Sebagai seorang praktisi pendidikan di daerah penulis selalu merasa gelisah melihat fakta perjalanan pendidikan di daerah, waktu silih berganti sedangkan mutu pendidikan sebenarnya hanya berjalan di tempat (walking on the spot). Banyak kita yang terjebak dalam komuplase mutu pendidikan, tertipu dengan rangking rangking ujian nasional (SMA& SMP)atau ujian akhir sekolah berstandar nasional(SD) per daerah dan kita menutup mata apakah rangking perdaerah tersebut bisa kita jamin diraih dengan kejujuran atau diraih oleh masing masing sekolah dengan pembelajaran yang efektif / kerja keras yang optimal.
Secara eksplisit maupun implisit jawabannya ada pada para praktisi pendidikan yang jujur. Jika pendidikan kita belum bermutu, perlu dikaji secara mendalam penyebab dan solusi kebijakan yang dilahirkan baik secara makro (Dinas Pendidikan Daerah) atau secara mikro (per Sekolah). Dalam tulisan ini penulis ingin menyampaikan ide makro dan mikro sebagai sumbang saran untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Paradigma pertama yang ingin penulis sampaikan adalah mari kita merobah cara pandang menilai mutu pendidikan perdaerah. Hentikan melihat mutu dari satu pintu saja berupa rerata nilai UN atau UASBN.
Kita perlu melihat pintu lain yang sangat fakta untuk membicarakan mutu tersebut, yakni dengan melihat porsentase lulusan yang diterima diperguruan tinggi terakreditasi baik,porsentase lulusan per sekolah dasar dan menengah yang dapat diterima di sekolah Unggul Nasional atau Standar Internasional. Paradigma kedua adalah melihat keberhasilan(mutu pendidikan) secara universal dan merata dalam daerah. Untuk ini, sebagai penanggung jawab makro mutu pendidikan daerah (Dinas Pendidikan) perlu memikirkan dan melaksanakan kebijakan kebijakan yang dapat mengintervensi atau memotivasi perbaikan pendidikan di masing masing sekolah. Jika kajian sebelumnya mengatakan sekolah x misalnya selalu rendah mutu belajarnya, harus menjadi kajian dinas terkait apa yang membuat rendah, mungkin saja guru kurang atau tidak relevan bidang studi yang menjadi beban tugas guru tersebut.
Jika demikian kebijakan yang maha penting adalah mencukupkan kebutuhan guru persekolah, bisa dengan kebijakan mutasi atau pengadaan guru baru. Seandainya yang menjadi penyebab lemahnya mutu pendidikan disuatu sekolah adalah kekurangan sarana pendidikan, maka perlu skala prioritas pembangunan sarana ke sekolah tersebut. Pembangunan tidak dilakukan berdasarkan intervensi-intervensi politisi tetapi betul betul berdasarkan kajian yang didukung data dan fakta keperluan, hindari juga pelaksanaan pembangunan yang berdasarkan pendekatan sekolah dengan perencana pembangunan saja, kerena umumnya sekolah yang gemar meminta adalah sekolah yang sudah maju juga, sedangkan sekolah yang tertinggal selalu minder dan putus asa berurusan. Ini catatan penting yang perlu digaris bawahi ada sinyal permainan yang kurang sehat ditingkat staf perencana dinas terkait.
Perencanaan pembangunan pendidikan juga jangan terjebak dalam politik mercuswar ibukota kabupaten/ kota tetapi sebaiknya didasari azas keadilan untuk seluruh masyarakat, setiap warga masyarakat, sekalipun dia berada dipelosok desa kecamatan, warga disana berhak mendapat pendidikan yang baik seperti sekolah yang ada di kota. Paradigma ke tiga yang perlu dilakukan adalah baik dinas pendidikan terkait maupun sekolah sekolah yang berada dibawah teritorialnya harus memiliki konsep Pencapaian target mutu. Ada cita cita masing masing sebagai peraih juara tertentu.
Oleh kerena itu proyek pendidikan tidak hanya tertuju kepada konsep pembangunan fisik 100%, tetapi harus dilakukan pembangunan Non fisik seperti pemantapan guru mata pelajaran(prioritas mata pelajaran yang mutunya rendah/ atau berdasarkan kebutuhan), lomba lomba bidang studi/ mata peajaran bagi siswa, lomba menulis buku pelajaran dikalangan guru sehingga guru kita terbiasa hidup kompetitif dalam memajukan daerah. Paradigma keempat yang tidak kalah penting adalah perbaikan managemen pendidikan, baik di level dinas terkait maupun dilevel sekolah sekolah. Managemen adalah pemberdayaan sumber daya baik alat alat maupun SDM. Tujuan pemberdayaan adalah untuk pencapaian tujuan yang sudah direncanakan secara efektif.
Seorang pemimpin harus memiliki konsep managerial. Rekrutmen dan Job description termasuk anak dari managemen, maka hal ini harus menjadi perhatian semua pihak. Jangan kita menentang kehendak alam. Regulasi-regulasi tentang pelaksanaan pendidikan secara nasional sudah ada yang harus dipedomani, tinggal kemauan kita bersama, mau mematuhi atau tidak. Ilmuwan kita dilevel nasional sudah memberikan pedoman-pedoman tertentu. Pemberdayaan terhadap job kepengawasan harus berjalan secara efektif, tidak seperti keadaan hari ini di daerah yang sedang centang prenang, baru sekedar melengkapi komponen kelembagaan. Paradigma ke lima yang harus diperhatikan adalah peran KOMUNIKASI.
Dalam mengurus pendidikan perlu ilmu komunikasi yang sehat, ia juga merupakan turunan atau cucu dari managemen, penulis menggaris bawahi antara pimpinan dan bawahan, bawahan sesama bawahan, sekolah dengan masyarakat semua harus terjaga dalam komunikasi yang baik. Banyak kita dewasa ini yang sudah meremehkan ilmu komunikasi, cendrung ditutupi oleh arogansi arogansi yang tidak berdasar. Untuk merobah gaya komunikasi yang kurang sehat perlu memiliki wawasan konsep bekerja kemitraan sekalipun mereka secara struktur adalah bawahan.
Teori Birokrat yg ditemukan Max Weber (yahudi Jerman) tidak menjamin suatu perobahan kemajuan organisasi yang efektif, termasuk mengurus pendidikan ini. Perusahan maju dewasa ini sudah banyak yang sudah meninggalkan teori ini atau membuat perpaduan dengan cara yang lain, misalnuya konsep kemitraan, konsep partisipasi ide bawahan dalam memajukan suatu job / target bersama yang akan dicapai. Paradigma ke enam atau penutup dalam tulisan ini yang harus dirobah oleh seluruh praktisi pendidkan di level manapun adalah menghindari budaya Asal Bapak Senang(ABS).
Budaya ini tidak hanya bisa menghancurkan mutu pendidikan, bahkan lebih jauh dari itu, ia dapat menghancurkan peradaban suatu bangsa. Terjebak dalam kebodohan yang panjang sehingga menciptakan hilangnya suatu generasi yang ideal atau sering disebut dengan lost generation, Dunia Pendidikan adalah tempat berkembang dan suburnya pemikiran dan ilmu pengetahuan, maka bagi pengurus pendidikan harus menyadari hal ini, jangan jadikan murid sebagai robot, jangan jadikan bawahan sebagai boneka untuk dipermainkan dan dibohongi. Terima kasih.