hendak menggagalkan rapat tersebut, tapi H. Mhd. Amin tidak menerima pernyataan Yamamoto itu, malah memberi saran kepada Yamamoto untuk menghadapi tentara Sekutu dan Belanda yang sewaktu itu ditakutinya. Selepas pertemuan H. Mhd. Amin kembali ketempat rapat dan menceritakan masalah perundingannya dengan Yamamoto tersebut. Rapat kembali diteruskan.

Sebagai untuk merealisir putusan rapat itu, maka tanggal 24 Agustus 1945 dikibarkanlah bendera merah-putih dimuka kontler Bangkinang. semenjak itu dengan diusirnya/diungsikannya demang-demang (kuasa pemerintahan) didaerah Bangkinang, kendali pemerintah diambil alih oleh Mahmud Marzuki dan kawan-kawan.  Hal ini berlansung selama 20 hari. Dalam pada itu, berdasarkan instruksi dari pusat, maka pada pertengahan September 1945 terbentuklah Komite Nasional Indonesia (KNI) dan Mahmud Marzuki tertunjuk sebagai ketuanya. Dan berbarengan dengan itu didirikan pulalah orpol Pemuda Republik Indonesia (PRI) cabang Bangkinang yang diketuai H. Mhd. Amin.

Pada suatu malam berkumpullah pemimpin-pemimpin KNI dan PRI untuk mengadakan rapat pleno dibawah pimpinan Mahmud Marzuki. Rapat tersebut bertujuan untuk menyusun program pemerintahan dan gerak langkah perjuangan. Disamping itu juga dimaksudkan untuk menyambut wedana Bangkinang yang baru, yakni Bahrun Syah. Rapat tersebut baru selesai jam 4 subuh. Kiranya, sejak jam 3.00, tempat rapat tersebut telah dikepung oleh satu batallion Jepang bersenjata lengkap. Tentara Jepang menangkap pemimpin-pemimpin yang baru selesai rapat itu. Dari sejumlah 36 orang itu tertangkap 13 orang termasuk Mahmud Marzuki, H. Mhd. Amin serta para wedana dan lain-lain. Siang itu Jepang membawa pemimpin-pemimpin kita itu ke Pekanbaru. Di perjalanan rakyat siap untuk menyerang Jepang tersebut dengan senjata lengkap. Rakyat yang menghadang itu ditembak jepang, dan 12 orang korban dipihak kita serta beberapa orang luka-luka. Sesampai di Pekanbaru, pemimpin kita itu ditahan dan disiksa, dipukul dan lain sebagainya. Terhadap Mahmud Marzuki dan H. Mhd. Amin Jepang teramat zalim. Dada dan kepalanya diinjak-injak, punggunggnya dipukul dengan kayu berduri, kemulutnya dituangkan air sabun, kepalanya dibanam-banam, caci maki dan hantam bagero tak henti-hentinya. Sehingga dari punggung dan dadanya keluar darah. Mereka tidak diberi makan selama tiga hari. Hari-hari berikutnya hanya diberi nasi sekepal seorang yang dilumuru sedikit garam. Setelah 51 hari dalam tahanan, barulah pemimpin-pemimpin itu dibebaskan dan kembali ke Bangkinang. Mereka disambut rakyat dengan air mata gembira. menurut keterangan kawan-kawan Mahmud Marzuki yang masih hidup, dalam rangka penyambutan mereka, telah disembelih belasan ekor kerbau dan seratus lima puluh ekor kambing sebagai membayar nazar guna keselamatan pemimpin-pemimpin yang ditahan itu. 

 

D.        AKHIR KEHIDUPAN

Meskipun semenjak Mahmud Marzuki disiksa Jepang kesehatan selalu terganggu, namun sedikitpun semangatnya tidak kendor, setapakpun ia tak hendak mundur, ia senantiasa meneruskan usahanya, baik ia sebagai mubaligh dan maupun sebagai pejuang. Tidaklah akan berlebih-lebihan jika terhadap Mahmud Marzuki diberi julukan dengan “ Tokoh Pendidikan, juga Dakwah, Politikus Islam, Pejuang Ulung”, karena apa yang dikemukakan ini bukanlah isapan jempol, tapi bertolak dari kenyataan yang terdamba dihati banyak orang, yang tersemai dilingkungan masyarakat ramai.


Yang kita kemukakan diatas, itu prediketnya. Dan bila kita baca pribadinya serta kemampuannya, maka kita akan mengakuinya, jika kita tidak hendak menipu diri sendiri. Agar lebih jelas marilah kita kekas sifatnya yang khas itu :

1. Berjiwa besar/ pelopor
2. Ahli ilmu agama (ulama)
3. Tabah dan tawakkal
4. Tunggang dalam berkorban
5. Keras hati dan istiqomah
6. Bersemangat tak kunjung padam (ksatria)
7. Berotak cerdas
8. Rendah hati
9. Berani
10.Idealis


 Begitupun yang bersifat kekaryaan, antara lain dapat pula kita uraikan sebagai berikut :
1. Ahli pidato / juru Dakwah / Propogandis, justeru itulah banyak pecintanya dan diakui keulungannya, baik di Riau maupun Sumatera Barat.
2. Pelopor / Tokoh dalam Pendidikan, terbukti ia sebagai guru di Payakumbuh, pendiri sekolah dikampungnya, menjabat penilik sekolah agama sekewedanaan Bangkinang.
3. Ahli organisasi, terbukti ia memegang pimpinan Muhammadiyah kewedanaan Bangkinang, bahkan meliputi Limo Koto.
4. Bercita-cita tinggi, terbukti dengan kelanjutan sekolahnya di India.
5. Setia menepati janji, yakni tak mau mungkir dan konsekwen menepati pada waktu tertentu.
6. Pejuang (Pisabilillah), amar Makruf  Nahi Mungkar, terbukti dengan taktiknya memasuki ”Suluk Yang Sesat” didaerah Bangkinang, untuk kemudian membetulkannya / memurnikannya. Begitupun atas tunjukan Ninik Mamak Limo Koto, beliau jadi utusan atau perwakilan ulama dalam Cu Saniin ( kesatuan Ulama dalam / semasa Jepang, yang beranggotakan 200 orang yang berkantor di Pekanbaru.
7. Setia pada Negara, terbukti sewaktu awal Kemerdekaan, ia bersedia memegang kendali Pemerintahan dalam daerah kewedanaan Bangkinang.
8.Selanjutnya sedia dan aktif selaku ketua Komite Nasional Indonesai(KNI).

Sumber : http://pustaka-arsip.kamparkab.go.id/berita-sejarah-tokoh-pejuang-utama-daerah--kabupaten-kampar.html