Pendidikan dan Ekonomi

Keuntungan pendidikan tidak selalu dapat diukur dengan standar nilai ekonomi atau uang. Hal ini disebabkan manfaat pendidikan, disamping memiliki nilai ekonomi juga memiliki nilai sosial. Ada empat kategori yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan pendidikan yaitu:

1. Dapat tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi

2. Dapat tidaknya memperoleh pekerjaan

3. Besarnya penghasilan (gaji) yang diterima

4. Sikap perilaku dalam konteks sosial, budaya, dan politik.

Pada tabel mengukur keuntungan pendidikan, digambarkan bagaimana cara mengukur keuntungan pendidikan menurut nilai ekonomi (penghasilan) yang dibandingkan dengan biaya (cost) keuntungan tersebut diukur dengan pola penghasilan seumur hidup. Untuk memperoleh pola penghasilan seumur hidup ini dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Cross sectional, dengan jalan mengukur penghasilan dalam waktu yang bersamaan kepada sejumlah orang yang bervariasi umumnya, kemudian dicari rata-rata penghasilan dari orang-orang yang usianya sama.

2. Longitudinal dengan jalan mengikuti sejumlah orang yang seusia dan penghasilannya diukur pada setiap tingkat usianya.

Penghasilan atau gaji merupakan ukuran yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan pendidikan dikarenakan:

1. Baik logika maupun pengalaman menunjukkan bahwa mayoritas sosial bersekolah sebagai sarana unuk mendapatkan manfaat ekonomi

2. Mudah diukur

3. Data gaji cukup tersedia, namun demikian ada beberapa hal yang perlu ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran yaitu:

a. Apa gaji awal atau gaji seumur hidup

b. Menggunakan honor atau data kroseksional.

Taksonomi manfaat pendidikan.

T.W. Schultz, dalam bukunya The Economic Value of Educatioan, mengidentifikasi beberapa kategori manfaat pendidikan. Salah satu dari kategori manfaat itu adalah manfaat-manfaat ekonomis yang akan didapatkan dari pendidikan, yaitu menemukan bakat yang potensial, peningkatan kapabilitas seseorang sehingga dapat menyesuaikan dalam perubahan kesempatan kerja, penyiapan tenaga guru, dan penyediaan sumber daya manusia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pendidikan juga bermanfaat untuk mempersiapkan manusia menjadi warga negara yang lebih baik, dapat mengapresiasi dan mengakui budaya lain secara lebih luas, mengurangi ketergantungan kepada pasar berbagai jasa, sebagai sumber pemasukan pajak penghasilan, serta memberi kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk memiliki pendidikan yang lebih baik, dan oleh karena itu, pendidikan juga bermanfaat untuk menjadikan masa depan lebih baik.

 

1. Manfaat Pendidikan: Antara Konsumtif dan Investasi

Sementara itu, manfaat pendidikan bagi individu dapat diklasifikasikan kepada manfaat konsumtif dan investasi.

a. Manfaat Secara Konsumtif

Suatu produk atau jasa dikategorikan bersifat konsumtif ketika ia menghasilkan kepuasan atau kegunaan dalam periode tertentu saja. Pendidikan dikatakan memiliki manfaat secara konsumtif karena dengan pendidikan, seseorang membelanjakan sesuatu yang bersifat konsumtif. Bahkan seorang anak yang dipaksa sekolah pun akan merasakan manfaat secara konsumtif ini. Meskipun pada awalnya ia membenci untuk sekolah, tetapi lama kelamaan ia akan menyukainya.

 

b. Manfaat Komponen Investasi

Sesuatu produk atau jasa dikatakan bersifat investasi, apabila ia menghasilkan kepuasan atau kegunaan untuk waktu yang akan datang. Kajian-kajian tentang manfaat pendidikan secara ekonomis banyak menekankan pada aspek investasi. Dan dari semua itu, peningkatan pendapatan adalah merupakan manfaat nyata dari pendidikan. Sekolah dan pelatihan akan meningkatkan produktivitas seseorang dan itu akan meningkatkan kesempatannya untuk memperoleh upah/gaji yang lebih tinggi, dan dengan begitu, ia juga akan lebih berkontribusi dalam kehidupan sosial. Seseorang yang berpendidikan tinggi, khususnya dalam pendidikan umum, akan lebih fleksibel memperoleh pekerjaan baru, sehingga kemungkinan untuk menjadi penganggur lebih kecil. Tetapi yang lebih penting, bahwa pendidikan merupakan investasi masa depan.

 

2. Manfaat Pendidikan: Antara Individu dan Masyarakat

Selain manfaat dari aspek konsumsi dan investasi, manfaat pendidikan juga dapat diklasifikasikan ke dalam manfaat secara private/individual dan manfaat sosial. Manfaat secara individual adalah manfaat yang dapat dirasakan oleh seseorang karena pendidikannya. Sedangkan manfaat sosial adalah manfaat yang mungkin tidak dirasakan oleh seseorang karena pendidikannya, tetapi manfaatnya diserap oleh anggota masyarakat yang lain. Pada umumnya, seseorang yang berpendidikan lalu ia menjadi anggota masyarakat, maka manfaat yang bersifat individual akan termasuk ke dalam manfaat secara sosial. Dengan begitu, manfaat sosial berarti keseluruhan dari manfaat pendidikan secara individual dan manfaat lain yang mungkin tidak dirasakan secara individu.

Pada dasarnya, ada dua manfaat pendidikan secara sosial dan tidak termasuk dalam domain individu. Keduanya adalah (1) pembayaran pajak yang berkaitan dengan manfaat pendidikan, misalnya pajak yang dikeluarkan seseorang selama hidupnya, dan (2) manfaat-manfaat eksternal, seperti kemampuan pemerintah dalam mengandalkan pajak penghasilan yang berasal dari individu, yang sulit dicapai tanpa dukungan masyarakat yang melek huruf. Contoh lainnya adalah dengan banyaknya orang yang berpendidikan, maka produksi buku dan majalah dalam jumlah besar akan memperkecil harga, yang juga akan membawa manfaat pada terciptanya masyarakat informasi.

 

3. Manfaat Lain Pendidikan

Manfaat pendidikan lain juga dapat diklasifikasikan ke dalam: (1) pilihan secara finansial yang semakin terbuka bagi siswa, dan (2) pilihan-pilihan non-finasial. Klasifikasi ini didasarkan pada penelitian Weisbrod (1962, 1964). Dengan pendidikan, seseorang memiliki peluang pilihan finansial yang semakin terbuka. Manfaat ini dapat dirasakan karena dengan menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu, seseorang akan memiliki kesempatan terbuka untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang berarti ia memiliki kesempatan menambah jumlah pengalaman training yang lebih baik.

Manfaat kedua (terbukanya peluang-peluang non-finansial), mislanya, seorang guru besar memiliki banyak keuntungan non-finansial karena jabatannya itu. Melalui jabatannya itu, seorang guru besar tidak hanya memiliki tingkat kebebasan dan fleksibilitas dalam bekerja, tetapi juga pertemuanya dengan mahasiswa setiap hari serta kesenangan yang diperolehnya melalui kegiatan perkuliahan dan penelitian. Buktinya, banyak orang yang memiliki kecakapan akademik sekaligus mampu bekerja di sektor industri, tetapi lebih memilih menjadi dosen atau peneliti meskipun dengan gaji yang lebih rendah.

 

4. Efek-efek Antar-generasi

Tambahan lagi, manfaat lain dari pendidikan dapat dirasakan oleh generasi yang akan datang. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seseorang akan memilih untuk melanjutkan pendidikan yang tinggi apabila orang tuanya juga memiliki pendidikan yang baik. Bahkan ada kecenderungan seseorang berusaha untuk melampaui jenjang pendidikan orang tuanya.

 

Bebebrapa Pendekatan untuuk Mengukur Manfaat Pendidikan

Terdapat tiga pendekatan untuk mengukur manfaat pendidikan, yaitu: (1) pendekatan korelasi sederhana, (2) pendekatan residual, dan (3) pendekatan keuntungan pendidikan.

1. Pendekatan Korelasi Sederhana

Para sarjana mencatat tentang korelasi yang nyata antara pencapaian pendidikan dengan penghasilan. Demikian, hasil kajian yang dilakukan di beberapa wilayah di Amerika Serikat dengan menggunakan metode time series (longitudinal) dan metode cross-sectional. Kajian itu menunjukkan tentang adanya hubungan saling terkait antara pendidikan dengan penghasilan atau pendapatan. Tetapi kajian itu tidak menjelaskan apakah tingginya pendapatan daerah, negara atau individu disebabkan oleh pendidikan, atau sebaliknya, tingginya investasi di bidang pendidikan yang menyebabkan tingginya pendapatan. Tetapi keduanya dipandang benar, dalam arti investasi di bidang pendidikan menyebabkan kenaikan pada pendapatan, dan tingginya pendapatan juga menyebabkan semakin tingginya pendidikan.

 

2. Pendekatan Residual

Seperti diketahui, dalam melakukan kajian tentang dinamika pertumbuhan ekonomi, beberapa sarjana ekonomi mencatat sejumlah porsi pertumbuhan ekonomi yang tersisa, yang tidak dapat dijelaskan ketika faktor input klasik seperti tanah, tenaga kerja, dan modal diikutsertakan. Pendekatan residual adalah pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan fenomena input ekonomi klasik yang hanya memasukan aspek tenaga kerja secara kuantitas, bukan kualitasnya. Perubahan-perubahan dalam output yang disebabkan oleh perubahan dalam kualitas tenaga kerja serta faktor-faktor lain yang tidak dispesifikasi, kemudian tidak tertinggal dan tidak dapat dijelaskan. Padahal, hubungan antara pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi cukup penting untuk menjamin perlakukan secara komprehensif. Selain itu, sejumlah kajian tentang kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi didasarkan pada pendekatan keuntungan pendidikan.

 

3. Pendekatan Keuntungan Langsung Pendidikan

Pendekatan ini didasarkan pada premis bahwa pendidikan menghasilkan keuntungan langsung, baik bagi individu maupun masyarakat. Meskipun keuntungan bagi individu harus dihitung menurut kepuasan pada masa sekarang dan mendatang, data dan problem-problem konseptual lain harus mendapatkan paerhatian para peneliti untuk memahami konsep keuntungan yang terkait dengan penghasilan atau gaji masing-masing.

 

a. Profil Penghasilan Berdasarkan Usia

Dalam suatu buku yang terkenal yang ditulis oleh G.S. Becker (1964) disebutkan bahwa penghasilan individu selama hidupnya berbeda-beda tergantung kepada profil penghasilan berdasarkan usia secara khusus. Berdasarkan profil ini, seseorang yang masih muda dan belum berpengalaman akan memperoleh penghasilan yang rendah (low earning), kemudian beranjak menuju kepada penghasilan yang lebih tinggi dan memperoleh penghasilan puncak pada usia pertengahan, dan akhirnya, penghasilannya akan menurun kembali. Yang juga penting adalah bahwa tinggi-rendahnya profil penghasilan berdasarkan usia akan bervariasi tergantung kepada tingkat pendidikan seseorang. Profil ini pun tidak akan seragam untuk semua usia yang sama.

Misalnya kita dapat membandingkan antara profil penghasilan berdasarkan usia, antara yang berpendidikan SMA dengan Universitas. Contoh Profil Penghasilan Berdasarkan Usia. Seseorang yang berusia 18 tahun dan telah menempuh pendidikan selama 11 tahun; lalu kemudian ia menempuh kembali pendidikan selama empat tahun, maka selama empat tahun itu (selama menempuh jenjang universitas), mungkin ia tidak akan memperoleh tambahan penghasilan (antara usia 18 – 21 tahun). Pada saat yang sama mungkin sekali seseorang yang berpendidikan SMA memiliki penghasilan lebih tinggi dari yang seseorang berpendidikan universitas; karena yang berpendidikan SMA memiliki pengalaman kerja dan pelatihan yang lebih baik, sementara ia sendiri masih melanjutkan studi. Diperkirakan puncak penghasilan untuk mereka yang berpendidikan universitas adalah pada usia 57 tahun; sedangkan yang berpendidikan SMA pada usia 47 tahun. Hal ini dapat dijelaskan dengan dua cara, yaitu: Pertama, pekerjaan yang terkait dengan mereka yang berpendidikan tinggi (universitas) tidak terlalu menggantungkan kekuatan fisik tetapi lebih pada kapasitas intelektual. Kedua, sebagaimana penjelasan Mincer (1974), mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki pengalaman pelatihan yang lebih banyak.

 

b. Diferensiasi Penghasilan

Profil penghasilan berdasarkan usia dapat digunakan untuk memperoleh perbedaan antara penghasilan kelompok yang berpendidikan tinggi dengan kelompok yang berpendidikan rendah.

 

c. Diferensiasi Penghasilan Seumur Hidup

Diferensiasi penghasilan seumur hidup adalah jumlah keseluruhan penghasilan yang diterima oleh kelompok dengan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan kelompok dengen tingkat pendidikan yang berbeda.

 

 

B.  Biaya Pendidikan

Secara bahasa biaya (cost) dapat diartikan sebagai pegeluaran, dalam istilah ekonomi, biaya/pengeluaran dapat berupa uang atau bentuk moneter lainnya. Pengertian biaya dalam ekonomi adalah pengorbanan-pengorbanan yang dinyatakan dalam bentuk uang, diberikan secara rasional, melekat pada proses produksi dan tidak dapat dihindarkan. Bila tidak demikian, maka pengeluaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pemborosan.

Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa seperti membeli alat pembelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan pemerintah, orang tua, maupun siswa sendiri, sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang yang dikorbankan siswa selama belajar. Contohnya: uang jajan siswa, pembelian peralatan.

Dalam konsep dasar pembiayaan pendidikan ada dua hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis, yaitu biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan ditingkat sekolah merupakan Agregate biaya pendidikan tingkat sekolah baik yang bersumber dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikerluarkan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam satu tahun pelajaran. Biaya satuan per-murid merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang yang dialokasikan sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh pendidikan. Oleh karena biaya satuan ini diperoleh dengan memperhitungkan jumlah murid pada masing-masing sekolah, maka ukuran biaya satuan dianggap standar dan dapat dibandingkan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya. Analisis mengenai biaya satuan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya dapat dilakukan dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis. Dengan menganalisis biaya satuan, memungkinkan kita untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber di sekolah, keuntungan dari investasi pendidikan, dan pemerataan pengeluaran masyarakat, pemerintah untuk pendidikan. Disamping itu, juga dapat menjadi penilaian bagaimana alternatif kebijakan dalam upaya perbaikan atau peningkatan sistem pendidikan.

Komponen Biaya Pendidikan meliputi: Peningkatan KBM, Pembinaan tenaga kependidikan, Pengadaan alat-alat belajar, Pengadaan bahan pelajaran, Sarana kelas, Sarana sekolah, Pembinaan siswa, Pengelolaan sekolah, Pemeliharaan dan penggantian sarana dan prasarana pendidikan, Biaya pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pelaporan, Peningkatan mutu pada semua jenis dan jenjang pendidikan, Peningkatan kemampuan dalam menguasai iptek., Peningkatan pembinaan kegiatan siswa, Rumah tangga sekolah, Kesejahteraan, Perawatan, Pengadaan alat-alat belajar, Pembinaan tenaga kependidikan, Pengadaan bahan pelajaran.

Setelah memahami bentuk biaya maupun cara perhitungannya, dan telah dibahas pada kelompok ke-2 ,tujuan dari analisis biaya adalah untuk memberikan kemudahan, memberikan informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan langkah/cara dalam pembuatan kebijakan sekolah, guna mencapai efektivitas maupun efisiensi pengolahan dana pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan.

Secara khusus, analisis manfaat biaya pendidikan bagi pemerintah menjadi acuan untuk menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPBN, dan juga sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sedangkan bagi masyarakat, analisis manfaat biaya pendidikan ini berguna sebagai dasar/pijakan dalam melakukan ”investasi” di dunia pendidikan. Hal ini dirasakan penting untuk diketahui dan dipelajari, karena menurut sebagian masyarakat pendidikan hanya menghabis-habiskan uang tanpa ada jaminan/prospek peningkatan hidup yang jelas dimasa yang akan datang.