“Dengan membaca aku melepaskan diri dari kenyataan yaitu kepahitan hidup. Tanpa membaca aku tenggelam sedih. Tapi sebentar lagi akan datang saatnya dimana aku tidak bisa lagi lari dari kenyataan. Kenyataan yang pahit tidak bisa dihindari terus-menerus berhubung dualitas diri yaitu jasmani dan rohani. Sebentar lagi kenyataan akan menangkapku dan aku belum tahu bagaimana saat itu harus kuhadapi. Saat itu adalah saat yang paling pahit.”(Catatan Ahmad Wahib 1970)
Betapa pun besarnya manfaat dari membaca buku, jika masyarakatnya kurang memiliki kesadaran tentang pentingnya membaca buku, terciptanya suatu peradaban yang lebih baik menjadi suatu keniscayaan. Itu kata-kata yang pas untuk menunjukkan kondisi bangsa sekarang ini,
Berdasarkan hasil survei lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pendidikan, United Nation Education Society and Cultural Organization (UNESCO), minat baca penduduk Indonesia jauh di bawah negara-negara Asia. Indonesia tampaknya harus banyak belajar dari negara-negara maju yang memiliki tradisi membaca cukup tinggi.
Jepang, Amerika, Jerman, dan negara maju lainnya yang masyarakatnya punya tradisi membaca buku, begitu pesat peradabannya. Masyarakat negara tersebut sudah menjadikan buku sebagai sahabat yang menemani mereka kemana pun mereka pergi, ketika antre membeli karcis, menunggu kereta, di dalam bus, mereka manfaatkan waktu dengan kegiatan produktif yakni membaca buku. Di Indonesia kebiasaan ini belum tampak.
Bagi bangsa Indonesia, tradisi membaca sesungguhnya memiliki legitimasi historis. Para tokoh pendiri Republik ini adalah sosok-sosok yang memiliki kegandrungan luar biasa terhadap buku. Soekarno, Sjahrir, Soepomo, Agus Salim, dan tokoh lainnya adalah tokoh-tokoh yang kutu buku. Mereka besar bukan sekadar karena sejarah pergerakan politiknya, tetapi mereka juga dikenal karena kualitas intelektualnya yang dibangun melalui membaca buku.
Sayangnya tradisi membaca yang telah ditunjukkan oleh para founding fathers kita tidak terwarisi secara baik oleh pemimpin-pemimpin berikutnya. Tradisi membaca yang diperlihatkan oleh para tokoh pergerakan dan telah ikut mengantarkan kemerdekaan ini diletakkan sebatas kenangan sejarah masa lalu.
Saat ini masyarakat tengah menikmati kebebasan dalam berbagai level kehidupan, termasuk dalam memilih bahan bacaan. Apalagi didukung oleh keberadaan buku yang terbit seperti jamur di musim hujan. Secara logika, saat ini seharusnya tumbuh semangat dan budaya membaca yang semakin kuat.
Namun tampaknya hal tersebut belum memberi banyak perubahan, karena berbagai faktor lainnya, seperti kemampuan membeli masyarakat yang rendah. Di tengah kebutuhan hidup yang semakin tinggi, masyarakat belum sempat berpikir untuk menjadikan buku sebagai menu belanjanya.
Tradisi Membaca
Menumbuhkan kebiasaan membaca harus dimulai dari keluarga. Orang tua berperan penting dalam menumbuhkan kegemaran membaca buku anak-anaknya. Untuk menjadikan anak memiliki kegemaran membaca, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Pepatah Inggris mengatakan we first make our habits, then our habits make us.Sebuah watak akan muncul, bila kita membentuk kebiasaan terlebih dahulu. Artinya, bila orang tua ingin anaknya mempunyai kegemaran membaca buku, maka membaca buku perlu dibiasakan sejak kecil. Disamping perlunya keteladanan dari orang tua sendiri.
Sebenarnya kalau membaca sudah membaca kebutuhan, alasan-alasan tersebut di atas tidak akan muncul. Selalu ada waktu untuk membaca dan semua bisa menjadi bahan bacaan walau buku bekas atau koran bekas sekalipun.
Membaca pun bisa dilakukan dimana saja, sekarang ini teknologi sudah maju, orang kemana-mana membawa handphone, BB laptop dan lain sebagainya, media masa juga sudah online, buku-buku juga sudah didigitalkan,
Di sekitar kita sudah ada perpustakaan baik perpustakaan sekolah, perpustakaan desa, perpustakaan daerah, dan taman-taman bacaan yang dikelola oleh masyarakat yang banyak menyediakan berbagai koleksi buku, koran, majalah, dan bahan bacaan lainnya.
Tempat-tempat tersebut dapat digunakan oleh pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum untuk membaca dan menambah pengetahuan. Bahkan di Jepang, dapat dengan mudah dijumpai orang yang sedang membaca di angkutan umum, di taman, di mall, dan tempat lainnya.
Kita rela begadang semalaman hanya untuk menonton pertandingan sepak bola, bahkan mengonsumsi kopi atau minuman kebugaran agar tidak ngantuk sedangkan kita tahu bahwa besok kita harus bekerja. Mengapa kita rela melakukan hal tersebut? karena kita merasa butuh untuk menonton pertandingan sepak bola tersebut dan sayang jika dilewatkan.
Tapi untuk membaca, sulit sekali kita meluangkan waktu. Kita kadang-kadang menjadikan membaca sebagai obat cepat tidur. Baru membaca beberapa saat saja, mata kita lelah, ngantuk, dan kemudian tertidur.
Saat ini, biaya pendidikan kian membumbung. Hanya kalangan tertentu saja yang dapat menikmati pendidikan formal sampai jenjang perguruan tinggi. Bagi mereka yang belum beruntung dari aspek ekonomi, sehingga tidak sempat mengenyam pendidikan tinggi, mestinya tidak berkecil hati. Membaca buku menjadi alternatif untuk bisa menjadi terpelajar layaknya orang yang mengikuti pendidikan formal.
Dengan demikian, membaca harus dijadikan sebagai kebutuhan dan harus ditumbuhkembangkan mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat agar bangsa Indonesia menjadi generasi yang cerdas dan terbebas dari kebodohan. Ingat! Kita menderita dijajah oleh Belanda dan Jepang karena kita bodoh.
Jadi luangkanlah waktu dalam sehari untuk membaca agar menjadi bangsa yang cerdas. terisnpirasi dari catatan Ahmad Wahib “Dengan membaca aku melepaskan diri dari kenyataan yaitu kepahitan hidup. Tanpa membaca aku tenggelam sedih. Tapi sebentar lagi akan datang saatnya dimana aku tidak bisa lagi lari dari kenyataan. Kenyataan yang pahit tidak bisa dihindari terus-menerus berhubung dualitas diri yaitu jasmani dan rohani. Sebentar lagi kenyataan akan menangkapku dan aku belum tahu bagaimana saat itu harus kuhadapi. Saat itu adalah saat yang paling pahit.” (Catatan Ahmad Wahib 1970).
Mengapa kita perlu membaca / mempelajari Alkitab?
Jawaban: Secara sederhana, kita perlu membaca dan mempelajari Alkitab karena Alkitab adalah kata-kata yang ditujukan Tuhan kepada kita. 2 Timotius 3:16 mengatakan bahwa Alkitab ”dinafaskan Allah.” Dengan kata lain itu adalah Firman Tuhan untuk kita.
Ada begitu banyak pertanyaan yang ditanyakan oleh para filsuf dan orang-orang lainnya yang dijawab oleh Tuhan dalam Alkitab: Apa tujuan hidup ini? Dari mana asal usul saya? Adakah hidup sesudah mati? Apa yang terjadi sesudah mati? Bagaimana saya bisa masuk surga? Mengapa dunia penuh dengan kejahatan? Mengapa saya bergumul untuk berbuat baik? Selain pertanyaan-pertanyaan besar semacam ini.
Alkitab juga memberi ribuan nasihat praktis seperti: bagaimana saya menemukan pasangan hidup? Bagaimana memiliki pernikahan yang langgeng? Bagaimana menjadi teman baik? Bagaimana menjadi orangtua yang baik? Apa itu kesuksesan dan bagaimana saya memperolehnya? Bagaimana saya dapat berubah? Apa yang betul-betul penting dalam hidup? Bagaimana saya harus hidup supaya nanti tidak akan menyesal? Bagaimana saya dapat menyenangkan Tuhan? Bagaimana saya memperoleh pengampunan? Bagaimana saya menghadapi situasi yang tidak adil dan peristiwa-peristiwa yang tidak baik dengan cara yang membawa kemenangan?
Kita perlu membaca dan mempelajari Alkitab karena Alkitab sangat dapat diandalkan dan tanpa kesalahan sama sekali. Dibandingkan dengan kitab-kitab ”suci” lainnya, Alkitab adalah kitab yang unik karena Alkitab bukan hanya sekedar memberi pengajaran moral dan mengatakan ”percaya saya.” Sebaliknya, Alkita memberi kita kesempatan untuk mengujinya dengan memeriksa fakta-fakta ilmiah yang disebutkannya.
Orang-orang yang mengatakan Alkitab mengandung kesalahan menutup telinga mereka terhadap kebenaran. Suatu kali Yesus bertanya mana yang lebih mudah untuk dikatakan, ”Dosamu sudah diampuni” atau, ”Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalan.” Kemudian Dia membuktikan bahwa Dia memiliki kemampuan untuk mengampuni dosa (sesuatu yang kita tidak dapat saksikan dengan mata kita) dengan menyembuhkan orang lumpuh itu (sesuatu yang orang-orang sekitarNya dapat saksikan dengan mata kepala mereka).
Demikian pula kita diberi jaminan bahwa Firman Tuhan benar adanya ketika membicarakan hal-hal rohani yang kita tidak dapat uji dengan indra kita, dengan membuktikan kebenarannya dalam bidang-bidang yang dapat kita buktikan (ketepatan historis, ilmiah dan dalam hal nubuat).
Kita perlu membaca dan mempelajari Alkitab karena Allah tidak berubah dan karena pribadimanusia tidak berubah – Alkitab tetap relevan bagi kita pada masa kini sebagaimana ketika saat baru ditulis. Pada saat tehnologi di sekeliling kita berubah, keinginan dan natur manusia tidak berubah. Saat Anda membaca halaman-halaman Alkitab, Anda akan mendapatkan bahwa ”tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.” Saat umat manusia berusaha mendapatkan kasih dan kepuasan di tempat-tempat yang salah, Tuhan, Pencipta kita yang baik dan penuh anugrah, memberitahu kita apa yang akan memberi kita sukacita yang BERKELANJUTAN. FirmanNya, Alkitab, adalah begitu penting sehingga Yesus berkata, ”Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4) Dengan kata lain jikalau Anda ingin menghidupi hidup Anda secara maksimal sesuai dengan rencana Allah, dengar dan perhatikanlah Firman Tuhan yang tertulis … hal itu bahkan lebih penting dari makan!
Kita perlu membaca dan mempelajari Alkitab karena ada begitu banyak pengajaran yang salah. Alkitab memberi kita tongkat pengukur yang dapat kita pakai untuk menentukan kebenaran dari kesalahan. Alkitab memberi tahu kita seperti apa Tuhan itu. Memiliki pengenalan yang salah terhadap Tuhan adalah penyembahan ”berhala” atau ”allah palsu.”
Kita jadinya bukan menyembah Tuhan. Alkitab memberitahu kita bagaimana kita dapat masuk ke surga ... dan itu bukan dengan berbuat baik atau dibaptis atau dengan apapun yang kita LAKUKAN (Yohanes 14:6; Efesus 2:1-10; Yesaya 53:6; Roma 3:10f., 5:8; 6:23;10:9-13). Sejalan dengan hal ini, Firman Tuhan memperlihatkan kita betapa besarnya Allah mengasihi kita (Roma 5:6-8; Yesaya 53:1f). Dan dengan mengetahui hal ini kita ditarik untuk membalas kasihNya (1 Yohanes 4:19).
Alkitab akan memperlengkapi Anda dalam melayani Tuhan (2 Timotius 3:17; Efesus 6:17; Ibrani 4:12). Alkitab menolong Anda untuk mengetahui bagaimana diselamatkan dari dosa dan konsekwensi utamanya (2 Timotius 3:15). Merenungkan Firman Tuhan dan menaati pengajarannya akan membawa kesuksesan dalam hidup (Yosua 1:8; Yakobus 1:25). Firman Tuhan akan menolong Anda untuk melihat dosa dalam hidup Anda dan menolong Anda untuk menyingkirkannya (Mazmur 119:9, 11).
Alkitab memberi tuntunan dalam hidup, membuat Anda lebih berhikmat dari para guru Anda (Mazmur 32:8; 119:99; Amsal 1:6). Alkitab akan menolong Anda untuk tidak menghamburkan tahun-tahun kehidupan Anda untuk hal-hal yang tidak akan bertahan dan tidak ada gunanya (Matius 7:24-27).
Membaca dan mempelajari Alkitab akan menolong Anda untuk melihat apa yang ada dibalik “umpan” yang menarik dari ”mata kail” pencobaan yang menghasilkan dosa sehingga Anda dapat belajar dari kesalahan orang lain dan bukannya melakukan kesalahan itu sendiri.
Pengalaman adalah guru yang agung, namun ketika tiba pada soal belajar dari dosa, pengalaman adalah guru yang sangat keras. Adalah jauh lebih bagus belajar dari kesalahan-kesalahan orang lain. Ada begitu banyaknya tokoh-tokoh Alkitab yang darinya kita dapat belajar, baik sebagai contoh yang positif maupun negatif, kedua-duanya sering didapatkan pada orang yang sama pada saat-saat yang berbeda. Contohnya Daud, pada saat mengalahkan Goliat, si raksasa, mengajar kita bahwa Allah lebih besar dari apapun yang Dia mau kita hadapi (1 Samuel 17).
Daud, saat dia menyerah kepada pencobaan untuk berzinah dengan Betsyeba, memperlihatkan bagaimana panjang dan mengerikannya akibat dari ”kesenangan yang sebentar saja” (2 Samuel 11 f). Pengenalan akan Alkitab memberi kita harapan dan damai yang sebenarnya ketika segala sesuatu di sekeliling kita hancur berantakan (Roma 15:4; Mazmur 112:7; Habakuk 3:17-19).
Alkitab adalah kitab yang bukan hanya perlu sekedar dibaca. Alkitab adalah kitab untuk dipelajari supaya dapat diterapkan. Kalau tidak, itu seperti menelan makanan tanpa mengunyah dan kemudian memuntahkannya kembali … tidak ada gizi yang diperoleh. Alkitab adalah Firman Tuhan. Karena itu sifatnya mengikat, sebagaimana hukum alam.
Bagaimana pentingnya Alkitab dalam hidup kita tidak akan pernah dapat ditekankan secara cukup. Mempelajari Alkitab dapat dibandingkan dengan menambang emas. Jikalau Anda tidak bekerja keras dan hanya “mengayak kerikil di aliran sungai” Anda hanya akan mendapat sedikit debu emas. Tetapi jikalau Anda berusaha untuk ”menggali” Anda akan mendapatkan upah yang lebih besar untuk usaha Anda.
Sumber : hamamburhanuddin.wordpress.com
http://www.gotquestions.org/Indonesia/membaca-mempelajari-Alkitab.html