Penulis : ABDUL RIVA’I TALOET, BA
Tahun terbit : 2005
1. MAHMUD MARZUKI ( Tokoh Pejuang Utama )
Sesuai bunyi semboyan ” Bangsa yang besar ialah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”. Maka penulis hendak mengetengahkan kisah heroik dari tokoh pendidikan yang poluper dengan sebutan Engku Buya Mahmud Marzuki.
Selanjutnya penulis bermaksud dengan mempublikasikan materi sejarah ini, selain untuk dapat diketahui dan menghargai jasa beliau, sekaligus untuk jadi panutan/panduan bagi kita, terutama bagi generasi muda pewaris penerus perjuangan bangsa indonesia terutama dalam rangka pengisian kemerdekaan yang kini melewati usia setengah abad.
Kiranya tabloid serambi mekkah yang punya kesadaran yang tinggi serta sebagai manifestasi penghargaan terhadap pejuang/ pahlawan bangsa, sengaja menyediakan ruangan untuk mempublikasikan kisah heroik dan patriotik.
Guna mempermudah para pembaca menyerap materi kesehajaan/kepahlawanan yang diketengahkan, maka penulis beberkan secara rinci dan sistemat, sebagai berikut :
A. Kelahiran Dan Pendidikannya
Mahmud Marzuki dilahirkan dikampung Kumantan, Bangkinang dalam daerah provinsi Riau pada tahun 1915. Ayahnya bernama Pakih Rajo, bekerja sebagai Andemar dan disamping itu anggota partai Serikat Islam. Ia berasal dari Kubang Putih-Bukittinggi. Ibunya bernama Hainah, pekerjaan dagang beras dipasar Bangkinang. Mahmud Marzuki adalah anak tunggal yang hidup dalam kesederhanaan. Ayahnya meninggal dunia sewaktu ia berumur dua tahun. Masih kecil Ia telah yatim.
Pada tahun 1922 sewaktu ia berumur 7 tahun, ia dimasukkan ibunya kesekolah Desa Bangkinang sampai ia menduduki kelas empat. Kemudian ia mengikuti mamaknya Engku Kadhi Rajo bekerja disimpang tiga Pekanbaru selama dua tahun.
Kemudian timbul kembali minatnya untuk belajar, maka dari tahun 1927 sampai tahun 1934 ia masuk mengaji disekolah Tarbiyatul Islamiyah dibawah pimpinan guru Abdul Malik, Mahmud Marzuki meneruskan pelajarannya sehingga sampai menamatkan kelas tujuh.
Oleh karena ia bercita-cita tinggi, terutama ia ingin melihat rakyat terlepas dari belenggu kejahilan dan dari kezaliman penjajah, maka ia bertekad hendak melanjutkan sekolahnya. Dan pada pertengahan tahun 1934 berangkatlah ia (maksudnya) ke India . baru saja sampai ke Selat Panjang, ia telah terlantar karena kehabisan uang biaya perjalanan. Untunglah ada mamaknya didaerah ini yang bekerja sebagai tukang pangkas rambut. Dua bulan ia disini mencari bersama mamaknya. Selama itu sempat pula ia ditangkap polisi karena dituduh menjual korek api tanpa surat izin.
Kemudian dengan bantuan uang biaya yang diberikan mamaknya ia meneruskan perjalanan ke Singapura. Di sini Mahmud Marzuki disambut dan dibantu oleh Abu Bakar yakni salah seorang orang yang berasal dari kampungnya, yang kemudian bermukim di Pekanbaru yang terkenal sebagai H. Abu Bakar pengusaha motor Batang Kampar.
Dengan uang bantuan uang yang diberikan abu bakar tersebut Mahmud Marzuki meneruskan perjalanannya ke parit di Malaysia. Penduduk parit itu pada umumnya berasal dari Kuok, justeru itu mereka menyambut dan melayani Mahmud Marzuki sebagai family mereka sendiri. Di Parit ini sempat Mahmud Marzuki melanjutkan sekolahnya selama setahun.
Tatkala Mahmud Marzuki melihat prestasinya dan menyatakan keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke India, maka oleh masyarakat Kuok (Kampar) disana, menyanggupi membantu biaya perjalanan dan selama berlayar di India. setibanya di India, pertama-tama Mahmud Marzuki memasuki kursus bahasa Undu dan bahasa Arab. Setelah itu barulah ia memasuki salah satu perguruan tinggi di Lahore yakni sejenis sekolah yang didirikan oleh orang kaya India.
B. KARIERNYA
Setelah ia menamatkan sekolahnya pada tahun 1936, berangkatlah Mahmud Marzuki meninggalkan India menuju Indonesia. Sesampainya di Bangkinang, ia disambut baik oleh bekas gurunya dulu yakni H. Abdul Malik, seraya mengangkat Mahmud Marzuki menjadi muptis atau penilik sekolah bagi sekolah-sekolah Tarbiyah Islamiyah yang telah banyak berdiri dikenegrian Air tiris dan Kuok.
selain Mangku penilik sekolah agama, maka untuk perbaikan masyarakat ia bertindak sebagai juru dakwa. Demi belanda memperhatikan bahwa pengaruh mahmud marzuki ini semakin besar,menyebabkan ia curiga, maka jejak langkahnya selalu diikuti oleh reserse belanda.
Sekali peristiwa, belanda mencoba menjebak Mahmud Marzuki. kepada kepala negeri Bangkinang diperintahkan untuk mengundang Mahmud Marzuki dalam rangka memberikan uraian Isra’ dan Mi’raj. Justeru ada alasan bagi Belanda untuk menjerat lehernya. seTelah selesai pertemuan itu, kontler Belanda memanggil Mahmud Marzuki kekantornya dan menasehatkan agar Mahmud Marzuki jangan terlalu banyak berpidato.
Mengingat oleh karena itu sempitnya jalan memberikan pengajian didaerah Bangkinang pada masa itu, maka Mahmud Marzuki lebih mengarahkan dakwahnya kedaerah Airtiris. Lagipula disini banyak teman seperjuangannya seperti ; H. Mhd. Khatib, H.Jaafar, Engku Malik Yahya, Engku Mudo Hamid dan pemimpin-pemimpin Muhammadiyah lainnya. Mahmud Marzuki sangat tertarik kepada Muhammadiyah karena amal bakti dibidang : Sosial, Agama dan Pendidikan yang diselenggarakan dalam organisasi ini. Justeru itu penghujung tahun 1939 ia diangkat menjadi ketua Muhammadiyah cabang kewedanaan Bangkinang.
Dalam kegiatan selanjutnya, pada tahun 1940 Mahmud Marzuki mendirikan sekolah Muhammadiyah di Kumantan Bangkinag. Tapi sayangnya, usaha beliau tersebut kurang mendapat sokongan dari masyarakat kampungnya itu. Pada tahun 1941 Mahmud Marzuki pidah ke Payakumbuh, disamping sebagi guru ia berfungsi sebagai mubaligh sambil terus mendalami ke Muhammadiyahannya, ia bertabligh keberbagai negeri di Sumbar seperti : Payakumbuh, Sliki, Solok, Sulit Air, Pariaman, Bukittingi dan Padang Panjang.
Semakin lama namanya semakin tenar dan sangat digemari orang, sehingga jadilah ia seorang mubakigh yang ulung. Hampir diseluruh Sumatera Barat namanya dikenal orang, lebih-lebih karena isi pidatonya menarik hati, tata bahasanya sederhana dan mempunyai falsafah yang dalam. Adapun teman-teman seperjuangannya di Sumbar ialah : Buya Zulkarnaini, Buya Alimin dan Buya Rasyid. Akan kedudukannnya di Payakumbuh itu tidaklah menyebabkannya mengabaikan tugasnya didaerah Bangkinang (Riau).
Kemudian oleh karena situasi dan keadaan masyarakat di kewedanaan Bangkinang menghendaki tenaganya, maka Mahmud Marzuki diminta kembali kedaerah Limo Koto, kiranya beliau berkenan dan dengan aktif mencurahkan tenaganya. Dengan demikian Muhammadiyah yang tadinya terdiri dari beberapa ranting, sekarang semenjak dibawah pimpinannya dalam waktu relatif singkat telah menjadi 47 ranting, meliputi daerah Limo Koto, terutama di Airtiris, Bangkinang dan Kuok.
Hanya sebagai partnertnya yang ideal dibidang politik, Mahmud Marzuki selalu didampingi oleh H. Mhd. Amin yang pernah menjabat sebagai ketua partai Muslimin indonesia (Parmi) dan kemudian beliau disebut-sebut sebagai salah satu seorang perintis kemerdekaan RI didaerah Kampar. Namun, karena pengurusan untuk mendapat pengakuan resmi dari kantor sosil (yang berwenang memberikan gelar itu), maka sampai saat ini kepada Buya Mahmud Marzuki maka dapat disandangkan prediket “ Perintis Kemerdekaan ” itu. Menyadari hal yang demikian, waktu belakangan ini, anak dan sanak keluarganya, sedang berupaya aktif mengurus pencapaian gelar Perintis Kemerdekaan RI bagi Mahmud Marzuki.
C. Perjuangan Dibidang Politik dan Fisik
Kedatangan tentara Jepang memasuki daerah Bangkinang tidkalah menggemparkan masyarakat, karena Jepang jauh sebelumnya telah memberikan bukujan dan janjji-janji yang muluk-muluk kepada pihak kita Indonesia. Seakan-akan ia tidak hendak memusihi kita, malah hendak bekerja sama dalam menghadapi tentara sekutu, termasuk Belanda yang sedang menjajah kita.
Akan tetapi, setelah memperhatikan bahwa janji Jepang yang muluk itu kenyataannya busuk. Katanya bekerja sama, tapi prakteknya kontra bahkan telah memperlihatkan sikap zalimnya karenanya. Pemimpin-pemimpin didaerah Kampar mulai mengadakan perlawanan lewat organisasi Muhammadiyah, antara lain dengan memberikan Latihan Keterampilan Kepanduan (HW) dan lain-lain.
Dalam hal ini Mahmud Marzuki terus menjalankan perlawanannya. Dapat kita kemukakan bahwa sewaktu penjajahan Jepang ini ada suatu badan yang bernama Cu saniin. Badan badan ini beranggotakan 200 orang Ulama dan berkantor di Pekanbaru. Sebagai mewakili ulama dari daaerah Limo Koto, Ninik-Mamak menunjuk Mahmud Marzuki.
Dengan jatuhnya bom atom di Hirosima dan Nagasaki Jepang mengaku kalah kepada tentara sekutu. Maka pada tanggal 17 agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaan. Oleh karena hubungan diwaktu itu sulit, maka berita tentang Kemerdekaan RI lambat dan sulit diketahui rakyat di daerah-daerah.
Tapi dalam pada itu sewaktu Mahmud Marzuki dan Mhd. Amin akan sembahyanhg hari Raya, di Simpang Kubu, Airtiris, mereka berdialog sebagai berikut ;
H. Mhd.Amin : “Sejak sehari dua ini saya merasa heran”
Mahmud Marzuki : “Kenapa ? apa betul yang mengherankan ?
apa gerangan yang terjadi?
H. Mhd. Amin : “Bila kita perhatikan sikap Jepang, yang biasanya bersemangat, sekarang kelihatannya lesu dan murung. begitupun mereka biasanya “ bersorak-sorak dan menepuk-nepuk motor bila ia lalu dijalan raya. Tapi sehari dua ini tidaklah demikian halnya. Saya mengira tentulah mereka ditimpa malapetaka dan kekecewaan yang besar. Jangan-jangan jepang sudah kalah sekarang.
Mahmud Marzuki : “ kalau Jepang kalah, kita naik lagi!
h. mhd. amin : ‘ Jadi bagaimana akal? hendaknya kita tahu dalam hal ini”.
Mahmud Marzuki : “ Menurut hemat saya baiklah kita berangkat ke Bangkinang sekarang”.
Demikianlah dialog mereka dan untuk meyakinkan bagaimana keadaan yang sebenarnya, maka berangkatlah kedua orang pemimpin itu ke Bangkinang. Setibanya didepan kantor Muhammadiyah cabang Bangkinang, maka disonsong oleh Hasyim yang menjabat sebagi pejabat Muhammadiyah. Ia menjelaskan bahwa ada teks Proklamasi yang ditempelkan orang dimuka kantor. Dalam beliau asyik melihat pengumuman itu dengan tergopoh-gopoh datang menteri pos yang bernama datuk poyok. Secara berbisik-bisik ia menyampaikan kedua pemimpin tadi bahwa ia telah menerima kawat yang menyatakan Indonesia telah merdeka, dan diumumkan oleh Soekarno dan muhammad. Hatta.
Selnjutnya datuk poyok itu berkata : “ kawat ini disuruh sampaikan kepada tuan-tuan”. Dengan demikian jelaslah kepada mereka bahwa Indonesia telah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dah Syahlah tentara Jepang telah kalah.
Selanjutnya mahmud marzuki bersama pemimpin-pemimpin lainnya mengambil inisiatif akan mengatakan Komperensi. Rapat tersebut diadakan pada hari Kamis , 21 Agustus 1945 bertempat disekolah Muhammadiyah di Muara Jalai. Semua pemimpin Muhammadiyah ranting ( dari Terantang sampai ke Kuok) di undang hadir, ternyata berjumlah 150 orang. Salah satu isi rapat yang terpenting ialah supaya besok serentak menaikkan bendera merah putih di tempat masing-masing, selanjutnya dan tanggal 24 Agustus 1945 bersama-sama mengibarkan sand dwi warna di muka kantor kontler Bangkinang. Selain daripada itu, rapat juga memutuskan mengutus H.Mhd. Amin dan Mahmud Marzuki untuk meninjau situasi dan kondisi didaerah Pekanbaru dan Sekitarnya.
Sedangkan musyawarah itu berlansung, sekonyong-konyong tentara Jepang datang beserta dengan beberapa orang polisi yang ditaksir berjumlah 30 orang dibawah komandannya Yamamoto. Mereka berhenti diseberang sungai Kampar dekat pasar Airtiris, seraya mengirimkan 2 orang utusan untuk memanggil H.Mhd. Amin dan Mahmud Marzuki yang sedang memimpin rapat. Atas perundingan mereka, sesuai dengann profesi dibidang politik, maka Mahmud Marzuki mempercayakan H. Mhd. Amin untuk menemui dan memutuskan perundingan dengan sang Jepang itu.
Setibanya H. Mhd. Amin dekat Jepang itu, Yamamoto tampil dan lansung menanyakan apa maksud rapat itu diadakan. H. Mhd. Amin dengan terus terang menyatakan isi rapat tersebut, yakni besok serentak mengibarkan bendera merah-putih diseluruh Bangkinang. Dan selambat-lambatnya pada tanggal 4 Agustus 1945 telah menengakkan bendera merah-putih dimuka kantor Bangkinang.
Yamamoto berusaha hendak menggagalkan rapat tersebut, tapi H. Mhd. Amin tidak menerima pernyataan Yamamoto itu, malah memberi saran kepada Yamamoto untuk menghadapi tentara Sekutu dan Belanda yang sewaktu itu ditakutinya. Selepas pertemuan H. Mhd. Amin kembali ketempat rapat dan menceritakan masalah perundingannya dengan Yamamoto tersebut. Rapat kembali diteruskan.
Sebagai untuk merealisir putusan rapat itu, maka tanggal 24 Agustus 1945 dikibarkanlah bendera merah-putih dimuka kontler Bangkinang. semenjak itu dengan diusirnya/diungsikannya demang-demang (kuasa pemerintahan) didaerah Bangkinang, kendali pemerintah diambil alih oleh Mahmud Marzuki dan kawan-kawan. Hal ini berlansung selama 20 hari.
Dalam pada itu, berdasarkan instruksi dari pusat, maka pada pertengahan September 1945 terbentuklah Komite Nasional Indonesia (KNI) dan Mahmud Marzuki tertunjuk sebagai ketuanya. Dan berbarengan dengan itu didirikan pulalah orpol Pemuda Republik Indonesia (PRI) cabang Bangkinang yang diketuai H. Mhd. Amin.
Pada suatu malam berkumpullah pemimpin-pemimpin KNI dan PRI untuk mengadakan rapat pleno dibawah pimpinan Mahmud Marzuki. Rapat tersebut bertujuan untuk menyusun program pemerintahan dan gerak langkah perjuangan. Disamping itu juga dimaksudkan untuk menyambut wedana Bangkinang yang baru, yakni Bahrun Syah. Rapat tersebut baru selesai jam 4 subuh.
Kiranya, sejak jam 3.00, tempat rapat tersebut telah dikepung oleh satu batallion Jepang bersenjata lengkap. Tentara Jepang menangkap pemimpin-pemimpin yang baru selesai rapat itu. Dari sejumlah 36 orang itu tertangkap 13 orang termasuk Mahmud Marzuki, H. Mhd. Amin serta para wedana dan lain-lain. Siang itu Jepang membawa pemimpin-pemimpin kita itu ke Pekanbaru. Di perjalanan rakyat siap untuk menyerang Jepang tersebut dengan senjata lengkap. Rakyat yang menghadang itu ditembak jepang, dan 12 orang korban dipihak kita serta beberapa orang luka-luka. Sesampai di Pekanbaru, pemimpin kita itu ditahan dan disiksa, dipukul dan lain sebagainya. Terhadap Mahmud Marzuki dan H. Mhd. Amin Jepang teramat zalim. Dada dan kepalanya diinjak-injak, punggunggnya dipukul dengan kayu berduri, kemulutnya dituangkan air sabun, kepalanya dibanam-banam, caci maki dan hantam bagero tak henti-hentinya. Sehingga dari punggung dan dadanya keluar darah. Mereka tidak diberi makan selama tiga hari. Hari-hari berikutnya hanya diberi nasi sekepal seorang yang dilumuru sedikit garam. Setelah 51 hari dalam tahanan, barulah pemimpin-pemimpin itu dibebaskan dan kembali ke Bangkinang. Mereka disambut rakyat dengan air mata gembira. menurut keterangan kawan-kawan Mahmud Marzuki yang masih hidup, dalam rangka penyambutan mereka, telah disembelih belasan ekor kerbau dan seratus lima puluh ekor kambing sebagai membayar nazar guna keselamatan pemimpin-pemimpin yang ditahan itu.
D. AKHIR KEHIDUPAN
Meskipun semenjak Mahmud Marzuki disiksa Jepang kesehatan selalu terganggu, namun sedikitpun semangatnya tidak kendor, setapakpun ia tak hendak mundur, ia senantiasa meneruskan usahanya, baik ia sebagai mubaligh dan maupun sebagai pejuang.
Tidaklah akan berlebih-lebihan jika terhadap Mahmud Marzuki diberi julukan dengan “ Tokoh Pendidikan, juga Dakwah, Politikus Islam, Pejuang Ulung”, karena apa yang dikemukakan ini bukanlah isapan jempol, tapi bertolak dari kenyataan yang terdamba dihati banyak orang, yang tersemai dilingkungan masyarakat ramai.
Yang kita kemukakan diatas, itu prediketnya. Dan bila kita baca pribadinya serta kemampuannya, maka kita akan mengakuinya, jika kita tidak hendak menipu diri sendiri. Agar lebih jelas marilah kita kekas sifatnya yang khas itu :
1. Berjiwa besar/ pelopor
2. Ahli ilmu agama (ulama)
3. Tabah dan tawakkal
4. Tunggang dalam berkorban
5. Keras hati dan istiqomah
6. Bersemangat tak kunjung padam (ksatria)
7. Berotak cerdas
8. Rendah hati
9. Berani
10.Idealis
Begitupun yang bersifat kekaryaan, antara lain dapat pula kita uraikan sebagai berikut :
1. Ahli pidato / juru Dakwah / Propogandis, justeru itulah banyak pecintanya dan diakui keulungannya, baik di Riau maupun Sumatera Barat.
2. Pelopor / Tokoh dalam Pendidikan, terbukti ia sebagai guru di Payakumbuh, pendiri sekolah dikampungnya, menjabat penilik sekolah agama sekewedanaan Bangkinang.
3. Ahli organisasi, terbukti ia memegang pimpinan Muhammadiyah kewedanaan Bangkinang, bahkan meliputi Limo Koto.
4. Bercita-cita tinggi, terbukti dengan kelanjutan sekolahnya di India.
5. Setia menepati janji, yakni tak mau mungkir dan konsekwen menepati pada waktu tertentu.
6. Pejuang (Pisabilillah), amar Makruf Nahi Mungkar, terbukti dengan taktiknya memasuki ”Suluk Yang Sesat” didaerah Bangkinang, untuk kemudian membetulkannya / memurnikannya. Begitupun atas tunjukan Ninik Mamak Limo Koto, beliau jadi utusan atau perwakilan ulama dalam Cu Saniin ( kesatuan Ulama dalam / semasa Jepang, yang beranggotakan 200 orang yang berkantor di Pekanbaru.
7. Setia pada Negara, terbukti sewaktu awal Kemerdekaan, ia bersedia memegang kendali Pemerintahan dalam daerah kewedanaan Bangkinang.
8.Selanjutnya sedia dan aktif selaku ketua Komite Nasional Indonesai(KNI).
Sedemikianlah penulis beberkan; sesuai iinformasi yang diperoleh. Bila dinilai seacra objektif, tidaklah keterlaluan, jika Prof. Dr. Hamka yang pernah bergaul dengan Mahmud Marzuki mengakui (sekitar tahun 1946) akan keahliannya berpidato dan sikap kepahlawanan Mahmud Marzuki.
Sayang seribu kali sayang, tuhan yang maha Esa jualah yang menentukan takdir. Pada umumnya, tiap-tiap sesuatu itu ada sebab musababnya. Begitupun mengenai diri Mahmud Marzuki, mungkin karena terlalu memforsir tenaga, tak kenal lelah siang dan malam, lagi pula sejak ia ditahan dan disiksa jepang, telah selalu ia sakit-akitan.
Maka akhirnya, pada tanggal 5 Agustus 1946, bertepatan dengan 4 Rosadhan jam 06.00 malam, beliau berpulang kerahmatullah. Dan jenazahnya dimakamkan dimuka sekolah Muallimin Kumantan Bangkinang, Kabupaten Kampar.
Mahmud Marzuki pergi meninggalkan beberapa orang anak dan seorang isteri. Yang disayangkan, ia meninggalkan: Rakyat, Masyarakat dan Negara Indonesia yang dicintainya.
Ia meninggalkan bermacam-macam benih yang telah disemai, tapi ia belum sempat menuai. Beliau tinggalkan berbagai bengkalai yang memerlukan kecepatan tangan dan keringanan tangan orang yang pandai menghargai.
Bagi orang didaerah kewedanaan Bangkinang, malah Limo Koto pada khususnya, bahkan lebih luas lagi, Riau dan Sumatera Barat, Mahmud Marzuki adalah salah seorang pemimpin yang berkemampuan banyak dan tinggi nilainya. Berdasarkan profesi karya dan jasa-jasanya beliau tergolong selaku :
1. Tokkoh Pendidikan
2. Tokoh Pelopor Pengembangan Agama
3. Tokoh Politik
4. Tokoh Pejuaan Phisik
5. Tokoh Yang Ikut Merintis Kemerdekaan Negara Republik Iindonesia
Sekarang, bila seperti saat-saat bulan November, mendatang, maka kenangan kembalai berulang, menggema, melambai syahdu, teringat kepada mereka para pejuang para pejuang bangsa yang diungkapkan dengan bidal” Harimau Mati Meninggalkan Belang, Gajah Mati Meninggalkan Gading dan Manusia Mati Meninggalkan Jasa. Demikian pula Buya Mahmud Marzuki dan pejuang/ pahlawan bangsa lainnya.
Memang bagaikan “Permata Delima”, sukar dicari, mahal dibeli, satu dalam sejuta. Dan kepergian mereka bukan untuk berlarut diratapi. Bangsa dan Tanah Air Indonesia menghendaki “Patah Tumbuh, Hilang Berganti”.
Negara dan nilai-nilai luhur 1945 menghendaki penerusan urusan melanjutkan bengkalai hingga selesai. Itulah yang pada hakekatnya tindak lanjut pembangunaan dalm segala aspek hidup dan kehidupan.
2. A. LATIF DT. BANDARO SAKTI ( TOKOH SOSIAL KEMASYARAKATAN)
A. Asal Kelahirannya
Nama kecilnya abdul latif, kemudian digelari Dt. Bandaro Sakti. A. Latif Dt. Bandaro sakti lahir di kp. Langgini tahun 1901.
Ayahnya bernama ahmad. Orang jawa timur tepatnya dari tulung agung pencahariannya bertani.
Ibu beliau bernama dani. gelar H. Mariam. suku mandahiling, asal kp Langgini, Bangkinang.
Sesuai dengan garis keturunannya, Dt. Bandaro sakti bersuku menurut ibunya yakni mandahiling (tergolong suku domo).
Abdul latif Dt. Bandaro sakti ada enam bersaudara ( 3 Laki-laki, 3 Perempuan) yakni A. Latif, H.Zaindudin, H. M. Nur, H. Jamiah, H.Fatimah dan H.Aminah.
B. Sifat –sifatnya
Abdul Latif mempunyai sifat-sifat yang terpuji, antara lain
1. Sosial
2. Keras hati
3. Berjiwa besar/merdeka
4. Berani
5. Suka membela orang yang teraniaya
6. Berwibawa
7. Dan adil disegani oleh orang lain
Hobynya atau keahliannya main Domino, main Bola Kaki, bersilat dan memiliki ilmu kebatinan yang tangguh, terampil serta tinggi jauh lompatannya, sehingga populer disebut orang jauh “ Lompatnya Sekayu Kain”.
C. Pendidikannya
Abdul Latif dimasukkan sekolah Goveernemen pada usia 8 tahun dan menamatkan SD kelas V di Bangkinang. Ia bermaksud hendak melanjutkan sekolahnya ke H.I.S di Bangkinang, tetapi karena tidak anak bangsawan, maka tidak berhak mengecap pendidikan yang agak tinggi, justeru itu tidak dibenarkan oleh kontler (wedana) Belanda yang waktu itu sedang menjajah bangsa kita.
Kira-kira setahun lamanya Abdul Latif menganggur. Berhubung oleh kuat minatnya hendak melanjtkan sekolah, maka atas ajakan iparnya Martowijoyo Wagimin (suami kakaknya H. Jamiah) yang juga berasal dari Jawa yang sewaktu itu jabatannya Menteri Ukuir pada pemerintahan Belanda.
Setibanya Dt. Bandaro Sakti beserta iparnya di Jawa, ia dimasukkan pada sekolah Amboes School ( sekolah tukang) di Batavia. Setamatnya dari sekolah tersebut, beliau sudah menetap di Batavia.
Dalam kurun waktu ia memasuki kursus keterampilan. Dalam keadaan demikian tiba-tiba datang orang Bangkinang yang hendak menjemputnya.
D. Perjuangannya
Adapun sebab musabab maka ia dijemput terbawa oleh familynya ke Bangkinang, dimaksudkan agar ia mau menjabat jadi sambutan Dt. Bandaro Sati ( pucuk adat Kenegrian Bangkinang). Yang pada waktu itu pemangku jabatan tersebut adalah Dt. Bandaro Sati Taratib Relah tua dan Dt. Majelelo Maninggal.
Setelah tibanya di Bangkinang pada tahun 192, maka langsung ia diangkat jadi penghulu dengan gelar Dt. Mojolelo,kira-kira selam 4 tahun. Sewaktu taratib meninggal, Abdul Latib lansung diangkat menjadi Dt. Bandaro Sakti yang fungsinya selain sebagai pucuk adat juga sebagi pucuk negeri Bangkinang, juga sebagai pucuk nagari Limo Koto.
Guna untukjaminan hidupnya, sesuai dengan pendidikan yang dimilikinya,lagi pula ada hubungan baik ayahnya dengan pemerintah Belanda, maka Abdul Latib dapat diterima bekerja sebagai Lerhing (pembantu juru tulis ) dikantor kontler, dan setelah dua tahun pada jabatan tersebut, ia diangkat Khalap Scaefer (juru tulis kontler).
Setelah 2 tahun pula pada jabatan tersebut beliau diangkat jadi juru tulis tetapdan pindah kekantor distrik hop di bangkinang.
Oleh karena belanda, sesuai dengan fungsinya sebagai penjajah yang senantiasa menekan dan memeaksa terhadap bangsa kita, oleh Dt. Bandaro sati dirasakan sebagai suatu tindakan yang tidak manusiawi, justeru itu selalu ditantang dan diingkarinya, yang menyebabkan selalu terjadi ketegangan dan sangketa dengan pihak Belanda. Oleh karena itu, kenaikan pangkatnya ditahan / terlambat.
Sekali peristiwa, demang yang menganggappara pemukulcabang dikampung-kampung teledor akan tugasnya, dalam rangka mengerahkan tenaga pekerja rodi, makamereka di panggl kekantordan beberapa hari dihukum taujang, tanpa ada yang perkaranya diperiksa.
Memperhatikan keadaan rakyat yang lemah dan miskin diperlakukan tidak wajar demikian, Dt.Bandaro Sati meras jengkel kepada demang, maka dengan serta merta mereka dibebaskan dan disuruh pulang kerumah masing-masiing.
Mengetahui akan tindakan Dt.Bandaro Sati demikian, yang mendahului atau mengatasi wewenang demang, maka demang yang merasakan terhina lalu melaporkan Dt.Bandaro Sati kepada Kontler.
Kontler menguka perkara tersebut dan diadakan perdamaian.Namun tak lama kemudian beliaudipindahkan ke Sumatera Est Cust.
Beberapa lama kemudian Dt.Bandaro Sati diangkat menjadi wedana dibatu bersurat (Onderdistrik). Kemudian dipindahkan pula menjadi wedana di Suliki (dari Suliki selanjutnya ke Painam)
Sewaktu dia menjadi wedana di Suliki ini Dt.Bandaro Sati pernah meninju kepala polisi Belanda yang bertindak kejam dan kasar, kepala polisi tersebut terpelanting kira-kira 15 depa, kena tinju yang bagai halilintar itu.
Adapun pangkal sangketa tersebut, ialah karena Dt.Bandaro Satiyang sewaktu itu diberikan tugas untuk mengeluarkan izin senjata, oleh sebab satu dan lain hal terlambat, maka ia dibantak dan dimarahi kepala polisi tersebut. Beliau merasa tersinggung dan menantang hingga terjdilah duel, yang akibat kejadian itu Dt.Bandaro Sati ditahan oleh pemerintahan Belanda.
Sewaktu Jepang masuk dan dapat mengalahkan Belanda, maka Dt.Bandaro Sati dibebaskan dari penjara bersama tahanan lainnya, seraya beliau kembali ke Bangkinang.
Jabatannya dalam adat dibidang Ninik-Mamak (yang sementara ia menjadi pegawai pada pemerintahan diperantauan), dijabat oleh Yahya Dt. Majolelo, kemudian dipangkunya kembali.
Dt.Bandaro Sati antara lain mempunyai daerah tanah wilayah yang luas, dari ridan kelombrong berbatas dengan wilayah Dt.Bandaro hitam dan berbatas dengan wilayah Dt. Indokomo di Airtiris.
Adapun jabatan dan perjuangan –perjuangan lainnya yang penting dan berkesan diantaranya ialah :
1. Sekitar tahun 30an, Dt. Bandaro Sakti beserta Dt. Mantege handal di batu bersurat pergi menaklukan orang ambon yang biadab dan lalim didaerah Padang Mangatas. Dengan memakai rantai babi yang dipinjamnya dari seorang janda di batu bersurat, ia tampil menghadang kepala bidang peternakan tersebut, dimana selama ini tidak ada orang yang sanggup menentangnya.
Dalam duel tersebut Dt. Bandaro Sati dapat menaklukan orang ambon yang memperkosa kemenakan angkatnya disana itu. Kemudian khalayak ramai didaerah tersebutbersama-sama mengeroyok dan menyiksa orang ambon yang zalim tersebuat hingga menemui ajalnya.
Rakyat Padang Mangatas dan sekitarnya itu mengaturkan terima kasih kepada Dt.Bandaro Sati dan Dt. Mantega atas jasa mereka membasmi mengalahkan penguasa yang zalim tersebut.
2. Disamping ia menjadi wedana di Batu Bersurat ( Kecamatan XIII Koto Kampar). Dt.Bandaro Sati juga pernah menjadi KPG (Komando Pangkalan Gerilya)
3. Dt.Bandaro Sati ikut membunuh Jepang sewaktu Jepang memasuki Bangkinang tahun 1942.
4. Ia pernah diangkatmenjadi ketua PNI Kab. Kampar pada tahun 1960 an.
5. Dt.Bandaro Sati tertunjuk sebagai salah seorang yang menjadi panitia desentralisasi kewedanan Bangkinang bersama A. Malik Yahya, H.M. Amin. Dt. Majolelo dan lain-lain, yang ikut berjuang untuk penentuan status dan nama daerah Kabupaten ini. Usulnya Dt.Bandaro Sati daerah ini dinamakan Kabupaten Kampar, didukung oleh Dt. Majolelo dan dikuatkan oleh A. Malik Yahya sehingga berhasil disetujui oleh anggota sidang pada tahun 1962 di Bangkinang. Ikut membantu melayani kedatangan presiden PDRI (Safrudin Prawira Negara) ke Bangkinang di Suru Ubudiyah Bangkinang.
6. Dt.Bandaro Sati banyak memperlopori pembangunan di daerah Kampar antar lain :
• Gedung mesin listrik Bangkinang.
• Pembangunan rakit Kampung Gadang
• Pembangunan SGB dan SMP Bangkinang
• Pembangunan pasar Bangkinang
• Membuka tambang timah di Siabu dan Balung
• Banyak memberikan bantuan tanah-tanah wilayatnya,untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan taempat-tempat bangunan pemerintah di ibu kota Kabupaten Kampar ( Bangkinang dan sekitarnya).
E. Kawan - Kawan Seperjuangannya
Dt.Bandaro Sati mempunyai banyak temannya :
1. H. m. AMIN
2. Jamad Dt. Sunguik
3. A.malik yahya
4. Rifin ruslan
5. Hamzah dt.padukowarik
6. Hamzah yunus
7. Dan lain-lain.
F. AKHIR HIDUPNYA
Dt. Bandaro Sati meninggal pada tahun 1984. Pada usia 83 tahun. Dikebumikan dibelakang mesjid Ubudiyah pasar Bangkinang.
Beliau semasa hidupnya mempunyai 4 orang istri yakni : Rabiah, Masnah, Isa dan Mariana.
Ia meninggalkan 12 orang anak. Setelah ia berpulang keramatullah jabatan selaku pucuk nagari Bangkinang pada pucuk daerah Limo Koto dipegang oleh Drs.Amir Lutfi.
Bangkinang, oktober 1997
3. MAYOR ABD LATIF (KOMANDAN PASUKAN HARIMAU KAMPAR)
A. Kelahirannya
Abd. Latif lahir pada tahun 1917 di Binamang Pasir Pengarayan. Ayahnya bernama Mursyi, pekerjaannya bertani. Dia ada tiga orang adik beradik (bersaudara)yakni : yang tua Miyasni : yang tengah Ashin dan yang bungsu Abd.Latif. Ayahnya dan Ibu Abd.Latif taat beragama Islam, berpengaruh kepada pendidikan / pribadi Abd.Latif.
B. Pendidikannya
1. Masuk sekolah dasar pada usia 8tahun dipasir pengarayan disamping itu pendidikan agama dirumah tangga oleh orang tuanya.
2. Tahun 1930meanjutkan pendidikan di Mualimin Padang Sidempuan. Setelah belajar 5 tahun , ia menamatkan sekolah tersebut.
3. Tahun1936 masuk kursus ketermapilan menjahit dan menamatkannya setelah dua tahun dengan berolah ijazah.
4. Kuliah ke normal islam di Padang kota tahun 1940, menjelang tk.III. oleh karena Jepang masuk tahun 1942, maka Abd. Latif berhenti kuliah, lalu masuk latihan tentara.
Adapun teman-temannya semasa kuliah di normal adalah :
• Ismail Hasan (dari Bukittinggi)
• Abas Hasan ( dari Payakumbuh seorang pengarang)
C. Perjuangannya
a. Jabatan-jabatan mayor Abd.Latif
Gelar / pangkat Mayor (berstatus militer ) diberikan kepada Abd. Latif akhir tahun 1945.. Tanggal 1 Maret 1946 mayor Abd. Latif diangkat jadi komandan battalion pada resimen istimewa komandan Sumatera di fron Padang.
Pada tanggal 20 Januari 1947 seluruh batallion Abd. Latif dimasukkan ke resimen mayor Agus Salim Komandan resimen istimewa residen Sumatera di Payakumbuh mayor Umar Tamin.
Ketiga komandan tersebut bersatu dalam resimen komandan Sumatera berpusat di Bukittinggi. Selain jabatan komandan dipadang, mayor Abd. Latif diangkat menjadi wakil kepala persenjataan resimen tersebut untuk seluruh daerah resimen itu.
Pada 30 Januari 1948 mayor Abd. Latif ditugaskan oleh mayor Agus Salim (komandan) ke Bagan Siapi-Api dan ke Kepulauan Riau untuk membelis enjata. Senjata tersebut dapat dibeli mayor Abd. Latif di Bagan Siapi-Api.
Sewaktu senjata tersebut sampai ke Pekanbaru, bertepatan dengan tibanya Belanda di Pekanbaru. Senjata tersebut kena periksa oleh CPM di Pekanbaru, antara lain CPM itu bernama kopral Ali Imran.
Disebabkan menahan senjata tersebut ia dihukum, yakni dicukur dan senjata tersebut ditahan / tinggal di Pekanbaru. Selanjutnya kopral Ali Amran bergabung dengan mayor Abd. Latif pada waktu itu komandan pangkalan gerilya mayor Akil dan mayor Abd. Latif disamping sebagai wakil komandan gerilya, ia bertugas pula sebagai komandan pasukan Harimau Kampar.
Bahrum Arief selaku ketua dapur umum disamping ia sebagai Camat Bangkinang, begitupun Arifin Ruslan ikut bertugas / berjuang pada waktu tertentu, terutama disegi politik.
b. Pertempuran Sengit yang Dialami Mayor Abd. Latif
1. Pertempuran di Padang,
Dijalan lapangan ke Tabing pada peristiwa agresi Belanda pada tahun 1947. Pada waktu itu mayor Abd. Latif selaku komandan battalion dengan anggota pasukan lebih kurang 500 orang yang pada umumnya tertera pelajar dari normal relawan kota. Pada pertempuran itu kaki kiri mayor Abd. Latif kena tembak oleh Belanda. Disamping pasukan mayor Abd. Latif dipadang ada pasukan Harimau Keranji dengan komandan mayor Jamaludin. Mayor Abd. Latif dipadang hanya sampai tingkat III normal, karena pada waktu itu penjajahan Jepang telah masuk ke Padang. Dia ikut latihan militer dari Jepang tersebut.
2. Pertempuran di Rantau Berangin.
Pertempuran melawan agresi Belanda ke-II, tanggal 12 Januari 1949, pada hari Jumat pagi. Setelah bertempur 6 jam ( dari jam 12 malam s/d jam 6 pagi ). Rantau berangin dapat direbut oleh pasukan kita. Bahwa medan perang dapat dikuasai dari jam 9 pagi s / d jam 12 siang. Pertahanan pasukan mayor Abd. Latif di bukit Labuhan Batu, Rantau Berangin. Pada waktu pertempuran itu anggota pasukan mayor Abd. Latif yakni, pasukan Harimau Kampar berjumlah 450 orang.
Perlu kiranya dijelaskan disini, bahwa sebelum mayor Abd. Latif melakukan pertempuran sebagaimana yang dijelaskan diatas, sewaktu mayor Abd. Latif pulang dari Bagan Siapi-Api, dimana senjata yang akan dibawa kepadang telah ditahan di Pekanbaru, dan sewaktu itu menuju Padang ke induk pasukan resimen komandan Sumatera, dia dicegat oleh polisi di Bangkinag sewaktu mayor Abd. Latif ditanya polisi, ia mengatakan bahwa dia jadi komandan resimen pada kota Padang. Menanggapi wewenang / kemampuan mayor Abd. Latif serta pertimbangan bahwa dia itu orang Pasir Pengarayan, maka polisi tersebut meminta supaya mayor Abd. Latif mau memimpin perjuangan didaerah Kampar dan orang-orang yang akan jadi anak buahnya, yang terdiri dari Polisi, Tentara, CPM, Angkatan Udara, Angkatan Darat dan dari Rakyat setempat, sejumlah 450 orang, Harimau Kampar, yang tadi telah dinyatakan berjuang melawan agresi Belanda di Rantau Berangin yang telah memenangkan pertempuran tersebut.
Setelah beberapa lama mayor Abd. Latif selaku komandan pasukan gerilya Harimau Kampar, serta merta tibalah pasukan brimob yang dipimpin oleh kapten Y. Silalahi yang beranggotakan 50 orang berkedudukan benteng harapan pulau Gadang.
Oleh mayor Akil selaku komandan gerilya Riau Daratan, karena anak buah kapten Y. Silalahi terlalu sedikit, maka dimintanya supaya anak buah Mayor Abd. Latif dibagi, sebagian diberikan untuk anggota pasukan mobil brigadir yang dipimpin Y. Silalahi.
Oleh Mayor Abd. Latif perintah mayor Akil tersebut disampaikan kepada anak buahnya, siapa yang mau pindah kepasukan Y. Silalahi. Dari jumlah yang 450 orang itu yang mau pindah hanyalah 15 orang, selebihnya tak mau pindah karena ;lebih yakin dengan pimpinan Mayor Abd. Latif, yakni tetap pada pasukan Harimau Kampar.
3. Pertempuran di Danau Bingkuang
Pada Tahun 1949 pasukan Harimau Kampar melawan pasukan agressi Belanda yang jumlahnya ribuan orang.
adapun pihak pasukan Harimau Kampar hanya 435 orang yang dipimpin oleh Mayor Abd. Latif anggota pasukan Mayor Abd. Latif telah gentar karena banyaknya lawan yang dihadapi.
Melihat hal tersebut Mayor Abd. Latif maju kedepan dan dengan sikap berdiri dia menghadang penyerangan Belanda. Anak buahnya disuruh tiarap.
Seterusnya Mayor Abd. Latif berdoa, dalam pada itu pasukan belanda menghujani Mayor Abd. Latif dengan pelurunya, namun beliau yang waktu itu berselempang warna merah tak kena oleh peluru belanda itu. Karena Mayor Abd. Latif tak kena atau tak mempan peluru, maka pihak Belanda memaki-maki, katanya “Komandannya kurang ajar”.
Adapun ternyata pihak Belanda banyak tentara bayaran pada pertempuran tersebut. Pihak Belanda banyak yang mati. Sedangkan pasukan kita yakni yang dari Angkatan Udara dan Jakarta tertembak pada pahanya, kemudian diselamatkan.
Perlawanan / pertempuran di Danau Bingkuang dan sekitarnya itu berlansung selama 1 minggu. Akhirnya Belanda mundur.
4.Peristiwa Penembakan Tentara Belanda di sungai Kampar di Bangkinang.
Sewaktu pasukan Belanda pada agresi Belanda ke II mandi di Sungai Kampar, yakni tentara bayaran sekonyong-konyong diserobot oleh pasukan Harimau Kampar. Tentara Belanda dibiarkan menyeberang, tiba ditengah sungai Kampar, maka pasukan Harimau Kampar menembaknya sehingga banyak tentara Belanda yang korban.
5. Pertempuran di Sungai Betung.
Dalam pertempuran pasukan Harimau Kampar dengan pasukan Belanda pada agresi Belanda ke-II Mayor Abd. Latif menderita sakit dada, sulit bernafas kemudian dikenai pula oleh demam panas. Beliau berobat dalam kawalan anak buahnya selam 2 bulan di fron sehingga tanggal 21 Desember 1949 beliau diperintahkan berobat ke Jakarta oleh Mayor Akil, namun belum jadi pergi, tapi pulang ke kampungnya. Barulah bulan Maret 1950 ia pergi berobat ke Rumah Sakit Angkatan Darat di Jakarta.
D. PENJELASAN TAMBAHAN MENGENAI MAYOR ABD. LATIF
Setelah di padang Mayor Abd. Latif dipercayakan dengan jabatan resimen istimewa komandan Sumatera. Di daerah Riau, tepatnya di daerah kampar Mayor Abd. Latif dipercayakan sebagai komandan pasukan Harimau Kampar, yakni komandan pasukan 101 Harimau Kampar daerah kuasanya fron Pulau Gadang dan Rantau Berangin. Di pihak TNI ditunjuk kapten J. Silalahi, pihak Brimob Tugimin.
Adapun tentara yang dibawahi oleh Mayor Abd. Latif ialah :
• Tentara Sabilillah dari masyarakat
• Tentara Hizbullah dari lasykar
Bagi anggota pasukan yang tidak bertugas di fron, mereka bertugas sebagai BPNK di Rokan.
Komandan Kompi Sabilillah ialah Saleh
Komandan Hizbullah Kapten Salim
adapun tentara Sabilillah berjumlah 38 orang antara lain sebagai berikut :
1. Amrullah ( Dari Rokan)
2. Anas Bey (Dari H. Bendahara)
3. Ahmad Mukhtar (Dari Rokan)
4. Barmawi (Dari Rokan)
5. Gazali M( Dari Rokan)
6. Samsuri Amin ( Dari Rokan)
7. Gazali Salim ( Dari Rokan)
8. Mhd. Ali ( Dari Rokan)
9. Abdullah D ( Dari Rokan)
Tentara bizbullah, yang dari rokan antara lain ialah :
1. Abdul Amir
2. Rahmat
3. Talib Bey
4. Talib M
5. Sukiman
6. M. Jalil S
7. Burhan
8. M. Zein
9. Mhd. Saleh
latihan kedua pasukan tersebut diadakan di Rokan tahun 1947 berjuang melawan Belanda (kelas ke- II) tahun 1948 / 1949 s / d penyerahan kedaulatan.
Penjelasan Kepangkatan / jabatan
Mayor Abd. Latif menamang sebagai berikut :
1. Pangkat / jabatannya di Padang selaku resimen istimewa komandan Sumatera.
2. Tiba di Bangkinang Mayor Abd. Latif yang bertugas sebagai komandan pasukan Harimau Kampar kebetulan sama pangkatnya dengan komandannya / atasannya, yakni Mayor Abd. Akil yang menjabat selaku komandan pasukan gerilya Riau Daratan, maka pangkat Mayor Abd. Latif diturunkan menjad Lettu.
Selain selaku komandan pasukan Harimau Kumbang Kampar, beliau merangkap sebagai wakil komandan pangkalan gerilya Riau, berkedudukan di Bangkinang.
E. AKHIR KEHIDUPANNYA
Setelah bertempur di sg. Balung tahun 1949, beliau menderita sakit dada, pada waktu itu ia bertugas di fron pasukan Harimau Kampar. Mayor Abd. Latif dirawat di Kuok, dengan rawatan mayor Akil dengan suplay makanan dari kapten Raden Sukmana. selanjutnya berobat pulang ke Pasir Pengarayan selama 40 hari. pada bulan Maret 1950 atas perintah mayor Akil beliau berobat ke RSPAD pusat di Jakarta. Di samping itu juga di Rumah Sakit Yustera di Bandung.
Mayor Abd. Latif Manamang meninggal dunia pada tanggal 22 Oktober 1972 , di Bandung dalam usia 55 tahun, dikebumikan di Cimahi Bandung.
F.PENINGGALANNYA
1.Istri bernama Aisyah Syam
2.anak 4 oarang yakni :
- Rusli hana
- Syahrizal
- Nurhayati
- Wahdah
3.Anak buahnya :
- Kapten Ali Amran
- Yusuf (orang Maninjau)
- Tanius (Orang Padang)
- Let. Nyato Abidin ( Orang Bangkinang)
- Kapten Amir
- Husin Tarmizi (Orang Kuok)
- Asahi ( Dari Au)
- Gazali ( Orang Lubuk )
Riwayat ringkas istri Mayor Abd. Latif, yakni Aisyah sebagai berikut :
Tempat Tanggal Lahir : Manaming, Kec. Rambah Pasir Pengarayan pada hari Kamis bulan Ramadhan Tahun 1936
Ayahnya : Syamsuddin ( Bekas Polisi Pasir Pengarayan)
Ibunya : Gandariya (orang Pasir Pengaraian)
Bersaudara 2 orang : Kakaknya meninggal waktu kecil Aisyah yang Bungsu.
Pendidikannya :
1. SD
2. Diniyah Puteri Padang Panjang s / d kelas 6
3. Kursus Keterampilan Menjahit, Memasak dan lain-lain, Berijazah.
Perkawinannya :
Aisyah Syam kawin dengan Mayor Abd. Latif Tahun 1948 di Pasir Pengarayan. Demikianlah riwayat hidup dan kisah perjuangan yang dinilai salah seorang tokoh perjuangan utama didaerah Kampar khususnya, daerah Riau pada umumnya dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa dan Negara.
Meskipun Mayor Abd. Latif manamang telah berpulang ke rahmatullah, namun jasanya tetap teringat dan tertulis dilembaran sejarah perjuangan bangsa, sesuai bunyi peribahasa “Gajah Mati Meninggalkan Gading, Manusia Mati Meninggalkan Jasa”.
4. SYEKH H. ABD. GANI AL-CHALIDI (TOKOH PENGEMBANGAN AGAMA DAN PELOPOR PENDIDIKAN)
A. Asal Dan Kelahirannya
Lahir Syech H. Abd. Gani di Koto Tengah, Batu Bersurat Kec. XIII Koto Kampar tanggal 7 Januari 1811. Sukunya melayu Rangkayo besar. Ayahnya H. Abd. Salam, berasal dari Pangkalan Kt. Baru. Pekerjaan / pencahariannya dagang. Ibunya suku melayu Rangkayo besar.
Syech H. Abd. Gani 1 ayah 2 (dua) beradik, 1 ibu 1 orang, adik ayahnya H. Mhd. Ali. menantunya H. Suleman, mertuanya Abd. Yusuf Cahlidi.
B. Masa Kecilnya
Sekira Syech H. Abd. Gani berusia 12 tahun, dia dibawa oleh ayahnya ke Mekkah melaksanakan haji kecil, karena alat perhubungan ke Mekkah pada waktu itu adalah berlayar naik kapal, pulang-pergi memakan waktu 6 bulan.
Selagi Gani masih kecil, pendidikannya seperti lumrahnya dilakukan oleh ibu dan ayahnya. Belajar Qur’an, juz ‘amma, tauhid, fiqih dan akhlak. Disamping itu dengan menegakkan contoh keteladanan yang baik.
Lagi pula A. Gani selalu mengiktui ayahnya yang selalu kian- kemari maklumlah sebagai seorang pedagang, beliau repot menghadapi berbagai hal, pada umumnya mampu diatasinya. Dengan demikian secara tidak lansung dapat menambah wawasan A. Gani.
C. Pendidikannya
1. Sewaktu kecil A. Gani dididik oleh orang tua, dia diajak membaca Alqur’an, bacaan dan cara sembahyang, oleh ayah-bundanya. Begitupun ilmu agama keperluan harian serta contoh tauladan yang baik.
2. Selanjutnya sekolah pada pondok pesantren di Taram, Payakumbuh, sehingga menamatkan kelas 7.
3. Ia melanjutkan ke Tsanawiyah di PD. Pariaman
4. Dalam rangka untuk menambah ilmu dan pengalamannya, sewaktu ia berusia 12 tahun ayahnya membawanya naik haji ke Mekkah. Dalam masa 6 bulan pergi-pulang ke Mekkah, ilmu pengetahuannya semakin bertambah, dengan demikian sekaligus ia telah melakukan naik haji ( dikenal dengan haji kecil).
5. Sepulangnya dari Mekkah, ayahnya mengajarkannya berdagang, setelah memberikan ajaran tentang cara-cara berniaga, lalu dipraktekkan dengan cara sebagai berikut ;
Kepada Abd. Gani diberikan sebuah perahu Kajang dari Siburuang (Subaling) perahu diisi dengan beras, untuk dijual ke negeri-negeri kearah hilir sampai Kampar hingga sampai ke Danau Bingkuang. Hadap ke mudik dari Danau Bingkuang dibelinya : barang kelontong, kain dan barang makanan harian. demikianlah dagangan Abd. Gani berjalan lancar selama 2 tahun.
Di daerah Subaling, disamping ayahnya, ada seorang syekh Abd. Said yang punya perhatian kepada Abd. Gani.
6. Beberapa tahun kemudain Syekh H. Abd. Gani pergi naik haji lagi untuk ke-3 kalinya. Tujuan utamanya ialah untuk menambah ilmu pengetahuan agama. Ia belajar agama pada seseorang guru yang berasal dari Sumatera. Pada kesempatan kali ini syekh H. Abd. Gani dapat menambah ilmu selama 5 tahun.
Dalam masa gurunya mengajar syekh H. Abd. Gani itu, sang guru jatuh sakit, yang semakin lama semakin parah, setelah berupaya mengobatnya, namun dikhwatirkan takkan sembuh lagi, maka pada suatu hari gurunya berucap kepada syekh Abd. Gani, “kalau saya