Ditulis oleh : Nazaruddin,MLIS - Prodi : Program Studi lmu Perpustakaan
A. PENDAHULUAN
Pada tataran legalitas formal, status dan program pengembagan perpustakaan secara umum di Indonesia sudah lumayan menggembirakan, yaitu dengan lahirnya UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Begitu juga halnya dengan Perpustakaan Desa/ Kelurahan, lahirnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001Perpustakaan Desa/ Kelurahan, Dimana aspek-aspek pengembangan perpustakaan dan kepustakawanan sudah dikaji dan diatur rapi secara terperici dalam pasal-pasal perundang-undangan tersebut.
Sebagai bentuk respon terhadap amanat undang-undang, berbagai pihak terutama yang terkait langsung dalam bidang pengembangan perpustakaan telah berusaha untuk mengimplementasikan keputusan tersebut dengan berbagai program perpustakan di tingkat desa/kelurahan. Namun sepertinya meskipun pada tataran legalitas formal sudah menggembirakan, pada tataran operasional, peran penting perpustakaan belum dapat diaktualisasikan secara optimal. Disana sini masih ditemukan berbagai kendala baik yang bersifat teknis maupun non-teknis. Diantara permasalahan yang sering kemukakann oleh sejumlah hasil penelitian adalah masalah dana, keterbatasan dan kelemahan kompetensi SDM dan kurangnya minat baca masyarakat.
Namun dibalik semua itu, adapun salah satu problem lain menurut penulis adalah peran penting perpustakaan masih terkesan lebih bersifat seremonial daripada aktual. Simak saja misalnya ketika para pejabat atau penentu kebijakan memberikan arahan pada acara-acara serimonial tentang perpustakaan, seperti pembukaan suatu kegiatan, peluncuran program (launching), dan lain-lain. Pada acara semacam ini, hampir bisa dipastikan bahwa semua mengatakan bahwa perpustakaan memiliki peran sangat penting dan strategis sebagai partner dalam mendukung tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi kenyataanya akan lain ketika dalam proses pengalokasian anggaran untuk perpustakaan. Karena permasalahan ini sifatnya mendasar, hal ini tentu memiliki dampak langsung pada seluruh program pengembangan perpustakaan pada semua jenis dan tingkat, terlebih pada tingkat perpustakaan desa/kelurahan. Bahkan pada level perpustakaan desa, permasalahan tersebut tentu lebih terasa dampaknya karena disamping karena faktor geografis juga faktor teknis lainnya. Hal ini juga yang turut membuat lambannya perkembangan perpustakaan di Indonesia.
B. PERMASALAHAN
Disamping permasalahan tersebut di atas, atikel ini mengargumentasikan bahwa akar masalah (root of problem) yang menyebabkan statis atau kurang berjalannya program pengembangan perpustakaan desa adalah karena proses pengembangannya kurang didasari pada konsep pengembangan perpustakaan yang ideal berbasis demogrfi masyarkat (Demogrphic Balsed). Dengan kata lain, jika kita amati masih banyak tahapan atau prosedur pengembangan perpustakaan (library development concepst/procedures) yang terabaikan. Diantara tahapan penting tersebut adalah kajian kebutuhan pemakai (user need assassement), pemetaan profil masyarakat (community profiling), dan evaluasi kompetensi petugas perpustakaan. Implikasinya, perpustakaan desa belum bisa menjadi media pembelajaran dan wadah rekreasi kultural bagi masyarakat sebagaimana diamanatkan yang berakibat pada banyak perpustakaan desa yang tidak berfungsi. Padahal kita tahu bahwa investasi untuk pengembangan perpustakaan itu tidak sedikit. Inilah yang menjadi fokus bahasan artikel ini dengan harapan kita sebagai komunitas yang telah memilih profesi sebagai khalifah pengembangan misi IQRA’ ini dapat kita pertanggung jawabkan.
C. TUJUAN PENULISAN
Berpijak pada permasalahan tersebut di atas, penulisan ini bertujuan untuk mencoba meminimalisir permasalahan perpustakaan desa dengan beberapa kajian teoritis dan prakti. ,
D. PEMBAHASAN
Pembahasan dalam maklah ini meliputi gambaran umum tentang perpustakaan dan masyarkat, Dasar Hukum, Pengertian dan Fungsi dan tujuan Perpustakaan Desa, perpustakaan dan masyaraka, konsep dasar pengembangan dan juga diskuskusikan beberapa hal terkait prosedur pengembangan perpustakaan desa dengan beberapa program yang mungkin dapat dilakukan di perpustakaan desa. Lebih lanjut juga menyinggung tentang potensi pengembangn Perpustkaan Desa di Aceh. Diharapkan dengan pembahsan ini, peran perpustakaan dalam pemberdayaan masyarkat desa/kelurahan dapat dioptimalkan sehingga perpustkaan desa bisa menjadi media edukatif dan rekreatif masyrakat.
a. Perpustakaan dan Masyarakat
Pada hakikatnya perpustakaan dan masyarakat adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan karena perpustakaan adalah produk manusia. Begitu juga terkait dengan perkembangan perpustakaan juga tidak terlepas dari sejarah perkembangan manusia. Oleh sebab itu, eksistensi perpustakaan yang sudah lebih dari 5000 tahun ini masih tetap bertahan walaupun banyak hambatan dan rintangan (Sulistyio-Basuki, 1993).
Dalam islam, sebagaimana kita maklumi bersama bahwa perpustakaan bahkan memiliki kedudukan yang sangat penting. Indikasinya adalah perintah Allah yang pertama pada permulaan nubuwwah Nabi Muhammad SAW adalah “IQRA” (bacalah), yang ini sangat identik dengan fungsi utama perpustakaan. Tidak hanya itu, masih banyak ayat-ayat lain yang senada dengan Al – ‘Alaq yang tersebar di dalam Al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk seperti ya’qiluun, yatadabbaruun, dan istilah ini atau identik dengan kata reset/penelitian dalam konteks dunia akademik.
- Dasar Hukum, Pengertian dan Fungsi Utama Perpustakaan Desa
(1). Dasar Hukum
Dasar hukum pertama tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Perpustakaan Desa / Kelurahan adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 1984. Namun Instruksi ini dinyatakan tidak berlaku lagi setelah keluarnya Dasar Hukum Perpustakaan Desa/Kelurahan yang baru yaitu Keputusan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001.
(2).Pengertian perpustakaan Desa/Kelurahan
Menurut keputusan di atas, perpustakaan Desa/Kelurahan adalah: “ perpustakaan masyarakat sebagai salah satu sarana/media untuk meningkatkan dan mendukung kegiatan pendidikan masyarakat pedesaan,yang merupakan bagian integral dari kegiatan pembangunan desa/kelurahan”
(3). Fungsi Perpustakaan Desa/Kelurahan,
Fungsi utama Perpustakaan Desa/Kelurahan menurut Pedoman Penyelenggara Perpustakaan Desa, adalah “sebagai lembaga layanan bahan pustaka dan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pendidikan, informasi, penerangan, dan rekreasi”
- Peran Perpustakaan Desa
Kamus Longman dictionary of Contemporary English, New edition mendefinisikan peran sebagai “the way in which someone or something is involved in an activity or situation, and how much influence they have on it”.Jika dikaitkan dengan peran perpustakaan, disini jelas bahwa peran pustakawan tidak hanya sebatas pada keterlibatan dalam aktifitas saja. Tetapi justru yang lebih penting adalah mengukur berapa pengaruh eksistensi dari program layan perpustakaan Desa terhadap kebutuhan masyarakat masyarakat.
Dalam Pedoman Pengembangan Layanan Informasi Perpustakaan Umum (Guideline for information and information services in public libraries) mensyaratkan bahwa tahapan lain yang sangat krusial dilakukan dalam mendesain layanan perpustakaan umum yang ideal adalah kajian pemakai ( User need assassement). Layanan ideal yang dimaksud adalah layanan yang sesuai dengan demografi masyarakat dimana perpustakaan berada. Untuk tercapai ini hal yang perlu dilakukan adalah kajian profil masyarakat (community profiling).
Tujuan yang diharapkan dari kajian profil ini adalah untuk penyelenggara perpustakaan memahami secara spesifik layanan dan fasilitas apa yang diperlukan terutama untuk masyrakat pemakai potensial. Dengan demikian program atau layanan yang dikembangan akan benar-benar relevan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam artian setiap program atau layanan yang dibuat harus berorientasi pada masyarakat pengguna (community Based Oriented), bukan beorientasi pada stakeholder atau pustakawan.
Untuk meraih peringkat layanan ideal, Lina Khoerunnisa (2010) dalam artikelnya “Menghadirkan perpustakaan berbasis layanan, menyonsong AFTA 2015”menjelaskan bahwa “perpustakaan harus memenuhi standar layanan kualitas layanan, fasilitas layanan, kompetensi pustakawan dan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan”.
Berkaitan dengan kualitas layanan, Lina menyarankan agar layanan dibagun berdasarkan konsep Total Quality Managemen (TQL) yaitu perpaduan semua fungsi seperti sering diterapkan di perusahaan dengan empat prinsip dasar yaitu, kepusan pemakai, respek pada setiap orang, manjemen berdasarkan fakta, bukan perasaan (feeling)dan perbaikan yang berkesinambungan (contious improvement).
Secara lebih khusus, Ummi Kalsum (2011) dalam artikelnya “Peran perpustakaan Desa meningkatkan Ekonomi Masyarakat”menyebutkan bahwa diatara peran perpustakaa desa adalah :
1. Mengumpulkan,mengorganisasikan dan mendayagunakan bahan pustaka tercetak maupunterkam
2. Mensosialisasikan manfaat perpustakaan
3. Mendekatkan buku dan bahan pustaka lainnya kepada masyarakat
4. Menjadikan perpustakaan desa sebagai pusat komunikasi dan informasi.
5. Menjadikan perpustakaan Desa sebagai tempat rekreasi dengan menyediakan bahan bacaa hiburan sehat”
d. Tahapan Pengembangan Perpustakaan Desa
Terkait dengan konsep pengembanagan perpustakaan (Library Development Concept), De Rosa, Dempsey, and Wilson (2004. P.28), menyebutkan ada 8 pertanyaan yang harus diidentifikasi oleh pustakakawan sebelum mengembangkan perpustakaan desa (Rural /village Library), yaitu :
1. Apa peran dan missi perpustakaan dan pustakawan dalam masyarakat kita? (What are the role and mission of library and librarian in our society?)
2. Dimana letak peran perpustakaan dalam penegmbangan infrastruktur perpustakaan? (Where do libraries fit in the developing information infrastructure?)
-
3. Apa saja hak masyarakat dalam hal informasi dan bagaimana kita melindungi hak-hak tersebut? (What are our citizen’s rights to information and how do we protect those rights?)
4. apa kendala yang dihadapi oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi? ( What are the baries citizents face in getting information?)
5. Apa saja etika tanggung jawab dan dilemma yang dihadapi oleh penyedia jasa informasi? (What ethical responsibilities and dilemmas do information providers face in providing information?)
6. Bagaimana kita yakin bahwa perpustkaan kita tetap eksis dan berkembang (How can we ensure that our libraries survive and prosper?)
7. Bagaiman strategi pustakawan dalam hal pengembangan koleksi dan layanan yang cukup bagi pengguna dan kaitannya denagn pertumbuhan informasi dalam bentuk elektronik? (How does the growth of inforimation in electronics formats change the way information provider develop adequate collection and services for their patrons?)
8. Apa yang akan terjadi dengan perpustakaan (dalam hal fisik/ gedung), ketika aksess online semakin diminati? (What will happen to the library as a physical place as more and more access is electronics?)
9. Bagaimana bentuk perpustakaan dan tenaga informasi professional yang kita perlukan di masa yang akan datang? (What kind of library and information professionals do we need for the future?)
Terhadap syarat tersebut ini, De Rosa sendiri, mengakui bahwa tidak semua pertanyaan tersebut mudah ditemukan jawabannya. Meskipun demikain beberapa pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti pertanyaan 1-6 misalanya disayaratkan untuk mendapat jawaban untuk agar pengembangan perpustkaaan sesuai dengan yang diharpkan.
e. Pustakawan dan Layanan Perpustakaan
Lebih jauh, terkait dengan sikap penyedia jasa informasi, dalam hal ini pustakawan dan staf perpustakaan, Charles A.Bunge & Richard E.mengatakan bahwa harus pustakawan harus vibrant, yaitu harus energik dalam bertindak, atraktif dalam melayani dan responsive terhadap perubahan masyarakat dan perkembangan teknologi. Sikap ini sangat penting.Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Ranganathan, bahwa pustakawan professional adalah sangat penting untuk menghubungkan antara pembaca dan sumber bacaan. Untuk tujuan ini tokoh perpustakaan India terkenal ini mewajibkan pustakawan memahami, hukum dasar Ilmu Perpustakaan yaitu:
1. Books are for use,
2. For every Readers his or her book,
3. For every book its reader,
4. Save the time of the readers.
5. A library is a growing organism.
- Potensi Pengembangan Perpustakaan Desa di Aceh
Potensi pengembangan perpustakaan desa di Aceh masih terbuka lebar. Hal ini karena Aceh memiliki beberapa faktor potensial yang dapat mendukung program pengembangan perpustakaan desa/kelurahan.
Pertama, Aceh merupakan daerah yang berstatus automi khusus. Dengan status daerah ini, diharapkan perpustakaan terdukung secara finansial. Pemerintah menjadikan mendukukung pengembangan perpustakaan secara factual, tidak seremonial. Indikasi untuk itu tentunya akan terlihat pada besar kecilnya anggaran yang dialokasikan untuk perpustakaan.
Kedua, sebagian besar masyarakat Aceh hari ini masih terisolir dalam hal pendidikan dan informasi. Kondisi ini memungkinkan pihak penyelenggara perpustkaan untuk “menjual” isu ini kepada pemerintah dan lembaga-lembaga donor, baik dalam maupun luar negeri.
Ketiga, kesigapan Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh juga dapat mendorong kegiatan pengembangan perpustakaan desa.
Keempat, Aceh juga memiliki sumber daya perpustakaan yang berpendidikan tinggi, baik lulusan dalam maupun luar negeri. Disamping itu, Aceh juga memiliki perguruan tinggi yang “memproduksi” sumber daya perpustakaan, yaitu melaui program S1 dan DIII Ilmu Perpustakan, Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry.
Untuk mengaktifkan semua potensi tersebut, hal utama yang amat perlu dilakukan adalah membanagun dan meningkatkan kordinasi dan komunikasi denagn pihak-pihak tersebut. Disamping itu juga perlu membangun komunikasi secara intens dengan pihakstakeholder, baik di jajaran pemerintahan maupun di lembaga-lembaga non-pemerintah lainnya.
Membangun koorrninasi antara pihak ini sangat penting agar terbagun sinergisitas dalam setiap program pengembangan perpustakaan di Aceh. Dengan demikian hasil produksi dan juga ide-ide inovatif pustakawan Aceh dapat disharing dan dikontribusikan dalam bentuk-bentuk program perpustakaan. Salah satu bentuk kordinasi itu adalah seperti yang dilakukan oleh Badan Arsip dan Perpustakaan Aceh melalui acara Bimbingan Teknis ini yang turut melibatkan pihak-pihak luar dalam acara ini.
Dengan demikian peran Perpustakaan Desa diharapkan akan menjadi tempat pengembangan kreatifitas masyarkat Aceh agar dapat keluar dari keterisoliran dan mampu menatap dunia global dengan penuh keyakinan menuju ke kehidupan yang lebih berkualitas.
F. Kesimpulan
Berdasrkan pembahasan diatas dapat disimpulakan bahawa energi dan strategi pustakawan dan staf perpustakaan pada umunya masih sangat diperlukan saat ini. Hal ini penting agar dapat mengopitimalisasikan fungsi dan peran perpustakaan dengan berbagai bentuk layanan yang kreatif dan innovative dengan tetap berorientasi pada kebutuhan masayakat. Modal utama untuk pencapaian ini adalah komitmen, kordinasi dan kompetensi pustakawan baik dalam aspek teoritis maupun teknis sehingga dengan demikian program perpustakaan yang dikembangkan sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
Akhirnya, meskipun tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, diharapakan agar dapat meberikan kontribusi yang bermanfaat untuk kejayaan perpustakaan Indonesia pada umumnya, dan Aceh pada khususnya.