DEMOKRASI DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

Di tulis kembali oleh : FAJRI SALIM

Demokrasi yang menurut asal kata berarti rakyat berkuasa atau government by the people. Dalam bahasa Yunani, demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa.

Demokrasi berasal dari Eropa, tetapi sesudah PD II (Perang Dunia II/World War 2nd) didukung oleh beberapa Negara baru di Asia. Pakistan, Filipinan dan Indonesia mencita-citakan demokrasi konstitusional, sekalipun terdapat bermacam-macam bentuk pemerintahan. Di lain pihak ada Negara-negara baru di Asia yang mendasarkan diri atas asas-asas komunisme, yaitu China, Korea Utara dsb.

 

Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi Pancasila. Corak khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah/kebijaksanaan dalam permusyawartan perwakilan.

 

Demokrasi Konstitusional

Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya.  Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi; maka dari itu sering disebut pemerintah berdasarkan konstitusi (constitutional government). jadi, constitutional government sama dengan limited government atau restrained government.

 

Ahli sejarah Inggris, Lord Acton mengemukakan gagasan bahwa: “Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya secara tak terbatas pula” (Power tends corrupt, but absolute power corrupts absolutely).

 

 

 

Demokrasi konstitusional muncul akhir abad ke-19. Pembatasan atas kekuasaan Negara diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis, yang dengan tegas menjamin hak-hak asasi dari warga Negara. Di samping itu, kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penaylahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam tangan satu orang atau satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip ini terkenal dengan istilah Negara Hukum (Rechstaat) atau Rule of Law.

 

Dalam abad ke-20, demokrasi berkembang tidak hanya terbatas pada tugas Negara dalam mengurus kepentingan bersama saja, akan tetapi Negara harus turut bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat dan karena itu harus aktif berusaha untuk menaikkan taraf kehidupan warga negaranya. Gagasan ini dituang dalam konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State) atau Social Service State.

 

Sejarah Perkembangan Demokrasi

Gagasan mengenai demokrasi berasal dari Yunani Kuno. System demokrasi yang terdapat di Negara-kota (city-state) Yunani Kuno (abad ke-6 – ke-3 SM), merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas (Negara terdiri dari kota dan daerah sekitarnya) serta jumlah penduduk sedikit (300.0000 penduduk dalam satu Negara kota). Lagi pula, ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga Negara yang resmi, yang hanya merupakan bagian kecil saja dari penduduk. Untuk mayoritas yang terdiri atas budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku.

 

Dalam Negara modern demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy).

 

Demokrasi Yunani hilang dari dunia Barat saat memasuki abad pertengahan (600-1400 M). Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan oleh struktur sosial yang feudal (hubungan antara vassal dan lord); yang kehidupan sosial serta spiritualnya dikuasai oleh Paus dan pejabat agama lainnya, dan perebutan kekuasaan antar bangsawan. Pada tahun 1215 dibuat Magna Charta (Piagam Besar) yang merupakan semi kontrak antara beberapa bangsawan dan John dari Inggris di mana untuk peprtama kalinya seorang raja mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana keperluan perang dan sebagainya. Tapi ini tidak berlaku untuk rakyat jelata. Magna Charta dianggap sebagai tonggak dalam perkembangan demokrasi.

 

Tahun 1350-1600 M adalah era Renaisance dimana ini merupakan era menghidupkan kembali minat kepada kesusastraan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama Abad Pertengahan telah disisihkan. Hasil dari pergumulan ide ini ialah timbulnya gagasan mengenai perlunya ada kebebasan beragama serta ada garis pemisah yang tegas antara soal-soal agama dan soal-soal keduniawian, khususnya di bidang pemerintahan.

 

Dari Renaisance bangsa Eropa memasuki masa Aufklarung (Abad Pemikiran) beserta Rasionalisme, suatu aliran pikiran yang ingin memerdekakan pikiran manusia dari batas-batas yang ditentukan oleg Gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal (ratio) belaka. Dan dari sini tahta monarki absolute mulai goyah dengan adanya teori kontrak sosial. Filsuf yang mencetuskan gagasan ini antara lain John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Montesquieu dari Prancis (1689-1755).

 

Menurut John Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty, and property). Montesquieu menyusun suatu system yang dapat menjamin hak-hak politik dengan istilah Trias Politika. Ide-ide bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi Prancis pada akhir abad ke-18, serta revolusi Amerika melawan Inggris.

 

Sebagai akibat dari pergolakan tersebut, maka pada akhir abad ke-19, gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkret sebagai program dan system politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas-asas kemerdekaan indiividu, kesamaan hak (equal rights), serta hak pilih untuk semua warga Negara (universal suffrage).

 

Gelombang Demokrasi

Layaknya sebuah gelombang, perkembangan demokrasi mengalami pasang surut. Robert Dahl memperkenalkan konsep gelombang demokrasi ini ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Gelombang Demokrasi Pertama (Demokrasi Klasik): Konsep Negara Kota Athena

 

System demokrasi pertama kali dimunculkan oleh kaum democrat di Negara kota Athena, ermasuk dalam wilayah peradaban Yunani Kuno. Chleisthenes dan Pericles adalah tokoh demokrasi Athena. Yang mewarnai kehidupan politik Yunani pada beberapa abad sebelum masehi adalah kediktatoran, tirani atau oligarki, baik sipil maupun militer. System demokrasi pada umumnya ditentang oleh para filsuf pada waktu itu, dan Plato secara terang-terangan menunjukkan sikap anti demokrasi, karena guru yang paling dicintainya,

 

Socrates, tewas dihukum mati oleh rezim demokrasi.Socrates (469 – 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu figus paling penting dalam tradisi filosofi Barat. Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar Yunani, yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles.

 

Musim semi 339 SM, Socrates divonis mati oleh penguasa Athena. Wafat di usia 70 tahun dengan cara meminum racun sebagaimana keputusan yang diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya. Mereka menuduh Socrates ingkar kepada dewa-dewa, memperkenalkan agama baru dan merusak jiwa kaum muda. Socrates dengan tenangnya berkata kepada muridnya: “Sepanjang masih bisa bernafas dam berpikir, diriku tidak akan pernah berhenti mengamalkan filsafat, mendesakkannya padamu dan menjelaskan kebenaran bagi setiap orang yang kutemui…jadi entah…membebaskanku atau tidak, kalian pasti tahu bahwa sikapku tidak akan berubah… bahkan, tidak juga seandainya aku harus menjalani seribu kematian”.

 

Demokrasi Athena runtuh saat Negara Sparta yang otoriter berhasil mengalahkan Athena dalam perang Pelonnesia yang berlangsung selama 27 tahun (431-404 SM). Alasan utama terjadinya perang ini adalah disebabkan ketakutan Sparta akan kekuasaan Athena yang tumbuh kuat dan ekonomi yang makmur.

 

Namun, demokrasi ala Athena menjadi acuan perkembangan selanjutnya. Dalam pandangan Amien Rais, ada empat prinsip operasional yang cukup menarik dalam system demokrasi Athena, yaitu:

  1. Para warga Negara sendiri yang langsung membuat keputusan politik dan langsung mengawasinya. Warga Negara kota Athena bukan hanya mempengaruhi, tetapi juga memiliki kekuasaan untuk membuat keputusan-keputusan politik. Karena konsep demokrasi yang diusung adalah demokrasi langsung.
  2. Terdapat persamaan hokum dan politik bagi semua warga Negara dalam hal memberikan suara pada berbagai isu dalam dialog terbuka dan dalam hak untuk menduudki jabatan pemerintahan. Di samping itu, seorang pejabat tidak diperbolehkan menduduki jabatannya terlalu lama.
  3. Kebebasan politik dan kewarganegaraan dijamin sepenunya. Kebebasan berpendapat merupakan cirri penting dalam dewan dan majelis Athena. Kritikan-kritikan dibiarkan bebas, sebagaimana yang dilakukan Plato yang mengkritik keras terhadap system demokrasi.
  4. Dalam proses pengambilan keputusan, bila semua argument telah dipaparkan, pemungutan suara baru dilakukan.

 

 

Gelombang Demokrasi Kedua (Demokrasi Modern): Negara Bangsa

Gerakan demokrasi modern disebabkan oleh adanya dua peristiwa sebelumnya. Pertama, yaitu adanya perluasan system politik demokrasi di Yunani ke berbagai wilayah yang ada di sekitarnya. Kedua, renaissance di abad pertengahan dan perjuangan nilai-nilai asasi manusia. Menurut Robert Dahl, terdapat delapan akibat dari adanya gelombang demokrasi ke dua ini, yaitu:

  1. Sistem Perwakilan
  2. Perluasan demokrasi yang tidak terbatas; satu orang wakil rakyat akan memiliki kantitas terwkili yang berbeda antara satu Negara dengan Negara lain.
  3. Demokrasi partisipasi; teknologi modern merupakan salah satu alat yang mempengaruhi perilaku politik suatu bangsa. Maka dengan demikian akan lahir budaya partisipasi politik yang beraneka ragam dari masyarakat.
  4. Keanekaragaman; saat ini para penduduk semakin memperlihatkan keanekaragaman dalam hal yang ada hubungannya dengan kehidupan politik. Sulit sekali menemukan komunitas masyarakat yang anggotanya mempunyai perilaku yang sama dan sejenis.
  5. Konflik vertical maupun horizontal
  6. Poliarki; upaya untuk mendemokrasikan dan meliberalkan lembaga-lembaga politik Negara bangsa.
  7. Pluralisme sosial dan organisasional; akibat dari poliarki menimbulkan semakin banyaknya kelompok dan organisasi sosial yang relative lebih bersifat otonom
  8. Perluasan hak-hak pribadi.